TEMPO.CO, Jakarta - Seorang dokter residen dari Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran (Unpad) berinisial PAP, 31 tahun, ditahan Polda Jawa Barat atas dugaan kekerasan seksual terhadap keluarga pasien di Rumah Sakit Unggulan Nasional (RSUP) Hasan Sadikin, Bandung.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Jabar Komisaris Besar Surawan mengatakan penahanan sudah dilakukan sejak 23 Maret 2025. Kasus tersebut kini sedang berada dalam tahap penyidikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Tersangka sudah ditangkap dan ditahan tanggal 23 Maret, saat ini masih proses sidik,” kata Surawan lewat pesan singkat ketika dihubungi pada Rabu, 9 April 2025.
Melansir dari Antara, sebelumnya Surawan menyebutkan bahwa semua proses hukum terkait kasus tersebut sudah berlangsung secara lengkap. Pihaknya juga menemukan beberapa barang bukti seperti obat bius dan kondom.
Kronologi Terungkapkan Kasus
Kasus dugaan pelecehan seksual oleh dokter residen PPDS Unpad ini terungkap setelah sebuah akun Instagram tentang PPDS, @ppdsgramm, mengunggah tangkapan layar berisi informasi terkait kasus tersebut.
“Assalamualaikum dok, izin saya mendapat informasi bahwa ada 2 Residen Anestesi PPDS FK ***** melakukan pemerkosaan kepada penunggu pasien dengan menggunakan obat bius. (Terdapat bukti CCTV lengkap). Keluarga pasien menuntut secara hukum kepada 2 Residen, dan *****,” bunyi tangkapan layar tersebut, dikutip Tempo pada Rabu, 9 April 2025.
Tangkapan layar tersebut lalu dibagikan ulang di media sosial X oleh akun @txtdarijasputih. Unggahan itu pun viral dan mendapat sorotan dari pengguna media sosial, dengan lebih dari 4,7 juta tayangan, 19 ribu kutipan, dan 89 ribu suka hingga Rabu pukul 14.45 WIB.
Akun X itu kemudian membagikan ulang kronologi kasus tersebut berdasarkan pesan yang dikirim kepada Instagram @ppdsgramm. Dalam unggahan itu, disebutkan bahwa ada pasien yang dirawat di ICU dan ditemani oleh anak perempuannya. Setelah pasien melakukan operasi dan membutuhkan darah, pelaku disebut menawarkan crossmatch (pemeriksaan kecocokan darah) kepada anak pasien dengan iming-iming proses lebih cepat.
“Dibawalah pasien ke gedung MCHC lantai 7. Which is gedung baru. lantai 7 nya masih kosong,” tulis tangkapan layar dari unggahan itu. Di lantai 7, korban disebut diminta ganti baju memakai baju pasien dan dipasangkan akses IV dengan zat midazolam. Setelah itu, pelecehan seksual pun terjadi sekitar tengah malam.
Pelaku sempat menunggu korban hingga sadar. Korban baru sadar sekitar pukul 4 atau 5 pagi dan terlihat sempoyongan saat berjalan di lorong lantai 7. Setelah itu, korban mengeluh sakit tidak hanya pada tangan, tapi juga pada bagian vitalnya. Ia lalu meminta visum kepada dokter spesialis obstetri dan ginekologi.
Dari hasil visum itu, diketahui ada bekas sperma. Tak hanya tiu, bekas sperma juga kemudian diketahui bercecer di lantai MCHC lantai 7. “Besoknya MCHC 7 dipasang police line (garis polisi).”
Kasus ini terungkap di media sosial setelah keluarga korban mengirimkan pesan kepada akun PPDS, yang kemudian viral dan dibagikan ulang oleh sejumlah akun lain di X dan Instagram. Kasus ini juga mendapat sorotan dari dokter gigi sekaligus penggiat media sosial Mirza Mangku Anom.
Sementara itu, Unpad dan RSUP Hasan Sadikin atau RSHS Bandung mengatakan telah menerima laporan kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Unpad. Menurut keterangan resmi, kekerasan dilakukan terhadap seorang anggota keluarga pasien yang terjadi pada pertengahan Maret 2025 di area rumah sakit.
Dalam keterangannya, Unpad telah memberhentikan tersangka berinisial PAP dari program PPDS. Sanksi ini dijatuhkan oleh Unpad sebab tersangka merupakan peserta PPDS yang dititipkan pihak universitas di RSHS dan bukan karyawan RSHS.
“Karena telah melakukan pelanggaran etik profesi berat dan pelanggaran disiplin, yang tidak hanya mencoreng nama baik institusi dan profesi kedokteran, tetapi juga telah melanggar norma-norma hukum yang berlaku,” ucap pihak Unpad dalam keterangan resminya, Rabu, 9 April 2025.
Unpad dan RSHS juga mengecam tindakan pelecehan seksual tersebut. Keduanya berkomitmen mengawal proses pengusutan tindakan PAP dengan “tegas, adil, dan transparan”, serta memastikan keadilan bagi korban dan keluarga.
Selain itu, Unpad dan RSHS mengatakan telah memberi pendampingan kepada korban dalam proses pelaporan ke Polda Jabar. “Saat ini, korban sudah mendapatkan pendampingan dari Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polda Jabar. Unpad dan RSHS sepenuhnya mendukung proses penyelidikan Polda Jabar,” kata Unpad dan RSHS dalam rilis pers bersama, Rabu.
Nabiila Azzahra dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.