Konsili Kesehatan: Jam Kerja Berlebih dan Bullying di Pendidikan Dokter Spesialis Bisa Picu Gangguan Jiwa

11 hours ago 4

TEMPO.CO, Jakarta - Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) memperingatkan potensi kekerasan struktural dalam sistem pendidikan dokter spesialis. Ketua KKI Arianti Anaya, menyatakan pihaknya telah menerima masukan soal beban kerja berlebihan dan dugaan bullying terhadap residen di rumah sakit pendidikan.

“Kalau mereka sudah jaga malam, besoknya jaga malam lagi, dua hari enggak tidur, itu juga bisa mengganggu depresi dan kesehatan jiwa mereka,” kata Arianti kepada awak media di kantornya, Jakarta, Kamis, 17 April 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia menyebut laporan-laporan tersebut telah diterima Kementerian Kesehatan. Menurut dia, pemerintah tengah mengevaluasi apakah pola kerja yang dialami para residen itu masuk dalam kategori pembulian. “Sekarang Kementerian Kesehatan sedang lakukan itu adalah bentuk-bentuk pembulian juga, supaya ini dihindari,” ujarnya.

KKI, lanjut Arianti, juga mendorong audit terhadap pelaksanaan pembagian tugas dalam pendidikan dokter. Arianti menuturkan, pihaknya siap ikut memantau jika diminta. “Kalau SOP terhadap pelaksanaan itu, nantinya Kementerian Kesehatan yang akan melakukan, tapi KKI tentu akan membantu, karena di sini ada kolegium,” kata dia.

Arianti menambahkan bahwa hingga saat ini belum ada laporan langsung dari dokter profesional ihwal gangguan kesehatan mental akibat beban kerja. Namun KKI mengingatkan fasilitas kesehatan wajib melapor jika tenaga medis menunjukkan tanda kelelahan berat atau kondisi yang bisa membahayakan pasien.

Respons KKI ini muncul setelah berbagai laporan tentang kekerasan dan eksploitasi dalam pendidikan kedokteran mencuat, salah satunya di Universitas Padjadjaran. Terlebih, seorang dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) anestesi dilaporkan atas dugaan kekerasan seksual dan telah dikeluarkan dari program pendidikan tersebut.

Selain itu, mahasiswa PPDS Unpad mengaku mengalami kelelahan ekstrem dan tekanan psikologis akibat jam kerja panjang dan tugas-tugas nonmedis yang tidak sesuai dengan standar pelatihan klinis. Salah satunya menyebut bekerja hingga 48 jam tanpa tidur.

Menanggapi kondisi ini, Wakil Rektor bidang Akademik dan Kemahasiswaan Unpad Rossie Hinduan, menyatakan kampus telah mengevaluasi bersama Direktur RSHS Bandung. “Kami sudah ketemu dengan mahasiswa PPDS. Kami meminta kepada mereka apa yang menjadi kendala mereka,” kata Rossie kepada Tempo saat dikonfirmasi Kamis, 17 April 2025. Ia menyebut, mahasiswa kini bisa melapor langsung lewat email yang disediakan Unpad.

Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |