Kata Psikolog Soal Bahaya Bullying Verbal di Medsos, Jangan Anggap Remeh

3 hours ago 2

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahasiswa Universitas Udayana, Timothy Anugerah Saputra, mengakhiri hidupnya dengan melompat dari lantai dua gedung kampus diduga karena sering di-bully. Mirisnya, setelah kematian Timothy, banyak mahasiswa yang menuliskan komentar keji dan mengejek korban dalam grup WhatsApp angkatan.

Sejumlah potongan chat yang tersebar di media sosial menunjukkan betapa nasib tragis Timothy hanya dijadikan bahan bercandaan oleh mereka. Beberapa komentar tersebut antara lain, "Nanggung banget kalau bunuh diri dari lantai 2 yak", "Mati ga", "Mentalnya nggak kuat kalau dari lantai 4", "Badan gorbon gitu mau diangkat, mandiri dikit," dan "Nahan tawa gw j*r wkwkwk".

Menanggapi hal ini, psikolog Tika Bisono menegaskan bahwa perundungan verbal sama berbahayanya dengan bentuk perundungan lainnya. Bahkan di era media sosial saat ini, bullying verbal dapat memberikan dampak yang lebih negatif karena semakin mudahnya orang berkomentar secara bebas.

"Adanya media sosial membuat orang semakin mudah untuk berkomentar. Dalam kasus ini, saya melihat banyak pelaku bully mungkin tidak benar-benar mengenal korban dan hanya sekadar ingin berkomentar saja. Namun, tanpa disadari, dampaknya sangat besar," kata Tika saat dihubungi Republika.co.id, Senin (20/10/2025).

Tika juga menjelaskan individu yang sering mem-bully atau menulis komentar negatif terhadap orang lain mungkin sedang menghadapi masalah pribadi yang tersembunyi. Mereka marah terhadap sesuatu, tetapi tidak mampu meluapkan kemarahannya secara langsung sehingga emosi tersebut dialihkan kepada orang lain.

"Ini termasuk defense mechanism atau mekanisme pertahanan diri. Mereka memproyeksikan kemarahan ke hal lain yang sebenarnya bukan target sebenarnya. Jadi korban seperti Timothy itu hanya jadi tempat pelampiasan," kata dia.

Tika mengingatkan perundungan verbal bukan hal yang bisa dianggap remeh. Jika perundungan tersebut berlangsung secara konsisten dan bersifat personal, dampaknya bisa sangat buruk bagi korban.

"Jika sudah seperti itu, korban berisiko mengalami gangguan psikologis yang serius. Oleh karena itu, sebelum kondisi semakin memburuk, korban harus segera melapor, misalnya ke Satgas kampus," kata Tika.

Tika juga menekankan pentingnya peran orang tua dalam mempersiapkan mental anak agar menjadi pribadi yang tangguh dan tidak mudah terpengaruh persekusi atau bully. Caranya bisa dengan menumbuhkan rasa percaya diri dan komunikasi sedari dini.

"Kalau anak kita terlihat kuat dan tangguh, pelaku bullying pun akan kesal karena kata-katanya tidak mempan. Ini proses panjang yang harus disiapkan oleh orang tua," ujar Tika.

Terkait kasus Timothy, Tika menilai perlu ada investigasi mendalam apakah sebelumnya korban mengalami masalah psikologis yang tidak tertangani. "Kalau memang ada masalah psikologis serius sejak SMA dan penanganannya tidak maksimal, ini yang membuat anak rentan. Apalagi jika dia kuliah jauh dari keluarga tanpa pendampingan," kata dia.

Tika juga menyerukan agar Universitas Udayana bertindak tegas kepada pelaku bullying dengan memanggil dan memberikan sanksi. "Kampus tidak boleh lepas tangan. Kalau sudah terbukti melakukan bullying, harus dipanggil dan diberikan sanksi tegas agar kasus seperti ini tidak terulang," ujar Tika.

Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |