Perpres 113/2025 Jadi Fondasi Transformasi Subsidi Pupuk Nasional

3 hours ago 1

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Pemerintah melakukan transformasi subsidi pupuk nasional melalui penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 113 Tahun 2025 sebagai revisi atas Perpres Nomor 6 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Pupuk Bersubsidi. Regulasi ini memposisikan perubahan skema subsidi sebagai fondasi pembenahan menyeluruh, dari pendekatan subsidi output menuju subsidi input yang lebih berkelanjutan.

Kepala Seksi Pupuk Bersubsidi Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian, Yustina Retno Widiati menyebut Perpres 113/2025 sekaligus memperkuat arah kebijakan negara dalam menata ulang sistem pupuk bersubsidi. Tidak hanya berorientasi pada petani sebagai penerima, tetapi juga memberi kepastian dan insentif bagi industri pupuk nasional agar lebih efisien dan kompetitif.

“Dulu ekspor tidak diperbolehkan, sekarang dimungkinkan. Ini menjadi insentif positif bagi industri pupuk nasional,” kata Yustina, di Jakarta, dikutip Sabtu (20/12/2025).

Ia merujuk pada peluang ekspor pupuk non-subsidi yang dibuka dalam Perpres 113/2025, terutama pada pengaturan Pasal 14 dan Pasal 148. Ia menjelaskan, Perpres sebelumnya lebih menitikberatkan perlindungan petani sebagai pengguna akhir pupuk bersubsidi. Melalui Perpres 113/2025, pemerintah mulai menyeimbangkan kebijakan dengan memberikan kepastian usaha bagi produsen pupuk, termasuk mendorong efisiensi dan peningkatan kapasitas industri.

Dari sisi tata kelola, Yustina menilai mekanisme pendataan dan penyaluran pupuk bersubsidi kini berjalan lebih rapi dan terstruktur. Penyusunan kebutuhan pupuk dimulai dari Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), diinput ke aplikasi, diverifikasi secara berjenjang hingga tingkat kabupaten dan kota, lalu ditetapkan sebagai data Electronic Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK).

Pemerintah telah menetapkan alokasi pupuk bersubsidi per 6 Desember 2025 sebesar 9,5 juta ton untuk sektor pertanian dan sekitar 297 ribu ton untuk perikanan. Anggaran subsidi pupuk pada 2026 mencapai Rp46 triliun, dengan alokasi pertanian tetap dipertahankan sebesar 9,5 juta ton.

Data penerima yang masuk hingga Desember 2025 tercatat sekitar 14,1 juta nomor induk kependudukan (NIK) untuk sektor pertanian dan sekitar 101 ribu NIK untuk perikanan. Basis data ini menjadi pijakan penting dalam menjaga ketepatan sasaran subsidi.

Yustina menilai penerbitan Perpres 113/2025 menjadi jawaban atas persoalan inefisiensi industri pupuk nasional yang selama ini menjadi sorotan, termasuk dalam evaluasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Regulasi baru ini dirancang sebagai pijakan peralihan menuju subsidi input yang lebih tepat guna.

“Selama ini kondisi sebagian perusahaan pupuk nasional kurang ideal. Pemerintah ingin membangun kembali pabrik-pabrik pupuk agar lebih bergairah. Melalui skema subsidi input, mulai 2029 industri pupuk dalam negeri diharapkan semakin kuat,” ujarnya.

Ia mengungkapkan, implementasi subsidi input masih dalam tahap pembahasan lintas kementerian, terutama dengan Kementerian Keuangan, mengingat karakter subsidi input berbeda dengan subsidi barang dan jasa lain. Selama payung hukum belum lengkap, skema subsidi yang berjalan saat ini tetap digunakan. Di tingkat teknis, Peraturan Menteri Pertanian sebagai aturan turunan tengah difinalisasi, sementara pedoman teknis di lingkungan direktorat jenderal telah disiapkan sebagai landasan pelaksanaan di lapangan.

Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Yadi Sofyan menilai arah kebijakan pupuk nasional sudah berada di jalur yang tepat dan mencerminkan proses transformasi yang nyata. Kondisi distribusi pupuk bersubsidi di daerah dinilai semakin kondusif.

“Dampaknya terasa, produksi pupuk meningkat dari sekitar 30,5 juta ton menjadi 34,77 juta ton,” ujar Yadi, seraya menyebut hampir tidak ada keluhan distribusi dari sekitar 30 kantor perwakilan KTNA di daerah.

Ia juga menyoroti penyederhanaan administrasi penebusan pupuk yang kini cukup menggunakan KTP, sehingga memudahkan petani. Dalam pandangannya, Perpres 113/2025 menyempurnakan regulasi sebelumnya dan mengarahkan skema subsidi ke pola yang lebih mendekati mekanisme pasar. KTNA mendorong pengawalan kebijakan secara kolaboratif agar manfaatnya optimal bagi petani.

Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |