TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan Indonesia akan menggunakan energi dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pada 2030. Proyeksi tersebut sudah dituangkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) periode 2025-2030.
“Untuk PLTN kita mulai on itu pada 2030 atau 2032. Jadi mau tidak mau kita harus mempersiapkan semua regulasi yang terkait dengan PLTN,” kata Bahlil saat memimpin sidang Dewan Energi Nasional (DEN), dikutip dari keterangan tertulis, Senin, 21 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Umum Partai Golkar ini mengatakan RUPTL sedang dalam tahapan finalisasi dan akan diserahkan kepada Presiden. Selain memuat soal penggunaan PLTN, Bahlil mengatakan RUPTL juga berisi rencana Cadangan Energi Penyangga atau CPE.
Sebelumnya, anggota DEN Agus Puji Prasetyono mengungkapkan terdapat 29 lokasi potensial untuk pembangunan PLTN di Indonesia, yang diperkirakan dapat menghasilkan daya listrik antara 45 hingga 54 gigawatt. Lokasi-lokasi ini umumnya terletak di luar pulau Jawa, bertujuan untuk mengembangkan ekonomi di wilayah Indonesia Tengah dan Timur.
Agus menambahkan bahwa pemerintah perlu memperhatikan tiga aspek penting dalam pembangunan PLTN, yaitu lokasi yang bebas dari risiko tsunami, jarak aman dari gunung berapi, dan tidak berdekatan dengan garis sesar aktif.
Ia juga mengidentifikasi empat wilayah prioritas untuk pembangunan PLTN, yakni Kalimantan Barat, Bangka Belitung, Sulawesi Tenggara, dan Halmahera di Maluku Utara. Lokasi-lokasi ini terletak di daerah rawan gempa, yang menjadi tantangan tersendiri.
Meskipun demikian, Agus menyatakan bahwa membangun PLTN di wilayah rawan gempa adalah langkah penting untuk mencapai target ekonomi Indonesia di masa depan. "Bagaimana cara membangun nuklir di daerah gempa? Itu adalah tantangan yang perlu kita hadapi," ujarnya.
Sultan Abdurrahman berkontribusi dalam penulisan artikel ini