RUU Perampasan Aset dan Konsep Pemulihan Aset Tanpa Putusan Pidana

5 hours ago 3

PRESIDEN Prabowo Subianto mendukung pembahasan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset Tindak Pidana sebagai upaya menindak koruptor dan menyelamatkan kekayaan negara. Presiden menyatakan dukungannya terhadap RUU Perampasan Aset itu saat berpidato pada peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day 2025 pada Kamis, 1 Mei lalu.

“Saya mendukung Undang-Undang Perampasan Aset. Enak aja udah korupsi ngga mau kembalikan aset,” kata Prabowo dalam pidatonya di kawasan Monas, Jakarta Pusat.

Namun DPR menyatakan belum akan membahas RUU tersebut dalam waktu dekat. RUU yang digagas pertama kali oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada 2008 itu masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025-2029, tetapi tidak masuk dalam Prolegnas Prioritas 2025.

Sejumlah kalangan menyatakan RUU Perampasan Aset sangat dibutuhkan oleh Indonesia untuk menutup celah kejahatan ekonomi karena menggunakan pendekatan non-conviction based asset forfeiture (NCBAF) atau aset bisa dirampas meski belum ada putusan pidana, selama bisa dibuktikan itu hasil kejahatan.

Mengenal Konsep NCBAF dalam RUU Perampasan Aset

Seperti dikutip dari situs web Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa Urusan Narkoba dan Kejahatan (UNODC), konsep NCBAF diperkenalkan secara resmi melalui Konvensi PBB Melawan Korupsi 2003 (UNCAC 2003). Konvensi ini menyatakan NCBAF dapat menjadi alat dalam memfasilitasi pemulihan aset lintas batas yang melibatkan hasil korupsi.

Pasal 54 Konvensi ini mengatur tentang mekanisme pemulihan harta benda melalui kerja sama internasional dalam penyitaan. Ayat 1 huruf (c) pasal itu menyatakan setiap negara pihak harus mempertimbangkan untuk menerapkan ketentuan membebaskan aset dari tindakan pidana kejahatan tanpa pemidanaan. Konvensi ini mendorong penerapan perampasan aset yang tidak melibatkan proses pidana sebagai alat untuk memberantas korupsi. 

RUU Perampasan Aset menawarkan konsep tersebut. Menurut Anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo, RUU ini menawarkan solusi substantif dengan memperkenalkan konsep NCBAF yang memungkinkan pemulihan aset negara dilakukan tanpa harus menunggu putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.

Menurut pria yang akrab disapa Bamsoet itu, konsep itu bisa menjadi pengadilan khusus dan mekanisme pembuktian terbalik yang terukur sehingga akan mempercepat proses pengembalian aset kepada negara dan mengurangi potensi hilangnya aset melalui pengalihan atau penghilangan.

“Berbagai negara telah lebih dahulu mengadopsi mekanisme NCBAF dengan hasil yang signifikan,” kata dia dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu, 17 Mei 2025, seperti dikutip dari Antara.

Bamsoet menyebutkan Amerika Serikat menggunakan Civil Asset Forfeiture Reform Act (CAFRA) 2000, yang memungkinkan adanya perampasan aset dalam kasus perdata jika terbukti berhubungan dengan tindak pidana. Adapun Swiss dan Singapura menerapkan sistem hukum yang memungkinkan otoritas menyita aset atas dasar penyelidikan, meskipun belum ada putusan pengadilan yang menguatkan.

Sementara itu, kata dia, Australia menerapkan Proceeds of Crime Act 2002, yang memberikan kewenangan kepada pengadilan untuk memerintahkan perampasan aset berdasarkan bukti keseimbangan probabilitas.

Ketua MPR periode 2019-2024 itu mengatakan hambatan utama dalam upaya pemulihan aset adalah ketergantungan terhadap mekanisme conviction based forfeiture, yaitu perampasan aset yang hanya bisa dilakukan setelah ada putusan pidana berkekuatan hukum tetap. Proses ini, kata dia, sering kali berlangsung lama dan berliku, terutama jika pelaku melarikan diri atau menyembunyikan aset di luar negeri. 

Politikus Partai Golkar itu mengatakan perampasan aset hasil tindak pidana korupsi dan pencucian uang (TPPU) merupakan elemen krusial dalam strategi pemberantasan kejahatan ekonomi di Indonesia. Namun, kata dia, pengaturan dan sistem hukum yang ada saat ini masih kurang dalam hal pemulihan aset secara cepat, efektif, dan lintas yurisdiksi.

Dia menyebutkan ketergantungan terhadap putusan pidana, keterbatasan teknologi pelacakan, dan tumpang tindih kewenangan lembaga penegak hukum menjadi hambatan utama yang perlu ditangani.

Alasan RUU Perampasan Aset Mendesak Disahkan

Pengamat hukum dan pembangunan dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Hardjuno Wiwoho, menilai pernyataan dukungan Prabowo terhadap RUU Perampasan Aset adalah sinyal kuat adanya urgensi pengesahan RUU tersebut.

“Dengan Presiden Prabowo yang sudah menyatakan sikap, maka merupakan peluang untuk membuktikan upaya pemberantasan korupsi,” ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis, 1 Mei 2025.

Hardjuno berpendapat pengesahan RUU Perampasan Aset bukan sekadar langkah mengatasi ketimpangan antara kerugian negara akibat korupsi dan restitusi yang diterima oleh negara. Namun pengesahan RUU ini menjadi instrumen penting dan wujud nyata komitmen pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi secara menyeluruh dan berkelanjutan.

Sebelumnya, Hardjuno menuturkan pengesahan RUU Perampasan Aset adalah kebutuhan mendesak untuk memperkuat sistem hukum. Dia mengatakan pengesahan RUU ini dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap upaya pemerintah dalam memberantas korupsi di Indonesia.

“Dengan memberikan wewenang lebih besar kepada lembaga penegak hukum, RUU ini diharapkan dapat mempercepat proses perampasan aset dan meningkatkan transparansi serta akuntabilitas dalam pengelolaannya,” ujar Hardjuno dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis, 10 April 2025.

Karena itu, dia mengatakan terdapat urgensi pengesahan RUU Perampasan Aset mengingat kelemahan regulasi saat ini yang menghambat pemulihan aset negara dan memberikan peluang bagi koruptor menyembunyikan kekayaannya.

Dia menilai RUU tersebut sangat dibutuhkan oleh Indonesia untuk menutup celah kejahatan ekonomi, karena rancangan aturan ini menggunakan pendekatan NCBAF. 

“Apalagi dalam kasus yang sulit dituntaskan secara pidana, karena pelaku menyembunyikan atau mengalihkan aset dengan cerdik. Ini penting agar negara tidak selalu kalah cepat dari koruptor yang sudah menyiapkan pelarian sejak awal,” tuturnya.

Dani Aswara dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: Dedi Mulyadi Akan Berlakukan Jam Malam bagi Pelajar, Apa Bedanya dengan Aceh?

Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |