Foto udara pekerja mengoperasikan ekskavator untuk meratakan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipeucang, Tangerang Selatan, Banten, Senin (6/10/2025). Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) memberi waktu hingga Desember 2025 bagi Pemerintah Kota Tangerang Selatan untuk menuntaskan permasalahan pengelolaan sampah TPA Cipeucang akibat praktik open dumping atau pembuangan sampah terbuka yang melanggar aturan pengelolaan lingkungan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq menilai temuan mikroplastik dalam air hujan di Jakarta menjadi alarm serius bagi penanganan sampah nasional, terutama praktik penumpukan di tempat pemrosesan akhir (TPA) terbuka atau open dumping.
“Ya bagaimana tidak ada mikroplastik kalau sampahnya ditumpuk semua. Yang (TPA) Bantargebang saja pasti mengontribusi mikroplastik cukup besar,” kata Menteri LH/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Hanif Faisol Nurofiq usai Refleksi Satu Tahun KLH/BPLH di Jakarta, Senin (20/10/2025).
Hanif menegaskan, temuan mikroplastik tidak mengejutkan karena sebagian besar TPA di Indonesia masih menimbun sampah tanpa pengolahan lanjutan. “Dengan sampah yang menumpuk kena hujan, kena air, kena panas, pasti akan menimbulkan mikroplastik,” ujarnya.
Ia menjelaskan, pemerintah telah memulai langkah transformasi pengelolaan TPA dari sistem open dumping ke sanitary landfill yang menutup timbunan sampah dengan tanah dan lapisan lempung. Sistem ini dilengkapi pipa untuk menyalurkan gas metana dan mencegah rembesan air lindi ke lingkungan.
Penataan itu, kata Hanif, diharapkan bisa menekan penyebaran mikroplastik dibandingkan membiarkan sampah menumpuk terbuka. “Makanya sejak menjabat Pak Presiden minta TPA ditertibkan, ya kita sudah tertibkan, hampir seluruh kabupaten/kota sudah melakukan itu. Kecuali yang gede-gede seperti Bantargebang ini kayaknya agak susah menutupinya,” ujar Hanif.
Sebelumnya, Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Muhammad Reza Cordova mengungkapkan temuan partikel mikroplastik dalam air hujan yang turun di wilayah Jakarta. Riset yang dilakukan sejak 2022 menunjukkan mikroplastik terbentuk dari degradasi limbah plastik yang menyebar melalui udara.
Reza menyebut, mikroplastik itu berasal dari serat sintetis pakaian, debu kendaraan dan ban, sisa pembakaran sampah plastik, serta degradasi plastik di ruang terbuka.
Mayoritas berbentuk serat sintetis dan fragmen kecil polimer seperti poliester, nilon, polietilena, polipropilena, hingga polibutadiena dari ban kendaraan. Rata-rata ditemukan sekitar 15 partikel mikroplastik per meter persegi per hari pada sampel hujan di kawasan pesisir Jakarta.
sumber : Antara