Seruan KPK untuk Guru di Hari Pendidikan: Gratifikasi Bukan Rezeki

12 hours ago 6

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberi seruan kepada guru di Hari Pendidikan Nasional atau Hardiknas pada Jumat, 2 Mei 2025. Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK Wawan Wardiana mengingatkan kepada para guru bahwa gratifikasi bukan rezeki sehingga harus dihindari.

Seruan tersebut mengingat hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan tahun 2024 yang mengungkapkan bahwa 22 persen sekolah masih ditemukan kasus guru yang menerima bingkisan dari orang tua murid untuk menaikkan nilai siswa. "Termasuk juga tadi bagaimana menyosialisasikan gratifikasi itu, itu bukan rezeki. Harus dibedakan mana rezeki, mana gratifikasi," kata dia saat memperingati Hari Pendidikan di Gedung Pusat Antikorupsi, Jakarta Selatan, pada Jumat, 2 Mei 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Oleh karena itu, KPK mengklaim saat ini telah melakukan sosialisasi secara masif untuk menjauhi gratifikasi. Kampanye tersebut, kata Wawan, telah dilakukan dalam bentuk formal maupun non-formal.

Selain itu, Wakil Ketua KPK Ibnu Basuki Widodo mengatakan bahwa gratifikasi adalah perbuatan yang melanggar regulasi yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Menurut dia, gratifikasi adalah awal dari adanya korupsi. "Yang tadinya gratifikasi hanya merupakan kasih sayang, lama-lama berhubungan dengan jabatan. Kalau sudah berhubungan dengan jabatan, sudah nilainya suap," ujar dia.

Dalam temuan SPI Pendidikan, 30 persen guru atau dosen, serta 18 persen kepala sekolah atau rektor, masih menganggap pemberian hadiah dari siswa atau wali murid sebagai hal yang wajar diterima. Wawan juga menyebutkan bahwa di 60 persen sekolah, orang tua terbiasa memberikan bingkisan atau hadiah kepada guru saat hari raya atau kenaikan kelas.

Adapun SPI Pendidikan tahun 2024 ini melibatkan responden dari lebih dari 36 ribu satuan pendidikan, yang mencakup lebih dari 35 ribu Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah (Dasmen) serta sekitar 1.200 Satuan Pendidikan Tinggi (Dikti). Wawan menjelaskan bahwa total responden yang terlibat berasal dari berbagai elemen dalam ekosistem pendidikan, dengan jumlah mencapai 449.865 orang.

Metode yang digunakan dalam survei ini terdiri dari dua jenis. Pertama, metode online yang dilakukan melalui WhatsApp, email blast, serta CAWI (Computer Assisted Web Interview). Kedua, metode hybrid yang menggunakan pendekatan CAPI (Computer Assisted Personal Interview).

Sementara itu, dalam SPI Pendidikan 2023, ditemukan 24 persen guru mengungkapkan bahwa ada siswa baru yang diterima di sekolah karena memberikan imbalan tertentu kepada pihak sekolah. Selain itu, 42,4 persen guru melaporkan bahwa ada siswa yang tidak memenuhi syarat, namun tetap diterima.

Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |