CANTIKA.COM, Jakarta - Setiap perempuan memiliki perjalanannya masing-masing saat menjalani peran sebagai ibu. Menjadi ibu pun sering kali digambarkan sebagai puncak dari cinta dan pengabdian, di mana ia mejadi tempat pulang, penenang, sekaligus penopang dunia sang anak. Sayangnya yang sering tak disadari, di balik peran besarnya ada banyak perempuan yang diam-diam kehilangan dirinya.
Ya, setelah melahirkan, dalam semalam hidup seorang perempuan berubah total, di mana waktu kini tak lagi sepenuhnya milik sendiri, perubahan tubuh hingga prioritas yang bergeser drastis, adalah sebagian kecil dari banyaknya hal yang harus segera disesuaikannya usai melahirkan. Setelah melahirkan sang anak ke dunia, banyak perempuan yang dikenal sebagai ibu dari seorang anak, bukan lagi sebagai individu dengan nama apalagi mimpi yang dimiliki. Tanpa disadari, peran sebagai ibu pun menelan identitas yang dulu membentuk dirinya.
Dalam edisi spesial Hari Ibu tahun ini, CANTIKA mengangkat tema "Reconnect to Connect" di mana kami ingin mengajak para ibu untuk kembali terhubung dengan diri sendiri, agar bisa kembali utuh dengan mengenali kembali siapa diri kita di luar perannya, juga memberi ruang untuk kebutuhan emosional, juga mimpi yang tertunda.
Dalam kesempatan ini, CANTIKA juga berbincang dengan tiga ibu dengan latar belakang berbeda, namun berbagi perasaan yang sama. Ada yang harus melepaskan karier yang dibangun bertahun-tahun, ada yang merasa tubuh dan emosinya tak lagi menjadi miliknya sendiri, ada juga yang selalu siaga karena dituntut kuat, sabar, dan siap.
Perasaan kehilangan diri ini sering kali datang bersama rasa bersalah, seolah menjadi ibu berarti harus sepenuhnya meniadakan diri sendiri. Padahal, merasa lelah, rindu pada hidup sebelum menjadi ibu, atau ingin memiliki ruang pribadi bukanlah tanda kegagalan, melainkan reaksi manusiawi dari sebuah perubahan besar dalam hidup. Di titik inilah pentingnya seorang ibu menemukan dirinya kembali, bukan untuk kembali menjadi sosok sebelum memiliki anak, melainkan menjadi versi baru yang lebih utuh.
Seorang ibu tetaplah individu dengan mimpi, minat, dan kebutuhan emosional yang harus dipenuhi. Ketika ibu memberi ruang untuk mengenal dirinya lagi, ia tidak sedang menjauh dari anak, justru sedang membangun fondasi kebahagiaan yang lebih sehat. Tak hanya itu, ibu yang mengenal dirinya, berani merawat mimpi dan kebahagiaannya, akan mengajarkan kepada anak tentang arti mencintai diri sendiri. Anak juga akan belajar bahwa hidup bukan hanya tentang berkorban tanpa henti, tetapi juga tentang tumbuh, bermimpi, dan menemukan makna sebagai manusia.
Pada akhirnya, menjadi ibu bukan tentang kehilangan diri selamanya. Ia adalah perjalanan panjang yang mengajarkan bahwa merawat anak dan merawat diri bukan dua hal yang saling berlawanan. Ibu yang utuh akan membesarkan anak yang bertumbuh dengan rasa aman, empati, dan keberanian untuk menjadi dirinya sendiri.
Cerita Para Ibu
CANTIKA berkesempatan berbincang dengan tiga perempuan, membahas perjalanan mereka sebagai seorang ibu dari setelah melahirkan, bergelut dengan rutinitas dan prioritas yang berubah, tenggelam dalam pengasuhan, hingga bisa berdamai dan menemukan dirinya kembali sebagai individu.
Mereka adalah Karina Natasia, seorang ibu satu anak yang saat ini bekerja di BUMC Jakarta di bidang Human Resource. Kedua adalah Gina Shabrina, ibu dari tiga anak yang mengelola agensi digital di rumah, dan Kartika Trianita, ibu rumah tangga dengan satu anak yang kini tengah merintis usaha sebagai konselor karier.
Karina Nastasia, Head of HR Department Liugong Indonesia/Foto: Cantika/Ricky Nugraha
Apa yang paling diingat dari masa-masa awal setelah menjadi ibu dan bagaimana perasaan saat menyadari hidup berubah total setelah memiliki anak?
Karina:
Waktu pertama jadi ibu pasti banyak perubahan yang dulu aku enggak sadari, waktu tidur yang berkurang, hal-hal semua aku utamakan untuk anakku daripada diriku sendiri.
Switch perasaan yang sangat besar pada saat itu enggak terlalu banyak karena aku udah mempersiapkan diri. Tapi saat menjadi ibu itu (bingung) harus apa dan bagaimana. Misal bayiku nangis tengah malam, ini kenapa? Kalau lapar rasanya enggak, popoknya enggak basah dan enggak penuh, enggak pup juga. Jadi ada masa kebingungan saat menjalani hal baru karena belum berpengalaman.
Gina:
Aku habis nikah itu kosong 2,5 tahun, jadi begitu punya anak aku excited banget dan berusaha sebaik-baiknya jadi ibu. Justru pengalaman paling terasa itu di anak nomer dua. Waktu anak kedua usianya 6 bulan, aku hamil lagi, akhirnya aku memuuskan berhenti kerja karena sudah ada dua bayi ini. Di situ aku merasakan nyusui 6 bulan, jeda nyusuin lagi sampai dua tahun terus aku di rumah saja enggak ada yang bantuin di rumah, rasanya jadi ibu rumah tangga mengurus anak tidak ada habisnya, 24 jam itu enggak cukup, berat juga ya jadi ibu rumah tangga.
Aku sempat burn out di 2022, terus turun berat badan (bb) sampai total Sembilan kilogram, itu bb aku teringan sepanjang masa deh kayanya, sebelum nikah aja aku enggak segitu. Puncaknya aku sempet nangis enam jam dari pukul enam sore sampai pukul 12 malam. Di situ aku sadar 'oh aku enggak baik-baik saja'.
Kartika:
Aku kebetulan menikah setelah ibu sudah tiada, jadi saat punya anak tidak ada sosok yang paham kondisi saya. Sebelum melahirkan aku belajar bagaimana persiapan melahirkan, tapi aku bingung setelah melahirkan aku harus ngapain, orang sekitar aku juga kurang bantu aku, aku harus gimana? Itu paling bingung sih.
Gina Shabrina, member Komunitas Ibu Punya Mimpi/Foto: Cantika/Ricky Nugraha
Apakah ada momen tertentu di mana kamu merasa "kehilangan" diri sendiri dan hal apa yang paling kamu rindukan dari dirimu sebelum menjadi ibu?
Karina:
Tentu ada rasa kehilangan di tahun-tahun pertama dan kedua saat menjadi ibu. Namun aku sadar bahwa itu bagian dari hidup kita. Saat itu benar-benar terasa pada tahun pertama, karena terjadi perubahan siklus kehidupan yang biasanya sendiri, lalu berkeluarga, lalu punya anak.
Rasa kehilangan diri akan terasa berbeda di setiap orang, untukku sendiri yang dimaksud kehilangan adalah tidak punya waktu untuk diri sendiri. Dulu punya me time ke salon dulu itu adalah caa menghabiskan waktu yang mudah, sedangkan sekarang untuk sekadar potong rambut saja susah, menicure pedicure juga sudah ngga bisa, ya ini bagian dari menjadi ibu seperti ini.
Tapi saya selalu mencari cara agar tidak kehilangan diri sendiri, karena bagaimanapun jika kita tidak utuh menjadi ibu, menjadi seorang manusia, maka saya tidak akan siap menghadapi anak saya, juga perubahan-perubahan lainnya. Jika anak semakin beranjak dewasa, tantangannya akan semakin besar. Saya ngga boleh kalah dengan tantangan besar yang akan datang di depan saya.
Gina:
Honestly aku enggak sadar sendiri, aku curhat ke kakakku yang menyebut aku tidak baik-baik saja, lalu coba konsultasi ke psikolog dan setelah konsultasi, aku merasa kehilangan diriku, value achievement aku enggak aku kasih makan.
Aku merasa enggak berdaya karena enggak kerja, aku kaya 'Ya Allah (aku) enggak ada gunanya, apa sih yang bisa dibanggakan?' rasanya gitu. Dari situ aku mikir kegiatan apa yang dulu aku suka, bikin aku bernyawa, itu apa? Kayanya bukan gara-gara enggak kerjanya sih, tapi aku ingin mengerjakan sesuatu yang dulu aku suka.
Kebetulan aku passion-nya dulu di digital marketing, aku ambil klien, bikin website, social media management, terima jasa advertising iklan lagi, aku realize, terus aku ikut komunitas yang senasib gitu ya. Rasanya ternyata itu hal umum (dialami ibu) berarti aku kemarin, karena aku bosan menjadi ibu, menjadi istri, tapi lupa tidak menjadi diriku sendiri.
Kartika:
Sebenarnya dulu cita-citaku menjadi ibu rumah tangga penuh, mungkin dulu saya belum paham ternyata jadi ibu itu (berat) seperti ini. Dulu saya kerja full time dari lulus sampai sebelum melahirkan, jadi kaget juga saat rutinitas benar-benar berubah, 'kok gini ya rasanya jadi ibu rumah tangga?' padahal ini cita-cita saya. Dulu saya sering keluar rumah dan suka dengan kegiatan luar ruangan, sedangkan setelah menjadi ibu rasanya seperti terkurung.
Kartika Trianita, Owner Kounselor Karier dan member Komunitas Ibu Punya Mimpi/Foto: Cantika/Ricky Nugraha
Bagaimana cara kamu bangkit dan menemukan kembali dirimu?
Karina:
Pertama, saya menerima segala situasi dan kondisi yang sedang dijalani, artinya ada perubahan dalam hidup dan saya menerima perbedaan dulu dan sekarang. Kedua, saya harus membagi dan mencari waktu khusus untuk diri. Jadi saya memastikan dalam seminggu saya harus cari misal waktu dua jam, it's reward for my self, bukan yang lain, saya butuh waktu ini dan sampaikan ke suami kalo saya memang butuh 2 jam krusial ini untuk diri sendiri.
Ketika overwhelmed terhadap apa yang dihadapi, saya memang akan meyimpan, karena merasa bersalah, tapi lama-lama saya sadar harus ngomong ke suami dan pasangan. Suami saya pun mengerti kalau istrinya juga harus punya waktu untuk diri sendiri, begitu juga sebaliknya, saya pastikan suami saya punya waktu sebagai ayah dan sebagai dirinya sendiri. Pokoknya kami berkomitmen agar tidak kehilangan diri kami masing-masing, karena kami adalah tumpuan anak kami untuk bisa tumbuh dengan cara baik dan usahakan dengan cara yang tepat.
Gina:
Pertama aku pikir lagi, sebenernya apa yang membuat aku full, diri aku seutuhnya itu apa? Aku pikirkan apa yang aku suka, expert di bidang apa, deep dive ke diri aku. Walaupun capek tapi aku tetap happy. Ini penting untuk ditemukan.
Proses damai nya cukup lama, awalnya aku agak terpaksa di rumah, berusaha baik-baik saja, aku melihat diri aku sendiri seperti maksa, denial, yang ada malah stres. Saat aku lelah aku akan melakukan kegiatan yang disuka untuk mengisi energi saat kembali menjadi ibu. Aku sekarang selalu berusaha melakukan pekerjaan yang menjadi kegemaranku, di tengah padatnya kegiatan mengurus anak.
Aku akan menyisihkan waktu misal saat malam, satu jam sebelum tidur, mau makan kah, nonton kah, membuat konten, dan lainnya. Berusaha terus setiap hari, untuk jadi waras menurutku harus ada jeda buat diri sendiri, me time.
Kartika:
Aku terus berintrospeksi akan digunakan seperti apa hidupku. Aku juga punya sesuatu yang harus tercapai, yaitu kebermanfaatan bagi orang lain, jadi aku enggak mau tumbuh sendiri, jalan sendiri. Aku ingin menebar manfaat kepada orang lain. Jadi ibu rumah tangga, mengurus anak, suami, dan rumah itu juga penting, cuma aku punya mimpi yang harus dikejar dan aku merasa ada potensi di situ. Ketika aku menjalaninya, aku merasa hidupku makin semangat, berenergi, dibandingkan cuma di rumah saja. Aku lebih merasa berdaya ketika ada selain kegiatan ibu rumah tangga yang aku lakukan.
Pilihan Editor: Hari Ibu 2025: Mengapa Ibu Sering Kehilangan Diri Setelah Melahirkan?
LANNY KUSUMASTUTI
Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi Terkini Gaya Hidup Cewek Y dan Z di Instagram dan TikTok Cantika.







































