REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Aksi demonstrasi serikat buruh menuntut penetapan upah minimun provinsi (UMP) 2026 yang digelar di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah (Jateng), Kota Semarang, berujung ricuh, Senin (8/12/2025). Ratusan buruh, yang kecewa karena UMP Jateng 2026 tak kunjung ditetapkan, mengoyak-ngoyak dan merobohkan pagar Kantor Gubernur Jateng.
Ratusan buruh yang berunjuk rasa di depan Kantor Gubernur Jateng berasal dari tiga serikat pekerja, yakni Serikat Pekerja Nasional (SPN), Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI), serta Federasi Serikat Buruh Garmen, Kerajinan, Tekstil, Kulit dan Sentra Industri (Garteks). Mereka memulai aksinya sekitar pukul 14:30 WIB.
Dalam aksi tersebut, massa menuntut kenaikan UMP Jateng sebesar 8,5 hingga 10 persen untuk 2026. Namun, mereka turut menyuarakan kekecewaan karena UMP 2026 tak kunjung ditetapkan. Padahal, biasanya UMP sudah ditetapkan pada November atau awal Desember.
Sekitar pukul 15:50 WIB, demonstrasi mulai memanas. Massa mengoyak-ngoyak pagar Kantor Gubernur Jateng, kemudian merobohkannya. Namun mereka tak menggeruduk masuk ke pelataran Kantor Gubernur Jateng. Puluhan aparat kepolisian tampak bersiaga di area pelataran, tak jauh dari gerbang utama.
Ketua DPD SPN Jateng, Maksuri, mengatakan, setiap tahun, menjelang penetapan UMP atau upah minimum kabupaten/kota (UMK), pemerintah seperti selalu berupaya "mengakali" kelompok buruh. Terkait hal ini, dia menyoroti UMP Jateng 2026 yang tak kunjung ditetapkan.
"Seharusnya UMP itu sudah ditetapkan pada bulan November. Tapi sampai hari ini, UMP dan UMSP (upah minimum sektoral provinsi) juga belum ditetapkan," ujar Maksuri.
Dia mengungkapkan, sebelumnya telah diumumkan bahwa UMP Jateng 2026 akan diketuk pada 1 Desember 2025. "Ini sudah lewat seminggu dari 1 Desember, belum juga ada penetapan," kata lelaki yang juga menjabat sebagai koordinator Gabungan Serikat Pekerja Jepara Raya (Gaspera).
Menurutnya, pemerintah terkesan mengulur-ngulur waktu untuk menetapkan UMP, khususnya UMP Jateng. "Karena ini waktu sudah mepet. Kalau (UMP) ditetapkan terlalu mepet, kami tidak bisa melakukan upaya-upaya negosiasi, upaya menerangkan, dan menyampaikan soal kebutuhan hidup layak," ucap Maksuri.
Dia mengatakan, jika kenaikan UMP ditetapkan terlalu dekat dengan pergantian tahun, kelompok buruh yang tidak puas pada akhirnya harus ke Mahkamah Konstitusi (MK) jika hendak menggugat. "Harusnya pemerintah itu meminimalisasi bagaimana agar tidak bertemu dengan buruh ke pengadilan," ujarnya.
"Buruh menilai, pemerintah ini sengaja mengulur-ngulur waktu untuk mengakal-ngakali kami kaum buruh," tambah Maksuri.
Maksuri mengungkapkan, sama seperti serikat atau aliansi buruh lain di Jateng, SPN, KSBSI, dan Garteks, menuntut kenaikan UMP 2026 sebesar 8,5-10 persen. "Kami menuntut kenaikan antara 8,5 hingga 10,5 persen," ucapnya.

2 hours ago
3











































