TEMPO.CO, Jakarta - Bumi adalah seperti seorang saudara perempuan yang dengannya umat manusia berbagi kehidupan dan sesosok ibu yang cantik yang membuka kedua tangannya untuk menguatkan kita. Kata-kata ini dituliskan Paus Fransiskus (Pope Francis) mengawali seruannya untuk para uskup di dunia (surat encyclical) pada 2015 lalu.
Surat berjudul Laudato Si' itu adalah surat atau seruannya yang pertama sejak diangkat sebagai Paus pada 2013. Paus Fransiskus memilih tema lingkungan, tepatnya 'kepedulian untuk rumah bersama kita'.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saudara perempuan kita kini sedang menangis karena bahaya yang sudah kita sebabkan dideritanya oleh karena pemanfaatan yang tak bertanggung jawab dan penyalahgunaan atas benda-benda yang telah dianugerahkan Tuhan kepadanya," kata pemilik nama lahir Jorge Mario Bergoglio itu.
Paus Fransiskus melontarkan beberapa seruan dalam surat encyclical tersebut. Yang pertama adalah mendesak untuk melindungi bumi sebagai rumah bersama ini, termasuk sebuah kepedulian untuk membawa seluruh keluarga manusia bersama-sama mengupayakan pembangunan yang lestari dan integral.
Menurut paus pertama dari Amerika Latin, dan menyaksikan langsung kerusakan lingkungan Hutan Amazon ini, umat manusia masih memiliki kemampuan untuk bekerja sama membangun rumah bersamanya. "Terima kasih khusus tertuju untuk mereka yang tak kenal lelah berusaha menyelesaikan efek tragis dari degradasi lingkungan terhadap kehidupan di negara miskin," kata dia.
Seruan kedua Pope Francis dalam Laudato Si' tertuju untuk penyelenggaraan dialog baru tentang bagaimana merumuskan masa depan dari planet kita. Kata paus, umat manusia membutuhkan komunikasi yang melibatkan semua orang karena tantangan lingkungan yang kita hadapi, menjadi keresahan dan berdampak terhadap kita semua.
Sayangnya, paus yang wafat pada usia ke-88 pada 21 April 2025 tersebut menambahkan, banyak usaha untuk mencari solusi yang konkret terhadap krisis lingkungan yang terjadi terbukti tak efektif. Kegagalan bukan hanya karena oposisi yang sangat kuat, tapi juga kurangnya kepedulian.
Dia juga melihat perilaku obstruksionis, bahkan yang juga dilakukan oleh orang beriman, sangat beragam. Mulai dari penyangkalan atas permasalahan sampai nirempati, tidak peduli, atau keyakinan buta dalam solusi teknis. "Kita membutuhkan sebuah solidaritas baru dan universal," katanya menyerukan.
Mendiang Paus Fransiskus berharap Surat Encyclical yang dibuatnya tepat sepuluh tahun lalu itu dapat membantu menyadari keseriusan, besarnya, dan kedaruratan tantangan yang sedang dihadapi tersebut. Seperti yang ditulisnya dalam bab kedua surat itu, Paus Fransiskus mengatakan kalau lingkungan berkembang semakin rapuh dan alam membutuhkan perlindungan.
Dalam hal polusi dan perubahan iklim, paus juga menyinggung perihal budaya membuang (sampah) yang berdampak bagi seluruh kehidupan di planet ini. Pria pemilik riwayat pendidikan kimia ini juga menyebut iklim sebagai kepentingan bersama, milik bersama, dan berguna untuk semua.
Perubahan iklim, kata Paus Fransiskus, adalah masalah global dengan implikasi yang mengerikan karena mempengaruhi tak hanya bidang lingkungan, tapi juga sosial, ekonomi, politik, dan distribusi barang-barang. Dampak terburuk dinyatakannya dialami di negara-negara berkembang. "Ini adalah salah satu tantangan utama yang dihadapi manusia sekarang," katanya, antara lain.
Paus juga menyorot masalah air bersih, hilangnya keanekaragaman hayati, degradasi kualitas kehidupan manusia dan semakin terkotak-kotaknya masyarakat, ketidakadilan global, dan lemahnya respons yang ada.
Pada akhirnya, atas segala permasalahan lingkungan tersebut, paus juga menyadari kalau Gereja tak punya alasan untuk menawarkan satu opini yang definitif. "Gereja tahu bahwa diskusi yang jujur harus didorong di antara para ahli sembari menghormati pandangan yang berbeda-beda."
Dalam bab-bab berikutnya, Paus Fransiskus bicara tentang kemuliaan penciptaan, akar kemanusiaan dari krisis ekologi yang terjadi, ekologi yang integral, daftar pendekatan dan aksi, serta edukasi dan spirtualitas ekologis. Pada bagian akhir suratnya, dia membuatkan dua doa untuk bumi di mana satu di antaranya terbuka untuk ditawarkan dibagikan bersama sesama orang yang mengimani adanya Tuhan.