OJK Memaparkan Dampak Tarif Trump ke PDB Indonesia

1 day ago 3

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengatakan dampak kebijakan tarif resiprokal atau tarif timbal balik impor yang ditetapkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump tidak terlalu besar bagi Indonesia. Dia menyebut potensi risikonya kepada perekonomian nasional dan sektor keuangan lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain.

“Kalau dilihat dari besaran sektor perekonomian Indonesia atau PDB (produk domestik bruto), biasanya diukur dengan rasio antara ekspor ditambah impor terhadap PDB nasional. Kalau untuk Indonesia itu ada di kisaran 36-38 persen,” kata Mahendra dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan OJK Maret 2025, Jumat, 11 April 2025. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia menyebut, angka itu secara nilai besar, tetapi jauh lebih kecil dibandingkan dengan negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara. Dia memberi contoh, sumbangsih ekspor dan impor Singapura terhadap PDB sebesar 30 persen, Malaysia 125 persen, Filipina 150 persen, serta Filipina dan Vietnam sekitar 90-100 persen. 

“Artinya, exposure dari perekonomian Indonesia daripada internasional itu relatif tidak tinggi atau jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara lain. Dari nilai ekspor Indonesia yang berada di kasaran 250 miliar dolar AS itu, ekspor Indonesia ke Amerika Serikat kisarannya 10 persen,” ucap Mahendra. 

Dia menjelaskan, dari angka 10 persen itu, aktivitas ekspor-Impor Indonesia ke Amerika Serikat hanya berkontribusi sekitar 35 persen dari total keseluruhan. Dengan kata lain, lanjut dia, hanya ada 4-5 persen sektor ekonomi domestik yang akan terpengaruh tarif Trump. 

“Ekspor ke Amerika hanya beberapa komoditas tertentu saja yang sangat sensitif terhadap itu (tarif Trump). Maka, net-nya itu ada di kisaran kurang dari 1 persen (terhadap PDB), dampaknya,” ujar Mahendra. 

Dia menuturkan, perhitungan itu muncul apabila tarif resiprokal sebesar 32 persen benar-benar direalisasikan. Namun, menurut dia, karena Trump memutuskan untuk menunda kebijakan selama 90 hari dan mengenakan tarif impor sebesar 10 persen untuk tiga bulan ke depan, pemerintah memiliki waktu untuk melakukan berbagai langkah-langkah mitigasi. 

“Ada kesempatan untuk negosiasi, dalam konteks itu OJK tentu mendukung penuh langkah yang diambil pemerintah untuk melakukan negosiasi, tidak melakukan retaliasi atau balasan terhadap penetapan tarif itu. Karena, dengan begitu, kedua pihak bisa mencari formula yang saling menguntungkan,” kata Mahendra. 

Dia pun menyarankan, selama masa penundaan penerapan tarif Trump, pemerintah bisa menyeimbangkan neraca perdagangan Indonesia yang surplus tinggi. Dia mengungkapkan bahwa langkah diversifikasi tujuan ekspor juga menjadi salah satu strategi yang bisa dipertimbangkan. 

“Kami secara proaktif menindaklanjuti juga arahan dari Bapak Presiden (Prabowo Subianto) pada sarasehan ekonomi yang dilakukan awal minggu ini, untuk melakukan pembahasan bersama dengan kementerian dan lembaga kepada industri maupun sektor-sektor yang terkena dampak dari kebijakan tarif resiprokal itu,” ucap Mahendra.

Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |