TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung membongkar praktik jual beli vonis pada kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO), atau yang dikenal sebagai kasus korupsi minyak goreng. Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN), diduga ikut mengatur vonis lepas atau onslag pada perkara korupsi yang melibatkan tiga perusahaan itu, PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Abdul Qohar mengungkapkan telah menemukan bukti bahwa Arif menerima suap senilai Rp 60 miliar, saat masih menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, tempat kasus tersebut diperkarakan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Penyidik menemukan fakta dan alat bukti bahwa MS (Marcella Santoso) dan AR (Ariyanto) melakukan perbuatan pemberian suap dan atau gratifikasi kepada MAN sebanyak, ya diduga Rp 60 miliar,” kata Abdul Qohar saat konferensi pers di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Sabtu malam, 12 April 2025.
Berikut profil dari tiga perusahaan sawit yang diduga dibantu Ketua PN Jaksel Arif Nuryanto dibebaskan dalam kasus korupsi minyak goreng.
PT Wilmar Group
Melansir dari laman resmi perusahaan, Wilmar Group didirikan oleh Kuok Khoon Hong dan Martua Sitorus pada 1991. Perusahaan pertama yang dibentuk adalah Wilmar Trading Pte Ltd yang memiliki modal disetor sebesar 100.000 dolar Singapura dengan jumlah karyawan hanya 5 orang.
Pada 2006 Wilmar Trading Pte Ltd berganti nama menjadi Wilmar International Limited pada 14 Juli 2006 setelah selesainya pengambilalihan balik Ezyhealth Asia Pacific Ltd. Perusahaan lantas mencatatkan kembali sahamnya di Bursa Singapura pada 8 Agustus 2006 setelah berhasil melakukan penempatan ekuitas pada 0,80 dolar Singapura per saham, yang menghasilkan sekitar 180 juta dolar AS.
Wilmar disebut-sebut sebagai salah satu pemilik perkebunan kelapa sawit terluas di dunia dengan total luas tanam 232.053 hektare per 31 Desember 2020. Dari jumlah tersebut, sekitar 65 persen kebun sawit Wilmar berada di Indonesia, 26 persen di Malaysia Timur dan 9 persen di Afrika.
Wilmar mengklaim dirinya sebagai produsen minyak nabati kemasan konsumen terbesar di dunia, dengan posisi pasar terdepan di China, Indonesia, India, Vietnam, Sri Lanka dan beberapa negara Afrika. Minyak goreng hasil produksi Wilmar yang cukup terkenal di Indonesia di antaranya adalah Sania, Fortune, Siip dan Sovia.
PT Musim Mas Group
PT Musim Mas Group, yang sudah beroperasi sejak 1972, juga bergerak di bidang pengolahan dan produksi minyak kelapa sawit. Melansir dari laman resmi perusahaan, Musim Mas Group mengklaim diri sebagai salah satu pemain global terbesar di bidang industri kelapa sawit.
Musim Mas Group juga merupakan perusahaan terintegrasi yang memiliki lini bisnis dari hulu hingga hilir, termasuk perkebunan, pabrik pengolahan, kilang, penggilingan inti sawit, dan penyulingan minyak sawit mentah. Perusahaan ini juga memiliki fasilitas produksi oleokimia, lemak khusus, dan manufaktur produk berbasis sawit.
Perusahaan ini mengklaim diri sebagai eksportir minyak sawit terbesar di Indonesia. Beberapa merek minyak goreng yang dikenal masyarakat dari Musim Mas antara lain Sunco, Tani, dan M&M. Selain itu, mereka juga memproduksi biodiesel sebagai bagian dari diversifikasi bisnis.
PT Permata Hijau Group
Permata Hijau Group (PHG) merupakan perusahaan kelapa sawit yang telah berdiri sejak tahun 1984 dan berfokus pada usaha perkebunan sebagai inti bisnisnya. Mengacu pada informasi dari Dinas Ketenagakerjaan, PHG kini telah berkembang menjadi perusahaan terintegrasi yang mengelola seluruh rantai pasok kelapa sawit, mulai dari sektor hulu, industri menengah, hingga hilir.
Perusahaan ini juga menghasilkan produk-produk bernilai tambah yang dipasarkan secara global melalui sistem logistik yang efisien untuk memenuhi kebutuhan para pelanggannya. Di sektor konsumen, PHG dikenal melalui sejumlah merek minyak goreng, seperti Permata, Palmata, Panina, dan Parveen, yang telah beredar luas di pasaran.
Dalam kasus korupsi minyak goreng, ketiga perusahaan itu ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kelangkaan minyak goreng yang terjadi pada 2022. Jaksa Penuntut Umum (JPU) lalu menuntut ketiga korporasi tersebut menggunakan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
JPU menilai ketiga korporasi itu terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO secara bersama-sama. Kepada ketiganya, Jaksa Penuntut Umum menjatuhkan pidana denda masing-masing sebesar Rp 1 miliar.
Jaksa juga menuntut pidana tambahan kepada tiga raksasa korporasi pengolah minyak sawit itu. Jaksa meminta Permata Hijau Group membayar uang pengganti sebesar Rp 937,5 miliar. Sementara Wilmar Group, dituntut jaksa membayar uang pengganti kerugian perekonomian negara sebesar Rp11,880 triliun. Sedangkan Musim Mas Group diminta membayar uang Rp 4,89 triliun.
“Namun terhadap tuntutan tersebut masing-masing terdakwa korporasi diputus terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya akan tetapi perbuatan itu bukanlah merupakan suatu tindak pidana (ontslag van alle recht vervolging) oleh Majelis Hakim PN Tipikor,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar.
Oyuk Ivani Siagian berkontribusi dalam penulisan artikel ini.