TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum terdakwa kasus kredit fiktif BRIguna yang melibatkan Pembantu Letnan Dua atau Pelda (Purn) Dwi Singgih Hartono, Bayu Wicaksono, mendorong majelis hakim dalam kasus tersebut agar menetapkan tersangka baru.
Bayu yang mewakili dua terdakwa lain yakni Rudi Hotma dan Heru Susanto yang merupakan Pimpinan BRI Cabang Menteng Kecil pada masa terjadinya pemalsuan data calon debitur menilai ada karyawan BRI lain yang punya peran meloloskan kredit fiktif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada sidang pekan lalu sudah mengusulkan kepada hakim untuk menambah tersangka. Sampai sekarang hakim belum mengeluarkan surat penetapan tersangka BRI yang baru,” kata Bayu kepada Tempo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis, 17 April 2025.
Bayu menilai, berdasarkan pemeriksaan terhadap delapan saksi pada Kamis, terlihat adanya pelanggaran prinsip kehati-hatian yang dilakukan oleh karyawan BRI. Dia mengatakan, setiap jenjang dalam cabang BRI perlu memiliki prinsi kehati-hatian dan menerapkan verifikasi sehingga tidak ada kredit fiktif yang dicairkan.
“Setiap jenjang di bank seharusnya menjadi pertanggung jawaban bersama,” kata dia.
Adapun, JPU pada sidang kredit fiktif, Juli Isnur, membuka peluang adanya penambahan tersangka dalam perkara ini. Menurut Juli, terdapat pelanggaran terhadap prinsip kehati-hatian yang dilakukan oleh karyawan BRI dalam proses pemalsuan data nasabah pemohon kredit BRIguna yang diajukan oleh Singgih.
Juli menjelaskan pelanggaran prinsip kehati-hatian tersebut tercermin pada kesaksian mantan Asisten Manajer Bisnis Mikro (AMBM) Kantor BRI Unit Menteng Kecil, Djainuddin dan Ni Putu Trisna Widiyanti yang dihadirkan dalam sidang pemeriksaan saksi minggu lalu, Kamis, 10 April 2025.
Menurut Juli, meski Djainuddin dan Ni Putu Trisna tidak bertanggungjawab melakukan verifikasi dan pengecekan lapangan terhadap data yang diajukan, mereka seharusnya memeriksa data nasabah dengan lebih hati-hati dan teliti sebelum memberikan persetujuan kredit. Sebab, kata Juli, dalam sidang pembuktian, ditemukan bahwa data-data pemohon kredit yang diajukan oleh Singgih merupakan nasabah baru BRI. Padahal, dokumen yang menjadi syarat pengajuan kredit di bank BUMN itu juga meliputi rekening koran tiga selama bulan sebelumnya serta bukti penggajian yang ditujukan ke BRI.
“Nah, ini dari awal mereka tidak pernah punya gaji di situ. Ketika uang mau cair baru mereka bikin rekening,” kata dia.
Berdasarkan temuan dalam sidang pemeriksaan saksi tersebut, Jaksa pun mengajukan saksi Djainuddin dan Ni Putu Trisna menjadi tersangka baru dalam perkara ini. Pengajuan tersebut disampaikan Juli kepada Majelis Hakim.
Juli mengatakan keputusan menjadikan saksi sebagai tersangka baru merupakan kewenangan Majelis Hakim. Oleh karena itu, dia dan Jaksa Penuntut Umum yang lain hanya bisa menunggu keputusan majelis tersebut. “Belum ada keputusan. Yang jelas kami sudah sampaikan pertimbangan kami,” ucap Juli.
Dalam sidang pemeriksaan sebelumnya, Djainudin, mengungkapkan alasannya meloloskan permohonan kredit yang diajukan oleh Dwi Singgih Hartono. Dia menyatakan hanya akan meloloskan permohonan kredit yang berkasnya telah lengkap.
“Ya karena data-datanya sudah lengkap,” ujar Djainudin dalam agenda sidang pemeriksaan saksi kasus dugaan korupsi kredit fiktif BRIguna di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, pada Kamis, 10 April 2025.
Dia mengatakan data-data nasabah pemohon kredit yang diajukan oleh Singgih merupakan nasabah lama di BRI, sehingga dia tidak menaruh kecurigaan sama sekali. “Kebetulan (yang mengajukan kredit) juga nasabah lama, bukan nasabah baru. Nasabah yang top up semua,” kata dia.
Djainudin menjelaskan proses verifikasi keaslian data bukanlah tanggung jawabnya sebagai Asisten Manajer Bisnis Mikro (AMBM) BRI. Verifikasi merupakan kewajiban dari pejabat pamrakarsa untuk melakukan pengecekan secara langsung. Dalam kasus kredit fiktif BRIguna di BRI Unit Menteng Kecil ini, terdakwa Nadia Sukmarina yang memiliki peran tersebut.
Adapun, Dwi Singgih Hartono didakwa telah memalsukan data pengajuan permohonan kredit BRIguna sejak 2016 hingga 2023, hingga merugikan negara kurang lebih Rp 64,74 miliar. Singgih memalsukan data orang-orang yang dia sebut sebagai anggota TNI AD di Bekang Kostrad Cibinong, Bogor, Jawa Barat untuk diajukan sebagai calon debitur BRIguna.
Kasus korupsi ini terjadi dalam dua perkara. Perkara pertama terjadi di BRI Unit Menteng Kecil dengan empat orang terdakwa. "Telah mengakibatkan kerugian negara cq PT BRI (Persero) Unit Menteng Kecil setidak-tidaknya sejumlah Rp 57.048.784.586, sesuai dengan LHAPKKN dari BPKP Nomor PE.03.03/SR/SP-1158/D5/02//2024 tanggal 24 Oktober 2024," ujar jaksa.
Dalam perkara ini, selain Singgih, ada tiga internal BRI yang terlibat dan turut didakwa. Pertama, Nadia Sukmarina yang merupakan karyawan BRI Cabang Menteng Kecil periode Januari 2022 sampai 2023.
Kedua, Rudi Hotma yang merupakan Kepala Unit BRI Cabang Menteng Kecil periode Desember 2019 sampai Januari 2022. Ketiga, Heru Susanto yang merupakan Kepala Unit BRI Cabang Menteng Kecil periode Januari 2022 sampai 2023.
Tindak pidana korupsi tersebut telah memperkaya Singgih sebear Rp 56,79 miliar, Nadia Sukmarina sebesar Rp 29,8 juta, Rudi sebesar Rp 65,5 juta, serta Heru Rp 26,5 juta. Selain itu, kredit fiktif itu juga menguntungkan almarhum Antonius HPP sebesar Rp 20 juta, Muyasir Rp 4 juta, saksi Wiwin Tinni Rp 1 juta, Maman Rp 53,5 juta, dan Sutrisno sebesar Rp 53,5 juta.
Oyuk Ivani Siagian berkontribusi dalam penulisan artikel ini.