Satu Tahun Prabowo Gibran, Komitmen Iklim Menguat dan Transisi Energi Dipercepat

4 hours ago 2

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintahan Presiden Prabowo – Gibran memasuki 1 tahun pertamanya sejak dilantik 20 Oktober lalu. Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno menyampaikan penilaian setahun Prabowo – Gibran ini dengan satu kata yakni Optimis!

“Bagi saya setahun pemerintahan Presiden Prabowo ini memberikan optimisme dengan berbagai kebijakan yang berpihak kepada rakyat, langsung menyentuh kebutuhan masyarakat miskin dan yang paling penting adalah konsisten bahwa no one is left behind tidak ada yang ditinggalkan dalam kebijakan ekonominya,” kata Eddy.

Eddy menjelaskan, komitmen no one is left behind juga diwujudkan Presiden Prabowo dalam upaya menghadapi ancaman krisis iklim dan upaya mempercepat NZE sebelum target yang sudah ditetapkan di tahun 2060.

“Di tengah dinamika politik global yang dipenuhi dengan narasi perubahan iklim adalah hoax oleh Donald Trump, Presiden Prabowo tampil memberikan perspektif lain tentang dampak krisis iklim yang justru merugikan masyarakat miskin dan berdampak pada menurunnya produktivitas ekonomi,”

“Ini menunjukkan komitmen Presiden Prabowo bahwa bahkan dalam menghadapi ancaman krisis iklim maka prioritas perlindungan seharusnya diberikan kepada yang lemah dan paling rentan terancam yakni masyarakat miskin,” lanjutnya.

Menurut Doktor Ilmu Politik UI ini, komitmen iklim Presiden Prabowo dibuktikan salah satunya dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034 yang berfokus pada pengembangan energi terbarukan.

“Di sidang umum PBB Presiden Prabowo sampaikan mulai tahun depan, sebagian besar tambahan kapasitas pembangkit listrik akan berasal dari energi terbaruka. Hal ini dibuktikan dengan dalam RUPTL dengan membangun 69,5 GW kapasitas listrik baru di mana 76% berasal dari sumber energi baru dan terbarukan (EBET),” kata Eddy.

Eddy menggarisbawahi bahwa membangun sumber-sumber EBET sebesar 28 GW sampai tahun 2029, disusul 41,6 GW dari tahun 2030 sampai 2034 membutuhkan dukungan perencanaan, teknologi dan finansial, serta koordinasi yang sinergis antar seluruh pemangku kebijakan.

“Kami berharap komitmen Presiden Prabowo yang tegas untuk menghadapi ancaman krisis iklim dan mempercepat transisi energi diikuti dengan langkah dan kebijakan yang signifikan dari pembantu presiden di bidang yang berkaitan,” ungkapnya.

Waketum PAN ini meyakini ada beberapa keuntungan besar yang diperoleh Indonesia ketika melakukan transisi energi, selain mencegah dampak buruk terhadap lingkungan, yakni mengurangi ketergantungan pada impor energi, seperti LPG, bahan bakar minyak, solar, dan minyak tanah, serta penyerapan tenaga kerja yang cukup besar (Green Jobs).

“Kebijakan ini sejalan dengan komitmen Presiden bahwa upaya menghadapi ancaman krisis iklim dan mempercepat transisi energi bertujuan untuk mengangkat seluruh warga negara keluar dari kemiskinan dan menjadikan Indonesia pusat solusi ketahanan pangan, energi, dan air,” tutupnya.

Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |