Menilik Program Siswa Dimasukkan Barak Militer di Jawa Barat

3 hours ago 3

TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi berencana kirim anak-anak ‘bermasalah’ ke barak TNI dan Polri untuk dididik secara militer. Rencana ini pada awalnya ia sampaikan saat HUT ke-26 Kota Depok di Jalan Margonda Raya pada Jumat, 25 April 2025.

“Saya mau buat program, anak-anak yang nakal di rumahnya nggak mau sekolah, pengen jajan terus, balapan motor terus, sama orang tuanya melawan diserahkan ke pemerintah Kota Depok untuk dibina di komplek militer dan komplek polisi. Setuju enggak?” katanya.

Pendidikan itu khusus bagi anak-anak yang tergolong ‘nakal’ dengan berperilaku seperti anggota geng motor, tawuran, minum minuman beralkohol, kecanduan gim daring atau bolos sekolah. Guna menyelesaikan permasalahan ini, Gubernur Jawa Barat sudah menyiapkan anggaran pendidikan militer anak-anak tersebut selama enam bulan hingga satu tahun. Setelaah perilaku mereka ‘kembali’ baik baru dipulangkan ke orang tua masing-masing. “Nanti udah baik baru dibalikin ke orang tuanya,” kata Dedi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gubernur yang dilantik 20 Februari lalu ini memastikan anak-anak yang masuk wajib militer tidak kehilangan status pelajar dan tetap hidup seperti biasa. Hal yang membedakan adalah mengubah pola hidup, disiplin, dan kebiasaan. Selain itu, bagi anak-anak muslim diajarkan puasa Senin-Kamis atau mengaji ba'da magrib. Orang tua dilibatkan dalam pendidikan ini dalam hal membuat surat pernyataan dan mengantar anak-anak mereka masuk barak.

Respon Berbagai Pihak

Sontak rencana ini menimbulkan respons berbeda-beda dari berbagai pihak. Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Atnike Nova Sigiro mengatakan bahwa rencana siswa masuk militer perlu ditinjau ulang. Memasukkan anak-anak ke dalam pendidikan militer sebagai bentuk hukuman dirasa tidak tepat. “Sebetulnya itu bukan kewenangan TNI untuk melakukan edukasi, civic education. Keliru jika itu dalam bentuk hukuman. Itu proses di luar hukum, kalau tidak berdasarkan hukum pidana atau hukum pidana bagi anak di bawah umur,” ujar Atnike ditemui di kantor Komnas HAM, kawasan Menteng, Jakarta Pusat, pada Jumat, 2 Mei 2025.

Sejalan dengan Atnike, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad juga mendorong pengkajian usulan Dedi secara menyeluruh. “Hal-hal yang disampaikan oleh Gubernur Jawa Barat mungkin adalah hal-hal baru yang memang perlu dikaji terlebih dahulu secara matang,” ujar Dasco Kompleks Parlemen DPR/MPR, Jakarta, pada Rabu, 30 April 2025.

Pengkajian ini bertujuan untuk menilai efektivitas rencana program tersebut karena berbagai faktor. “Karena ya mungkin untuk masing-masing daerah itu karakteristiknya kan berbeda-beda,” kata Dasco.

Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Atip Latipulhayat juga menilai wacana siswa masuk militer bukanlah solusi. Ia menuturkan bahwa penyelesaian permasalahan anak-anak ‘nakal’ harus melalui pendekatan edukatif. “Nanti malah konotasinya kurang baik. Kok militerisasi di dalam pendidikan Indonesia?” kata Atip.

Ia menambahkan bahwa selama ini kementeriannya sudah memiliki mekanisme sendiri dalam menangani kasus serupa. “Kami sudah punya mekanisme yaitu dengan guru-guru bimbingan konseling (BK). Jadi, untuk menangani persoalan, masalah-masalah yang berkaitan dengan siswa, termasuk di dalamnya yang disebut kenakalan siswa, itu ditangani oleh guru BK,” kata Atip kepada Tempo, Senin, 28 April 2025.

Selain dinilai tidak menyelesaikan permasalahan, Koordinator Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menilai wacana anak masuk militer justru akan menimbulkan trauma militerisme. “Ini bisa membangunkan trauma lama soal militerisme dalam ruang-ruang sipil. Bukan menjadi solusi, malah bisa menjadi intimidasi, terutama anak-anak dan orang tua,” kata Ubaid. 

Pelibatan militer ke dalam pendidikan sipil juga akan mengulang kembali luka lama sejarah. “Kenapa sekarang sedikit-sedikit harus melibatkan militer? Seakan-akan apa pun masalahnya, solusinya adalah TNI?” tukasnya.

Mendukung opini Ubaid, Anggota Komisi X DPR Bonnie Triyana mempertanyakan urgensi militer masuk ke pendidikan sipil. “Tidak semua problem harus diselesaikan oleh tentara, termasuk persoalan siswa bermasalah,” katanya dalam pernyataan tertulis.

Justru ia menegaskan bahwa penyelesaian permasalahan anak-anak yang kurang motivasi belajar adalah melalui pendekatan psikologis. “Melibatkan psikolog dan psikiater untuk menangani siswa bermasalah jauh lebih tepat ketimbang mengirim mereka ke barak militer,” tambahnya.

Lebih lanjut, Bonnie mengingatkan tugas pemerintah daerah di tingkat kabupaten/kota hingga provinsi dalam penyediaan guru konseling di tiap sekolah. Para pemangku kekuasaan itu harusnya memperhatikan kebutuhan dasar siswa, yang berarti mereka perlu mendapatkan bimbingan dari guru yang berpengalaman dalam menangani siswa bermasalah.

Sebaliknya, TNI AD mendukung rencana Dedi Mulyadi untuk memasukkan anak-anak nakal ke barak untuk dibina serta membenarka adanya kerjasama di antara mereka.

“TNI AD siap mendukung program-program pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan apa yang sudah diamanatkan di dalam undang-undang sebagai tugas TNI di dalam operasi militer selain perang dan fungsi utama yang kami emban,” kata Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat (Kadispenad) Brigadir Jenderal Wahyu Yudhayana ketika dihubungi pada Rabu, 30 April 2025.

Sudah Mulai DIjalankan

Meksipun mendapatkan respons dari berbagai pihak, rencana siswa masuk militer disahkan bertepatan dengan hari Pendidikan Nasional pada 2 Mei 2025. Program tersebut dijalankan di dua lokasi berbeda yaitu Dodik Bela Negara Rindam III/Siliwangi di Bandung dan Markas Resimen Artileri Medan (Menarmed) 1 Kostrad di Purwakarta. “Keduanya di-launching bersamaan pada hari ini, bertepatan dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun 2025," kata Wahyu di Jakarta, Jumat, 2 Mei 2025.

Meskipun sudah disahkan, pemerintah kota Depok belum menjalankan program ini. Wali Kota Depok Supian Suri menyatakan bahwa mereka masih meninjau anggaran dan akan belajar dari Kabupaten Purwakarta, yang telah menerapkan program tersebut. “Kami coba pelajari yang digulirkan oleh Purwakarta. Nanti seperti apa, ya mudah-mudahan juga bisa kami implementasikan di Kota Depok,” kata Supian pada 2 Mei 2025.

Supian menjelaskan bahwa akan ada dua opsi yaitu membangun seperti di Purwakarta atau mengirimkan anak-anak ke sana. Meskipun demikian, Supian berharap tidak banyak anak-anak di Depok yang masuk ke dalam kategori nakal dan harus menerima pendidikan militer di barak. “Jadi teman-teman masih menjajaki, apakah kita perlu bangun sendiri atau buat sendiri, atau kita cukup mengirimkan saja. Ya, mudah-mudahan Insya Allah enggak harus ada yang masuk sekolah di sana ya,” tuturnya.

Daniel Ahmad Fajri, Sapto Yunus, Antara, Dian Rahma Fika, Ricky Juliansyah, dan Ahmad Fikri (Kontributor) berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: Dedi Mulyadi Kirim Anak Nakal ke Barak, Ini Tempat dan Materi Programnya

Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |