TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Pemerintah Denmark menjajaki pengembangan energi baru terbarukan (EBT) yang disepakati kedua negara. Plt. Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM Chrisnawan Anditya mengatakan kesepakatan tersebut mencakup kerja sama studi bersama dalam pengembangan listrik hijau dan potensi energi nuklir di Indonesia.
Chrisnawan mengatakan kesepakatan pertama adalah memorandum saling pengertian antara PLN Indonesia Power dan Vestas, perusahan penyedia turbin angin di Denmark. "Penandatanganan ini merupakan bagian perpanjangan apa yang telah dilakukan 10 tahun yang lalu," ujar Bahlil melalui keterangan tertulis dalam siaran pers pada Senin, 21 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selama 10 tahun terakhir menurutnya, pemerintah Indonesia dan Denmark telah melakukan banyak kerja sama khususnya pengembangan energi dan lebih khusus lagi energi baru dan terbarukan.
Kesepakatan kedua yang dijajaki adalah melakukan studi bersama untuk menjajaki peluang pemenuhan permintaan listrik hijau di Indonesia. Chrisnawan mengatakan kesepakatan antara kedua perusahaan tersebut berfokus pada pengembangan proyek pembangkit listrik berbasis energi terbarukan. Kemudian juga ada kerja sama antara PLN Indonesia Power dengan Saltfoss Energy untuk menjajaki potensi kerja sama dalam pengembangan teknologi nuklir di Indonesia
Kesepakatan tersebut merupakan bagian dari kerja sama antara sektor bisnis dalam MoU yang diteken Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dan Menteri Luar Negeri Denmark Lars Løkke Rasmussen di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin, 21 April 2025.
Bahlil menyatakan penandatanganan MoU ini merupakan kelanjutan dari kerja sama strategis yang telah dibangun antara Indonesia dan Denmark selama lebih dari satu dekade. Ia menegaskan pentingnya kolaborasi internasional yang setara dalam mempercepat transisi energi. “Kami punya pasar, kalian punya teknologi. Kerja sama harus dibangun atas dasar saling menghargai dan saling untung,” kata Bahlil.
Ia juga menegaskan pemerintah Indonesia telah memulai langkah nyata, seperti keputusan untuk mempensiunkan dini operasional PLTU Cirebon I berkapasitas 650 megawatt. Meski proses pendanaan dari Asian Development Bank (ADB) belum rampung, kata dia, langkah awal sudah diambil.
Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL), Bahlil menyebut bahwa 60 persen dari proyek pembangkit baru di Indonesia dalam satu dekade ke depan ditargetkan berasal dari energi terbarukan, di luar pembangkit berbasis gas. Ia juga menyoroti pentingnya teknologi yang terjangkau dan akses pendanaan cepat untuk mendorong transisi ini.
Menteri Luar Negeri Denmark Lars Løkke Rasmussen menyambut positif penguatan kemitraan ini. Ia menyebut kerja sama energi sebagai bagian dari kemitraan jangka panjang yang telah terjalin sejak 2017, dan menekankan bahwa energi terbarukan bukan hanya solusi lingkungan, tetapi juga kompetitif secara ekonomi. “Pertumbuhan ekonomi bisa dicapai tanpa meningkatkan emisi. Denmark adalah buktinya,” ujar Rasmussen. “Kami hadir untuk mendukung Indonesia dan berbagi pengalaman dalam transisi hijau.”