Astri Ivana Sitorus
Edukasi | 2025-11-26 14:50:12
sumber :https://www.halodoc.com
Dalam beberapa tahun terakhir, muncul sebuah anggapan bahwa Gen Z adalah generasi yang terlalu mudah depresi. Gen Z dinilai terlalu rapuh, mudah goyah, dan sulit untuk menghadapi tantangan hidup atau istilah yang lebih familiarnya adalah generasi strawberry. Stereotip ini beredar luas, termasuk diberbagai platform sosial media yang sering membawa isu ini dalam bentuk meme, komentar sinis, atau generalisasi dangkal.
Gen Z tumbuh dalam lingkungan yang jauh berbeda dengan generasi sebelumnya. Jika generasi dulu lebih banyak mengalami tekanan fisik dan ekonomi, Gen Z menghadapi tekanan mental yang memang tampaknya tak nyata tapi menghantam terus menerus. Mereka hidup di era internet yang selalu aktif, batas antara ruang pribadi dengan ruang publik nyaris hilang. Setiap pencapaian, kegagalan, dan kesalahan dapat menjadi konsumsi publik hanya melalui satu unggahan.
Selain itu, masa depan mereka juga tak pasti. Perubahan iklim, krisis ekonomi, harga kebutuhan yang semakin tinggi, persaingan kerja yang semakin ketat membuat mereka hidup dalam bayang-bayang ketakutan. Tidak mengherankan bila kecemasan menjadi teman sehari-hari.
Gen Z juga merupakan generasi yang jauh lebih vokal dalam membicarakan masalah kesehatan mental. Mereka tak ragu untuk mengakui stres, kecemasan, atau depresi secara terbuka, sesuatu yang dulu dianggap tabu. Keberanian mereka untuk mencari bantuan seringkali dianggap sebagai bentuk kelemahan. Padahal, bisa jadi generasi sebelumnya juga merasakan hal yang sama seperti mereka, tetapi tidak punya ruang untuk menyatakannya.
Memang tak dapat dipungkiri kasus depresi dan kecemasan meningkat di kalangan anak muda, tetapi peningkatan tersebut sebaiknya tidak langsung dikaitkan dengan karakter generasi. Banyak penelitian menunjukkan bahwa lingkungan sosial, tekanan digital, dan perubahan struktur kehidupan berperan besar dalam membentuk kondisi ini. Dunia yang serba cepat dan kompetitif membuat kegagalan terasa lebih besar dan pencapaian terasa lebih kecil.
Kerentanan emosional Gen Z bukanlah suatu kekurangan, melainkan bentuk refleksi dari perubahan zaman yang juga terjadi seiring pertumbuhan mereka. Di dunia yang semakin kompleks dan penuh tekanan, kemampuan mengakui bahwa mereka membutuhkan bantuan justru merupakan bentuk keberanian. Alih-alih bertanya mengapa terlalu cepat merasa depresi, kita sepatutnya bertanya apakah saat ini dunia mampu untuk menyediakan ruang aman bagi mereka untuk tumbuh sehat, kuat, dan tanpa harus mengalami berbagai tekanan emosional.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

1 hour ago
2





































