Politik Madani Versus Wajah Ganda Demokrasi Barat yang Penuh Ketimpangan

2 hours ago 3

Oleh : Pipip A Rifai Hasan PhD, pengajar di Program Magister Studi Islam, Universitas Paramadina, dan Ketua Paramadina Institute of Ethics and Civilization (PIEC).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-Selama beberapa dekade terakhir, demokrasi liberal dipromosikan sebagai “akhir sejarah” dan dianggap puncak evolusi politik umat manusia. Namun, kenyataan kontemporer menunjukkan narasi ini semakin rapuh. Gelombang populisme otoriter, xenofobia, krisis migran, dan ketimpangan ekonomi yang kian melebar telah menggerogoti kredibilitasnya.

Demokrasi Barat, di samping mempunyai aspek-aspek positif, kerap menampilkan wajah ganda: menyerukan hak asasi manusia sambil mendukung rezim represif pelaku genosida seperti Israel, mengklaim membela perdamaian sambil melanggengkan perang, embargo, dan sanksi yang menghancurkan masyarakat dan negara di berbagai belahan dunia.

Sebagaimana diingatkan oleh banyak pemikir kritis seperti Jeffrey D Sachs, John Mearsheimer dan William Blum, ekspor demokrasi kerap menjadi dalih intervensi militer dan dominasi geopolitik. Akibatnya, demokrasi liberal kini menghadapi krisis legitimasi yang bukan sekadar teknis, melainkan juga moral dan filosofis.

Kegagalan ini menandakan kebutuhan mendesak untuk merumuskan paradigma politik baru. Dunia tidak dapat terus-menerus terjebak dalam dikotomi semu antara demokrasi liberal yang semakin nihilistik dan rezim otoritarian yang mengklaim legitimasi religius.

Kita memerlukan model politik yang memulihkan dimensi moral dan spiritual dalam pengelolaan kekuasaan, tanpa terjerumus pada teokrasi atau totalitarianisme.

Di sinilah konsep Negara Madani, seperti Indonesia dan Malaysia, dapat menjadi tawaran alternatif terutama bagi negara-negara mayoritas Muslim-sebuah model politik normatif yang memadukan etika profetik dengan prinsip-prinsip masyarakat modern.

Negara Madani berangkat dari nilai fundamental keesaan Tuhan yang menolak segala bentuk absolutisme manusia. Kekuasaan dipandang sebagai amanah, bukan hak istimewa yang bisa dipakai sewenang-wenang.

Pandangan ini menciptakan kerangka akuntabilitas yang melampaui prosedur legal-formal dan menuntut pertanggungjawaban etis para pemimpin, baik di hadapan rakyat maupun di hadapan Tuhan.

Politik dalam kerangka Negara Madani bukan sekadar manajemen kekuasaan, melainkan upaya moral untuk menegakkan keadilan dan memajukan kesejahteraan umum.

Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |