8000 Hoki Online Platform server Slots Maxwin Malaysia Terbaru Gampang Lancar Jackpot Non Stop
hokikilat.com Top ID web Slots Maxwin China Terbaik Mudah Lancar Win Setiap Hari
1000 hoki Login website Slots Gacor China Terbaik Pasti Menang Full Online
5000 Hoki Online Data ID situs Slot Maxwin Thailand Terpercaya Gampang Jackpot Full Setiap Hari
7000 hoki Situs web Slot Maxwin Cambodia Terbaik Pasti Lancar Win Banyak
9000 Hoki Online List Akun web Slot Maxwin Indonesia Terbaik Sering Scatter Non Stop
List Situs games Slots Maxwin server Japan Terbaik Mudah Jackpot Full Terus
Idagent138 Daftar Akun Slot
Luckygaming138 Akun Slot Game Online
Adugaming login Id Slot Gacor Terbaik
kiss69 Daftar Id Slot Anti Rungkad
Agent188 Daftar Akun Slot Gacor
Moto128 Daftar Slot Anti Rungkat Terbaik
Betplay138 login Slot Terpercaya
Letsbet77 Akun Slot Gacor
Portbet88 Akun Slot Anti Rungkat
Jfgaming Akun Slot Game Terpercaya
Mg138 Id Slot Gacor Terbaik
Adagaming168 Daftar Slot Anti Rungkad Terbaik
Kingbet189 login Akun Slot Game
Summer138 Slot Maxwin Terpercaya
Evorabid77 Daftar Slot Anti Rungkad Terbaik
TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebut ada selisih uang yang diterima tersangka dalam kasus suap putusan lepas (onslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Melansir dari Antara, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar menyampaikan bahwa hasil pemeriksaan mengungkap adanya pemberian uang sebesar Rp 60 miliar dari tersangka Ariyanto (AR), seorang advokat yang mewakili korporasi terdakwa, kepada Muhammad Arif Nuryanta (MAN), yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Uang tersebut diduga untuk mempengaruhi putusan lepas (onslag) dalam perkara korupsi izin ekspor minyak goreng. Dari jumlah tersebut, tiga hakim lain yang juga menjadi tersangka, yaitu Djuyamto (DJU), Agam Syarif Baharuddin (ASB), dan Ali Muhtarom (AM), diketahui hanya menerima total Rp 22,5 miliar sebagai bagian dari suap tersebut. Sementara itu, Wahyu Gunawan (WG), panitera muda perdata PN Jakarta Utara, yang bertindak sebagai perantara antara Arif dan Ariyanto, memperoleh bagian sebesar 50.000 dolar AS dari Arif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari fakta-fakta tersebut, kata Harli, diketahui bahwa terdapat selisih antara uang yang diterima tersangka Arif dari Ariyanto, dengan yang diterima oleh tiga hakim dan Wahyu Gunawan. Oleh karena itu, Kejaksaan Agung akan mendalami sisa uang sekitar Rp 37,5 miliar tersebut, apakah dinikmati oleh Arif sendiri atau ada pihak lain yang menerima aliran dana suap itu.
“Soal bagaimana alirannya, apakah memang benar diterima Rp 60 miliar atau tidak? Kalau benar diterima Rp60 miliar, ini ke mana? Tentu keterangan-keterangan dari para tersangka ini sangat dibutuhkan untuk memastikan aliran itu,” ujar Harli di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa, 15 April 2025, dikutip dari Antara.
Ia mengatakan penyidik Kejagung telah kembali memeriksa tersangka Wahyu untuk mendalami perannya sebagai perantara antara tersangka Ariyanto dan Arif. “Penyidik hari-hari ini melakukan pemanggilan terhadap para tersangka yang tentu juga sebagai saksi,” ucapnya.
Aliran Dana Suap Hakim di Penanganan Korupsi CPO
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar sebelumnya mengungkapkan bahwa dugaan suap dalam putusan lepas perkara korupsi crude palm oil (CPO) atau minyak goreng ini berawal dari tawaran Ariyanto melalui Wahyu Gunawan untuk mengatur sidang korupsi minyak goreng yang melibatkan tiga perusahaan sawit, PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
Ariyanto menawarkan imbalan penanganan kasus sebesar Rp 20 miliar. Wahyu lalu menyampaikan tawaran itu kepada Arif Nuryanta yang kemudian meminta jumlahnya dikalikan tiga menjadi Rp 60 miliar. Mendapat kabar dari Wahyu, Ariyanto setuju dengan tarif yang diminta Arif.
Ariyanto kemudian memberikan uang dalam pecahan dolar Amerika Serikat senilai Rp 60 miliar kepada Wahyu untuk diteruskan kepada Arif Nuryanta. Wahyu, menurut Qohar, mendapat imbalan senilai 50 ribu dolar Amerika sebagai perantara.
Setelah menerima uang itu, Arif menunjuk majelis hakim yang terdiri dari Djuyamto sebagai ketua majelis, Agam Syarif Baharuddin sebagai anggota majelis, dan Ali Muhtarom sebagai hakim ad hoc. Setelah terbit surat penetapan sidang, Arif Nuryanta memanggil Djuyatmo dan Agam Syarif untuk memberikan uang pecahan dolar senilai Rp 4,5 miliar. Arif menyebut uang itu dengan kode uang baca berkas. Uang tersebut kemudian oleh Djuyatmo dibagikan kepada Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom.
Beberapa waktu kemudian, Arif kembali memberikan uang dalam mata uang dolar AS senilai Rp 18 miliar kepada Djuyatmo. Oleh Djuyamto, uang dolar AS tersebut dibagi kepada anggota majelis hakim yang jika dirupiahkan untuk Agam Syarif Baharuddin sebesar Rp 4,5 miliar, untuk Ali Muhtarom sebesar Rp 5 miliar, serta dirinya Rp 6,5 miliar. Total uang yang dibagikan Arif Nuryanta kepada ketiga hakim senilai Rp 22,5 miliar. Untuk sisa uang suap senilai Rp 37,5 miliar, Kejaksaan Agung masih mendalami aliran dana tersebut.
Jihan Ristiyanti dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.