Menteri Pigai Setuju Sekolah Barak KDM, LBH Pendidikan Mengadu ke Komnas HAM

10 hours ago 1

TEMPO.CO, Jakarta - Kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang biasa dipanggil Kang Dedi Mulyadi atau KDM mengirimkan sisa 'bermasalah' ke pelatihan di barak militer menuai pro dan kontra. Sebagian mendukung langkah itu untuk mendisiplinkan anak didik, namun tidak sedikit juga yang menilainya tidak sesuai falsafah pendidikan dan melanggar hak asasi manusia (HAM).

Dedi buru-buru menghadap Menteri HAM Natalius Pigai di Jakarta, Kamis, 8 Mei 2025. Gayung pun bersambut, mantan anggota Komnas HAM itu menyebut pendidikan siswa bermasalah di barak militer bisa diterapkan di seluruh Indonesia, jika program yang dicanangkan Jawa Barat tersebut terbukti berhasil.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sementara Lembaga Bantuan Hukum Pendidikan Indonesia (LBH PI) menilai KDM berlebihan dan melanggar hak anak untuk mendapat pendidikan yang sesuai. Itu sebabnya mereka melaporkan KDM ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, ihwal kebijakan memberikan pendidikan masuk barak militer untuk siswa yang dianggap nakal.

Direktur Eksekutif LBH PI Rezekinta Sofrizal mengatakan program itu tak bertujuan untuk mendisiplinkan seorang anak.

"Falsafah pendidikan, bahwa anak itu untuk bisa lebih memanusiakan diri, menggali potensi dan bakatnya," ucap Rezekinta saat ditemui di Komnas HAM, Jakarta Pusat, Kamis, 8 Mei 2025.

Menurut dia, kebijakan yang dibuat Dedi mengirim anak ke barak militer itu juga tidak sesuai dengan regulasi di pendidikan. Rezekinta menyebut aturan ini yakni Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional atau UU Sisdiknas.

"Peran tanggung jawab masyarakat dan pemerintah daerah itu ada untuk dilibatkan mengarahkan hasil dari pendidikan itu sendiri," kata dia.

Rezekinta mempertanyakan alasan Gubernur Jawa Barat itu yang melibatkan TNI terhadap pendidikan anak sekolah. Seharusnya, kata dia, Dedi Mulyadi dapat memaksimalkan sejumlah aspek yang tertuang pada UU Sisdiknas, khususnya anak sekolah yang memiliki masalah tanpa melibatkan instansi militer.

"Kami dari LBH Pendidikan Indonesia menolak kebijakan tersebut. Tidak perlu institusi militer dilibatkan atas nama pendisiplinan peserta didik," ucap Rezekinta.

Komnas HAM Minta Dedi Tinjau Ulang

Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro meminta agar Dedi meninjau ulang program tersebut. “Sebetulnya itu bukan kewenangan TNI untuk melakukan edukasi, civic education,” kata Atnike usai acara di kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat, 2 Mei 2025.

Menurut dia, tidak ada permasalahan saat anak hanya pergi ke barak untuk pemahaman mengenai pendidikan karier tentara. Namun, kata Atnike, bila rencana membawa anak itu dalam konteks pendidikan militer, maka itu tidak tepat. “Keliru jika itu dalam bentuk hukuman. Itu proses di luar hukum, kalau tidak berdasarkan hukum pidana atau hukum pidana bagi anak di bawah umur,” kata dia.

Gagasan Dedi Mulyadi mengenai pendidikan karakter ala militer bagi siswa bermasalah mulai direalisasikan sejak Kamis, 1 Mei 2025. Purwakarta dan Bandung menjadi dua wilayah pertama yang menjalankan program pembinaan karakter semi-militer yang melibatkan TNI itu.

Dedi Mulyadi mengatakan kriteria anak yang disertakan dalam pendidikan semi-militer tersebut dimulai dari jenjang sekolah menengah pertama. Secara spesifik, anak-anak yang dikirim ke barak ialah yang perilakunya sudah mengarah pada tindakan kriminal dan yang orang tuanya sudah tidak memiliki kesanggupan untuk mendidik.

“Kriterianya itu adalah anak-anak yang sudah mengarah pada tindakan kriminal dan orang tuanya tidak punya kesanggupan untuk mendidik. Artinya bahwa yang diserahkan itu adalah siswa yang oleh orang tuanya di rumahnya sudah tidak mau lagi, tidak mampu lagi untuk mendidik. Jadi kalau orang tuanya tidak menyerahkan, kami tidak akan menerima,” kata dia pada Jumat, 2 Mei 2025.

Disarankan ke Menteri Pendidikan

Pigai, usai menerima kunjungan Dedi Mulyadi di Kantor Kementerian HAM, Jakarta,  juga mengaku akan menyarankan program tersebut kepada Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti.

“Kalau Jawa Barat sukses, maka sesuai kewenangan yang dimiliki oleh Kementerian HAM, akan menyampaikan kepada Menteri Pendidikan Nasional (Mendikdasmen, red.) untuk mengeluarkan peraturan supaya model ini bisa dilaksanakan secara masif di seluruh Indonesia,” kata dia.

Bagi Pigai, pendidikan siswa bermasalah di barak tidak melanggar HAM selama program tersebut dijalankan tanpa hukuman fisik. Menurut dia, mendapat pendidikan yang layak merupakan hak asasi sebagaimana diatur konstitusi.

Menteri HAM mengapresiasi program tersebut karena dinilai berorientasi pada peningkatan kualitas sumber daya manusia, utamanya terkait kedisiplinan, pengetahuan, mental, dan tanggung jawab siswa.

“Kalau variabel-variabel ini seirama, senasib, sejiwa dengan HAM, berarti tidak ada dong, tidak masuk ke wilayah-wilayah yang bertentangan dengan HAM,” ucapnya.

Di samping itu, Pigai juga memandang program pendidikan siswa di barak selaras dengan Astacita Presiden Prabowo Subianto. Sebab, kata dia, program ini dapat mempersiapkan generasi bangsa yang berkualitas demi mencapai visi Indonesia Emas 2045.

“[Kalau] karakternya tidak humanis, disiplinnya tidak tinggi, mentalnya tidak bagus, tidak produktif, tidak tanggung jawab, bagaimana kita mau go global (mendunia)? Bagaimana 2045 kita leading (memimpin) di dunia?” tutur dia seperti dikutip Antara.

Dedi mengaku programnya yang sudah berjalan ini tidak melanggar hak-hak anak. Justru, kata dia, pendidikan di barak dapat melatih disiplin siswa untuk menerima pelajaran secara baik.

“Kenapa? Karena selama ini mereka bolos. Mereka tidak pernah belajar, bangunnya rata-rata jam 10 siang. Kemudian, di barak itu mereka mendapat lingkungan yang baik. Karena selama ini mereka di rumahnya tidak mendapat lingkungan yang baik, di lingkungan sekolahnya tidak mendapat lingkungan yang baik, mereka menjadi anak jalanan,” ujarnya.

Dedi menambahkan, siswa yang dibawa ke barak merupakan atas dasar persetujuan orang tua. Di sana, mereka akan mendapatkan pendidikan selama lebih kurang 28 hari dengan turut didampingi oleh dokter, psikolog, dan guru mengaji.

Dia pun memastikan siswa-siswa tersebut tetap mendapatkan pendidikan formal. “Mereka mengikuti ujian dan pendidikan biasa. Mereka terkoneksi kepada sekolahnya dan tetap menjadi siswa,” ucapnya.

Lebih lanjut Dedi menyebut Kantor Wilayah Kementerian HAM Jawa Barat akan menjadi mitra dalam program ini. Selain mengajarkan pendidikan HAM, Kanwil Kementerian HAM juga ikut mengawasi demi memastikan tidak ada pelanggaran hak asasi yang terjadi.

Adapun Kepala Kanwil Kementerian HAM Jawa Barat Hasbullah Fudail membenarkan terkait ihwal ikut memantau jalannya pendidikan siswa bermasalah di barak TNI tersebut. Hasbullah menyebut pihaknya akan segera menurunkan tim.

“Secepatnya,” ucap Hasbullah ditemui pada kesempatan yang sama.

M RAIHAN MUZZAKI berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |