Soal HGU di Kawasan Hutan, Kementerian ATR Jamin Ikuti Aturan Ini

10 hours ago 6

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Harison Mocodompis menyatakan pembahasan hak guna usaha (HGU) dalam kawasan hutan selalu berbasis pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, dan/atau Hak Atas Tanah. Bila ada tumpang tindih pada HGU dalam kawasan hutan yang telanjut terbit, perlu rapat koordinasi antar instansi terkait guna menyepakati penyelesaian

Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Harison Mocodompis mengatakan prosedur ini mengacu pada undang-undang dan sejumlah aspek, salah satunya kronologis produk administrasi yang diterbitkan. Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) dan RTRW kabupaten/kota, menurut Harison mengacu pada kawasan hutan yang ditetapkan terakhir.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Dilakukan tata batas dan pengukuhan dengan memperhatikan RTRWP dan RTRWK,” katanya melalui pesan tertulis kepada Tempo, Rabu, 30 April 2025.

Menteri ATR Nusron Wahid sebelumnya sempat menyebut HGU perkebunan sah jika diterbitkan sebelum penetapan kawasan hutan. Politikus Partai Golkar ini berdalih bahwa pernyataan soal HGU merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mendorong percepatan penataan tanah.

Menurut Harison, Menteri Nusron telah menandatangani kesepakatan bersama atau MoU bersama sejumlah kementerian dan lembaga lain pada 17 Februari 2025. Selain dengan Kementerian Kehutanan, ATR/BPN juga mengikat kemitraan dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Transmigrasi, dan Badan Informasi Geospasial.

Kesepakatan itu menyangkut percepatan pendaftaran tanah aset di areal penggunaan lain, pencegahan dan penanganan permasalahan agraria serta pertanahan dan tata ruang, serta dukungan terhadap program strategis nasional. Dalam MoU yang sama, ada juga upaya percepatan penyelesaian rencana tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang, pertukaran dan pemanfaatan data dan informasi, dan beberapa kebutuhan lainnya.

Masalah pertanahan dan tata ruang, Harison meneruskan, harus ditangani dengan koordinasi lintas sektor. Pada praktik pendaftaran tanah HGU, ternyata masih ada irisan antara objek tanah yang berada pada areal penggunaan lain (APL)—dalam kewenangan ATR/BPN—dengan objek tanah dalam wewenang Kementerian Kehutanan.

Perjanjian kerja sama (PKS) dan MoU antar lembaga ditargetkan bisa menyelesaikan permasalahan. “Termasuk soal status keterlanjuran HGU yang terbit dalam kawasan hutan,” ucapnya. Seluruh kesepakatan itu, dia mengimbuhkan, sudah didasari aturan berlapis, mencakup Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria dan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan;

Grahat Nagara, pengajar hukum agraria di Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, sempat mengkritik pernyataan Nusron Wahid soal HGU lahan yang tak bisa digusur oleh penetapan kawasan hutan. "Argumen tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat," katanya pada 28 April lalu.

Bila memakai PP lama ihwal HGU, misalkan PP Nomor 40 Tahun 1996, penjelasan Pasal 4 ayat (2) memang menguraikan bahwa hak tersebut dapat dibentuk setelah lahannya bebas dari kepentingan pihak lain. Lahan itu menjadi tanah negara yang tidak dikelola, tidak dimiliki atau dikuasai pihak lain, baik secara de facto (melalui penguasaan tradisional) maupun de jure.

"Ketika dialokasikan menjadi kawasan melalui penunjukan, negara tidak dapat mengalokasikannya untuk kepentingan lain," kata Grahat.

Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |