loading...
Diskusi panel bertajuk Climate Breakthroughs for Finance Forest, and Waste di Paviliun Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim COP29 UNFCCC di Baku, Azerbaijan, Selasa (19/11/2024). Foto/Dok. SINDOnews
BAKU - Inovasi pendanaan aksi iklim harus diiringi dengan pengawasan yang berintegritas. Hal itu untuk memastikan pendanaan benar-benar sampai di tingkat tapak dan dimanfaatkan dengan tujuan untuk pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK).
Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Fathan Subchi mengungkapkan, salah satu inovasi pendanaan aksi iklim adalah transfer fiskal berbasis ekologi, seperti dilaksanakan Pemerintah Indonesia.
Berdasarkan kebijakan tersebut pemerintah pusat mendukung pendanaan aksi iklim di tingkat sub-nasional atau pemda lewat Dana Alokasi Umum (DAU). Kebijakan ini dengan keberadaan UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
"UU itu menjadikan tutupan hutan sebagai indikator yang membuat pemerintah provinsi, kabupaten/kota mendapatkan kesempatan menerima pendanaan berdasarkan luas tutupan hutannya bersama dengan indikator penting lainnya," kata Fathan saat menyampaikan pidato kunci pada diskusi panel bertajuk Climate Breakthroughs for Finance Forest, and Waste di Paviliun Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim COP29 UNFCCC di Baku, Azerbaijan, Selasa (19/11/2024).
Fathan mengatakan inovasi pendanaan tersebut memperlihatkan komitmen Indonesia untuk melakukan pembangunan berkelanjutan di seluruh wilayahnya. Sekaligus melindungi hutan dan ekosistem.
"Pemerintah daerah yang memiliki tutupan hutan akan melihat keuntungan dengan melindungi area tersebut secara khusus dengan dukungan transfer fiskal," ujarnya.
Dia menjelaskan Indonesia pada 2023 telah memobilisasi sekitar USD1 miliar (sekitar Rp15 triliun) dengan mekanisme transfer fiskal melalui indikator tutupan hutan. Terkait hal itu dia memastikan BPK berperan mengawasi dan memastikan akuntabilitas dari penggunaan dana tersebut.
Pihaknya juga membuat rekomendasi kepada kementerian/lembaga terkait untuk membuat standar yang jelas evaluasi terkait deforestasi. Hal ini sebagai bagian dari rencana aksi iklim dan menyelaraskan target penurunan deforestasi di tingkat nasional sub-nasional.
Anggota Komisi XII DPR Ratna Juwita Sari mengatakan sumber pendanaan iklim yang dapat dilirik salah satunya adalah pasar karbon sukarela. "Indonesia berpotensi mendapat kontribusi dari pasar karbon hingga USD10 miliar per tahun," katanya.
Ratna mengungkapkan, selain dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya, sektor sampah dan energi juga potensial untuk mendapat dukungan pendanaan dari pasar karbon sukarela. "Potensi pendanaan iklim dari pasar karbon untuk sektor sampah dan energi dapat mencapai 3,5-6 miliar dolar per tahun yang dapat dimanfaatkan untuk pembukaan lapangan kerja, pengentasan kemiskinan dan mendukung Indonesia pertumbuhan rendah karbon," ujarnya.
Direktur PT Astra Otoparts Ronny Kusgianta menjelaskan, pihaknya berkomitmen untuk beroperasi secara berkelanjutan. Salah satu langkah yang dilakukan adalah dengan menerapkan pengelolaan sampah dan limbah. "Kami menerapkan circular economy dalam pengelolaan sampah dan limbah," katanya.
(poe)