loading...
Masnia Ahmad, Dosen Administrasi dan Kebijakan Publik Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta. Foto/Istimewa
Masnia Ahmad
Dosen Administrasi dan Kebijakan Publik Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
MASYARAKAT Provinsi Maluku Utara sedang memantapkan hati untuk memilih gubernur dan wakil gubernur mereka pada 27 November 2024. Dalam rangka meyakinkan masyarakat untuk menentukan pilihan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Maluku Utara memberikan kesempatan kepada setiap pasangan calon untuk beradu gagasan tentang pembangunan daerah lima tahun ke depan, melalui skema Debat Kandidat Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Utara.
Debat kandidat ini dilakukan secara bertahap, dengan tema tertentu yang telah ditentukan oleh penyelenggara pilkada. Kampanye dalam bentuk debat kandidat ini sudah melewati tahap pertama pada 12 November 2024, kemudian tahap kedua akan dilaksanakan pada 19 November 2024. Pada perhelatan debat pertama, topik yang diangkat yaitu “Penguatan Daya Saing Ekonomi Daerah Melalui Pengembangan Sosial Budaya”.
Sub tema dalam debat tersebut terdiri dari: 1. Pembangunan pariwisata berkelanjutan berbasis kearifan lokal dan teknologi informasi; 2. Peningkatan daya saing UMKM dan produk unggulan lokal serta pemberdayaan ekonomi kecil; 3. Stabilitas harga pangan, tata niaga komoditas perikanan dan perkebunan serta penyerapan tenaga kerja lokal kawasan industri pertambangan; 4. Pemberdayaan komunitas adat dan perlindungan hak masyarakat lokal; 5. Pemberdayaan perempuan, perlindungan anak dan kaum disabilitas; 6. Peningkatan kualitas SDM yang berdaya saing melalui pendidikan dan layanan kesehatan.
Ketika kita menelisik mendalam terhadap pandangan yang disampaikan para kandidat pada debat-debat sebelumnya, di sana bahkan bisa dikatakan nihil pembahasan tentang isu kekerasan terhadap perempuan dan anak. Kalaupun ada yang menyinggung hanya sebatas menyebutkan saja, alias tidak ada pendalaman komprehensif tentang perlindungan anak dan perempuan di Provinsi Maluku Utara pada waktu mendatang. Hal ini cukup mengkhawatirkan, mengingat berbicara tentang keadilan demografi termasuk gender, hal mendasarnya saja tidak begitu disoroti.
Merujuk pada data Simfoni Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang dihimpun dari berbagai sumber, menunjukkan bahwa jumlah kasus kekerasan terhadap anak meningkat dari 167 kasus pada 2021 menjadi 237 kasus pada 2023. Secara keseluruhan, tercatat 640 kasus kekerasan terhadap anak dalam periode tersebut, dengan anak perempuan sebagai korban terbanyak, yakni 604 kasus.
Sedangkan rentang waktu dari Januari sampai pada November 2023, menurut data Simfoni, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak meningkat signifikan, di mana tercatat 370 kasus dengan korban perempuan 183 orang dan korban anak 285 orang. Artinya tingkat kekerasan terhadap perempuan dan anak di Provinsi Maluku Utara masih cukup tinggi. Angka tersebut perlu ditekan, diminimalisir, yang tentu menjadi tanggung jawab besar di tangan gubernur dan wakil gubernur lima tahun mendatang.
Perlindungan terhadap perempuan dan anak merupakan satu langkah nyata dalam penegakan hukum dan HAM di Maluku Utara. Oleh karena itu, dipandang perlu agar setiap kandidat merumuskan langkah-langkah strategis dalam mengantisipasi adanya pelanggaran terhadap kedua golongan rentan tersebut, serta upaya-upaya penyelesaian berkeadilan yang didasarkan pada peraturan yang berlaku di wilayah Indonesia.
Langkah strategis yang dirumuskan diharapkan diperjelas secara taktis lewat program kerja tertentu, bahkan harus dijadikan juga sebagai program kerja unggulan. Sebagai pembanding misalnya, Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto memiliki perhatian penuh terhadap pembangunan SDM Indonesia, dan golongan yang beliau fokuskan dalam masa kepemimpinanya yaitu anak-anak.
Dalam hemat saya, pemerintah Maluku Utara lima tahun mendatang juga bisa mengadopsi hal yang sama, dalam ranah menciptakan keamanan dan kenyamanan terhadap perempuan dan anak. Apabila perempuan sudah aman dan nyaman, mereka akan berkontribusi baik sebagai pekerja, ibu rumah tangga, wirausaha, dan bidang mata pencaharian lainya. Apabila anak sudah aman dan nyaman, masa depan Maluku Utara akan baik-baik saja, karena ia akan belajar, bermain, bermimpi dengan sebegitu aman dan nyaman tanpa gangguan psikis dan traumatik.
Di lain sisi, setiap pembangunan multidiensional pada sub tema debat tentu memiliki irisan yang erat dengan perempuan dan anak. Sebagai contoh, pelaku UMKM tentunya terdiri dari perempuan, produk unggulan lokal tentu digerakan oleh perempuan, peningkatan SDM tentu harus memperhatikan kondisi anak dari berbagai arah. Kemudian persoalan digitalisasi dalam menopang perekonomian, ini memerlukan pelatihan khusus yang ditujukan kepada masyarakat, termasuk perempuan.
Digitalisasi ini pun memiliki aspek lain yang merugikan, dan umumnya korbanya adalah perempuan dan anak. Sehingga sebelum kita berbicara jauh tentang semua upaya yang ingin dilakukan, hal paling sederhana bahwa perempuan dan anak harus mendapatkan rasa aman dan rasa nyaman terlebih dahulu. Beralih pada debat kandidat edisi kedua yang akan dilaksanakan, tema yang diusung KPU Maluku Utara yaitu “Pengembangan Infrastruktur Wilayah, Pelestarian Lingkungan Hidup dan Mitigasi Bencana”.
Tajuk dalam debat tersebut tentu jauh dari wacana perempuan dan anak yang diharapkan dikupas tuntas pada debat kandidat edisi pertama. Namun bagaimanapun itu, hak perempuan dan anak ini adalah tanggung jawab bersama, perlu digaungkan secara terus-menerus hingga memperoleh kedudukan strategis dalam pembangunan Provinsi Maluku Utara lima tahun yang akan datang.
(rca)