Diskusi Tempo dalam Film Gowok: Kamasutra Jawa Karya Hanung Bramantyo

9 hours ago 3

TEMPO.CO, Jakarta - Film Gowok: Kamasutra Jawa garapan Hanung Bramantyo akan tayang di bioskop Indonesia pada 5 Juni 2025. Sebelumnya, film ini telah diputar di International Film Festival Rotterdam (IFFR) 2025. Untuk memperkenalkan film tersebut, Tempo mengadakan penayangan perdana sekaligus diskusi bersama Hanung Bramantyo di XXI Plaza Senayan, Jakarta Pusat, pada Kamis, 8 Mei 2025. 

Pilihan Editor: Jejak Panjang Karya Hanung Bramantyo

Inspirasi dari Tradisi Jawa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hanung Bramantyo menjelaskan bahwa film ini terinspirasi dari Serat Centhini, sebuah karya sastra Jawa yang membahas berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan seksual. “Karena film ini adalah tentang perempuan, sosoknya perempuan, tapi sebenarnya ini adalah film untuk laki-laki,” ujarnya dalam sesi diskusi. 

Ia menjelaskan bahwa film ini mengangkat tema pendidikan seksual dalam tradisi Jawa yang jarang dibicarakan di masyarakat. Sutradara kelahiran Yogyakarta, 1 Oktober 1975 itu menekankan bahwa drama dalam film ini tidak hanya menghibur, tapi juga memiliki dimensi thriller yang mengajak penonton berpikir.

Direktur PT Tempo Inti Media Tbk Budi Setyarso (kanan) bersama sutradara Hanung Bramantyo memberikan sambutan dalam sesi penayangan dan diskusi film Gowok: Kamasutra Jawa di XXI Plaza Senayan, Jakarta Pusat, 8 Mei 2025. Tempo/Martin Yogi

“Drama yang disajikan di sini memang harus lebih dari yang sekadar biasa kita tonton di streaming online. Karena itu butuh suatu hal yang thrilling, membuat berdebar-debar, sinema, experience,” ungkapnya. Hanung mengungkapkan bahwa pesan penting dari film ini adalah tentang bagaimana perempuan harus dihormati, terutama dalam konteks kehidupan rumah tangga dan hubungan seksual. 

“Perempuan itu harus diratukan. Karena perempuan itu kan yang menguasai wilayah domestik. Dia yang mengurus anak, dari bangun tidur sampai tidur lagi itu pekerjaannya lebih berat daripada laki-laki. Ketika di ranjang masih harus melayani, kayaknya enggak habis-habis,” tutur Hanung menambahkan.

Tempo sebagai Mitra Penayangan

Direktur PT Tempo Inti Media Tbk, Budi Setyarso, turut menyampaikan pandangannya tentang peran Tempo dalam penayangan perdana film ini. Budi mengakui bahwa banyak yang belum familiar dengan tradisi gowok, meskipun merupakan bagian dari budaya Jawa. "Saya yakin, sebagian mungkin suku Jawa, tapi tentang gowok itu pasti belum pernah dengar, apa sih itu gowok? Ketika dapat undangan langsung googling. Gowok ini apa sih? Saya kira ini satu kebudayaan Jawa lama," kata Budi.

Direktur PT Tempo Inti Media Tbk Budi Setyarso memberikan sambutan dalam sesi penayangan dan diskusi film Gowok: Kamasutra Jawa di XXI Plaza Senayan, Jakarta Pusat, 8 Mei 2025. Tempo/Martin Yogi

Ia merinci, kerja sama ini merupakan langkah awal Tempo masuk ke ranah produksi film. “Kami digandeng oleh Mas Hanung untuk membuat event sore hari ini sekaligus mengundang partner kami yang selama ini bekerja sama. Tempo sendiri, ini sekaligus pengumuman pertama yang resmi di sini, mudah-mudahan akan segera memproduksi film,” ungkapnya menambahkan.

Eksperimen Genre dan Tantangan Bahasa

Redaktur Tempo, Iwan Kurniawan, dalam diskusi usai penayangan mengatakan bahwa film Gowok: Kamasutra Jawa adalah sebuah terobosan dalam perfilman Indonesia. “Di film ini kita melihat berbagai genre menjadi satu, ada upaya Mas Hanung tidak terharu biru, juga ada thriller-nya, tapi tetap mempertahankan latar belakang budaya Jawa,” ujar Iwan. 

Ia  juga menyoroti tantangan yang dihadapi dalam penggarapan film ini, terutama terkait dengan penggunaan dialek lokal yaitu bahasa Jawa Ngapak dan latar tempat. "Tantangan yang menarik menurut saya adalah bagaimana semua percakapan, logat sana, logat Bumiayu sangat khas dan itu tidak mudah karena tidak semua aktor di sini punya asal yang sama,” tuturnya.

Sinopsis Film Gowok: Kamasutra Jawa

Gowok: Kamasutra Jawa mengangkat kisah tradisi kuno Jawa yang dikenal dengan sebutan gowok. Pada masa 1400-an, tradisi ini melibatkan seorang guru atau gowok yang mengajarkan keterampilan seksual kepada calon pengantin laki-laki. Dalam film ini, cerita berlatar waktu 1955-1965, dengan Nyai Santi sebagai gowok yang mengajarkan para calon pengantin laki-laki tentang seni memuaskan istri dan memperkenalkan tubuh perempuan.

Seiring berjalannya waktu, Ratri, anak angkat sekaligus murid dari Nyai Santi, jatuh cinta pada Kamanjaya, seorang pemuda bangsawan. Namun, hubungan mereka tidak disetujui oleh Nyai Santi yang merasa bahwa Kamanjaya tidak akan menepati janjinya untuk menikahi Ratri. Setelah bertahun-tahun, Ratri yang telah menjadi gowok legendaris kemudian dipercaya untuk mengajarkan Bagas, anak Kamanjaya, tentang seni seksual.

Namun, dalam prosesnya, Ratri melakukan hal yang melampaui batas seorang gowok, memicu konflik dengan keluarga Bagas. Film ini dibintangi oleh Lola Amaria sebagai Nyai Santi, Raihaanun sebagai Nyai Ratri, dan Reza Rahardian sebagai Kamanjaya. Selain itu, ada juga Slamet Rahardjo, Devano Danendra, dan Ali Fikry yang turut berperan dalam film ini.

Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |