TEMPO.CO, Jakarta - Proses Seleksi Penerimaan Murid Didik Baru (SPMB) tahun ajaran 2025/2026 akan dilaksanakan pada pertengahan tahun. Proses ini akan menentukan siapa saja yang berhak mendaftar dan diterima di sekolah negeri, baik jenjang SD SMP atau SMA/SMK.
Dalam pelaksanaannya, Dosen Prodi Pendidikan Luar Biasa dari Universitas Negeri Padang sekaligus Peneliti Pendidikan Inklusif dari Australia-Indonesia Disability Research and Advocacy Network (AIDRAN) Antoni Tsaputra menekankan agar pemerintah memerhatikan seluruh siswa tanpa terkecuali, termasuk siswa dengan disabilitas melalui sistem pendidikan inklusif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Dalam konteks Indonesia, label sekolah inklusi dan kebijakan yang menyertai seringkali menjadi satu-satunya pengenal adanya upaya menerima peserta didik dengan disabilitas di sekolah umum," kata Antoni, Ahad, 20 April 2025.
Menurut Antoni, seharusnya label inklusi dapat terwujud sebagai sebuah nilai filosofis yang menjadi arus utama dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. "Inklusi harusnya tidak dipahami sebatas kebijakan penerimaan siswa disabilitas di sekolah umum," kata dia.
Kendati demikian, menurut Antoni, menghapus label kebijakan inklusi di dunia pendidikan tanpa memastikan prinsip inklusi secara fungsional telah dipenuhi, dapat memperburuk eksklusi. "Menghapus label tanpa memperkuat sistem monitoring dan evaluasi inklusi justru membuka peluang window dressing(kesempatan yang dimanfaatkan sekolah umum untuk membuat portofolio tampak lebih inklusif)," ujarnya.
Sebab, sekolah umum dapat saja mengklaim telah menerapkan prinsip inklusi meskipun telah terjadi penolakan secara halus terhadap penerimaan siswa disabilitas. Misalnya lewat asesmen kesiapan yang bias.
Antoni menegaskan inklusi harus dilihat sebagai kombinasi dari nilai (equity), struktur (hukum dan anggaran), praktik berupa pengajaran berdiferensiasi, keterlibatan keluarga, dan partisipasi organisasi penyandang disabilitas. "Menghilangkan satu elemen tanpa membenahi yang lain bisa kontra-produktif (hasilnya)," kata Antoni.
Dalam SPMB 2025, pemerintah telah menetapkan kuota khusus untuk disabilitas melalui jalur afirmasi. Jalur ini diperuntukkan untuk murid dengan disabilitas dan kurang mampu. Untuk jenjang SD, tersedia kuota 15 persen. Sedangkan untuk SMP dan SMA masing-masing 20 persen dan 30 persen.