Warga Rempang Tolak Transmigrasi, Iftitah Sulaiman: Kepercayaan Belum Terbangun

1 week ago 10

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Transmigrasi belum meresmikan program transmigrasi lokal untuk warga terdampak proyek Rempang Eco City di Kepulauan Riau. Program ini masih mendapat penolakan warga dan menuai kritik dari sejumlah kalangan. Karena itu, Menteri Transmigrasi Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara menyatakan bakal melakukan tinjauan secara komprehensif sebelum menetapkan Pulau Rempang menjadi kawasan transmigrasi dan memulai program tersebut. 

Menurut Iftitah, hal strategis yang harus dilakukan Kementerian Transmigrasi saat ini adalah mengembalikan kepercayaan masyarakat Rempang terhadap pemerintah. “Saya melihat kepercayaan masyarakat masih belum terbangun karena yang bersuara ini (warga Rempang Eco City dan transmigrasi) sudah kecewa berkali-kali,” kata Iftitah melalui aplikasi perpesanan kepada Tempo, Rabu, 9 April 2025. “Kami harus pelan-pelan mengelola kekecewaan ini. Butuh waktu.”

Demi mengembalikan kepercayaan masyarakat, Iftitah menggandeng Kementerian ATR/BPN dan merealisasikan sertifikat hak milik (SHM) bagi 68 keluarga yang menempati hunian tetap di kawasan relokasi di Tanjung Banon. Ia juga berdialog dengan warga penolak hingga merayakan Lebaran di Pulau Rempang pada Sabtu-Senin, 29-31 Maret 2025. 

Politikus Partai Demokrat itu mengklaim transmigrasi  lokal  warga Rempang bukan sekadar relokasi atau pemindahan penduduk akibat adanya Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City. Menurut dia, transmigrasi adalah program pengembangan kawasan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ia menyatakan tidak akan memaksa warga Rempang ikut program tersebut. Ia juga mengklaim tidak akan ada penggusuran.

Akan tetapi, purnawirawan TNI AD itu pernah berujar, pemerintah tidak akan menunggu warga Rempang 100 persen setuju. Menurut dia, penetapan Rempang menjadi kawasan transmigrasi bisa dilakukan karena sudah ada usulan dari Wali Kota Batam. Selain itu, sudah ada sebagian masyarakat yang setuju.  “Sekali lagi, kami tidak ingin hanya karena satu-dua orang menolak, kemudian dijadikan rujukan. Proses ini berjalan. Intinya, tidak ada lagi intimidasi terhadap masyarakat," ujarnya.

Istilah Baru Penggusuran

Sejak wacana transmigrasi lokal muncul, warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Rempang Galang Bersatu (AMAR-GB) langsung menyatakan penolakan. Miswadi, warga Rempang sekaligus pengurus aliansi, mengatakan warga tidak membutuhkan transmigrasi tetapi butuh legalitas tanah mereka yang telah dihuni turun-temurun. Sementara transmigrasi lokal, menurut dia, sama dengan menggusur warga Rempang dari tanah kelahiran. 

“Kami tetap  akan di kampung halaman kami sampai kiamat,” ujarnya, Sabtu, 5 April 2025.

Namun, kini warga juga waswas karena mendengar bahwa Iftitah akan melawat ke Cina untuk bertemu Xinyi Group—perusahaan yang bakal berinvestasi untuk Rempang Eco City. Miswadi menduga pertemuan itu dilakukan untuk lobi-lobi realisasi investasi. Padahal, menurut dia,  bila Iftitah benar-benar berpihak pada masyarakat maka tidak mengejar investasi Xinyi untuk pembangunan industri pengolahan pasir silika di Rempang.

“Yang dia katakan tidak ada penggusuran, tidak masuk akal,” kata Miswadi.

Wadi mengatakan, hilangnya rasa percaya warga Rempang ke pemerintah bukan tanpa alasan. Ia berujar, selama ini warga tidak pernah didengar. Bahkan, ujar dia, warga kerap dibohongi. Ia menyinggung janji kampanye Presiden ke-7 Joko Widodo yang akan melakukan sertifikasi kampung-kampung tua di Kota Batam, Kepulauan Riau, dalam waktu tiga bulan bila ia kembali terpilih menjadi Presiden Indonesia dalam Pilpres 2019. Janji itu Jokowi sampaikan saat orasi politik di Kompleks Stadion Temenggung Abdul Jamal, Kota Batam, pada Sabtu, 6 April 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Nyatanya, sampai lima tahun tidak ada (sertifikasi). Padahal itu kepala negara yang menyampaikan di forum besar,” kata Miswadi. Karena itu, hingga saat ini warga Rempang masih terus menuntut legalitas kampung tua yang telah dihuni turun temurun sejak Indonesia belum merdeka.

Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati turut mengkritik rencana Iftitah. Dia menyebut transmigrsai lokal sebagai cara baru meneruskan perampasan ruang atau relokasi paksa warga di Pulau Rempang. Terlebih, Pulau Rempang bukan kawasan padat penduduk. Sementara, menurut dia, transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari satu daerah yang berpenduduk padat ke daerah lain yang berpenduduk jarang.

“Program transmigrasi lokal oleh Mentrans membuktikan kekeliruan berpikir rezim saat ini,” kata Susan melalui keterangan tertulis, Kamis, 27 Maret 2025.

Direktur Next Policy Yusuf Wibisono pun berpendapat bahwa transmigrasi lokal sama dengan relokasi yang dipaksaan. Ia menilai narasi kesejahteraan yang dijanjikan pemerintah hanya jargon dan instrumen pencitraan politik yang tidak jelas pembuktiannya. Alih-alih menciptakan kesejahteraan, Yusuf berujar, kebijakan ini justru mereproduksi kemiskinan secara massif.

“Perampasan tanah dan ruang hidup rakyat adalah kasus paling umum dalam reproduksi kemiskinan secara massal,” kata Yusuf kepada Tempo, Jumat, 4 April 2025.

Yusuf berharap pemerintah membatalkan rencana penggusuran warga Rempang dengan istilah apapun, termasuk istilah transmigrasi lokal. “Bila benar-benar ingin menghapus kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan, seharusnya pemerintah menghormati dan melindungi hak warga Rempang atas tanahnya,” ujarnya.

Pilihan Editor: Alasan Mayoritas Warga Rempang Menolak Transmigrasi

Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |