Trauma Ternyata Bisa Ganggu Pencernaan. Ini Penjelasannya

1 week ago 8

TEMPO.CO, Jakarta - Tak sedikit orang yang mengalami sakit perut ketika merasa khawatir atau gelisah secara berlebihan. Kondisi ini ternyata muncul akibat trauma berkepanjangan yang mempengaruhi usus dan sistem pencernaan.

Respons tubuh terhadap stres berkepanjangan dapat memicu fungsi pencernaan dan mengganggu keseimbangan tubuh secara keseluruhan. Merujuk beberapa ulasan, salah satunya dari Khiron Clinics, trauma bisa memicu kesehatan pencernaan dalam jangka panjang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Stres yang tidak terkelola dari pengalaman traumatis dapat mengubah pola kerja usus, menyebabkan masalah seperti Irritable Bowel Syndrome (IBS), gangguan pencernaan, dan peradangan pada saluran pencernaan.

Dalam ulasan tersebut, studi mengenai Adverse Childhood Experiences (ACE) disebutkan sudah membuktikan adanya risiko gangguan lambung dan usus akibat pengalaman traumatis di masa kecil. Trauma yang dialami, seperti kekerasan atau lingkungan keluarga yang tidak stabil, memicu stres kronis yang mengganggu komunikasi otak dan sistem pencernaan.

Komunikasi kedua fungsi penting dalam tubuh manusia itu terganggu oleh peningkatan hormon stres, seperti kortisol, yang menyebabkan peradangan serta mempengaruhi keseimbangan bakteri dalam usus. Kondisi yang sama juga berpotensi menurunkan jumlah bakteri baik, meningkatkan populasi bakteri berbahaya, serta memicu kondisi serupa IBS dan peradangan pada usus. Seseorang yang mendapat kondisi ini rentan mendapat gangguan pencernaan berulang kali.

Selain mempengaruhi mikrobioma usus, stres kronis juga mengubah pola gerakan usus. Ada yang mengalami peningkatan motilitas hingga menyebabkan diare, sementara yang lain justru mengalami perlambatan yang berujung pada sembelit. Efek ini berkontribusi terhadap sindrom usus bocor, ketika dinding usus menjadi lebih selektif—sering disebut permeabel—sehingga zat asing masuk ke dalam aliran darah dan memicu peradangan.

Stres berkepanjangan juga bisa mengganggu sistem kekebalan usus. Produksi kortisol yang terus meningkat dapat menekan respons imun, membuat tubuh lebih rentan terhadap infeksi dan peradangan seperti penyakit radang usus (IBD). Di satu sisi, produksi asam lambung yang menurun akibat stres dapat mengganggu proses pencernaan dan penyerapan nutrisi.

Dampak lain stres berkepanjangan adalah hipersensitivitas viseral, yakni peningkatan kepekaan saraf usus terhadap rasa sakit atau ketidaknyamanan. Kondisi ini sering terjadi pada penderita IBS, yang mengalami nyeri perut padahal tidak mendapat gangguan struktural yang signifikan. Oleh karena itu, pengelolaan stres dan trauma tergolong urgen demi menjaga sistem pencernaan manusia.

Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |