Mengapa Kita Perlu Menjadi 'Bosan' di Dunia yang Terlalu Berisik

4 hours ago 4

Bosan (ilustrasi). Rasa bosan bukan sekadar jeda yang mengganggu. Dia adalah nutrisi penting bagi kesehatan mental dan kreativitas yang mulai langka.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pernah merasa panik karena ponsel tertinggal saat pergi ke toilet? Atau merasa sangat gelisah saat terjebak kemacetan tanpa musik atau podcast yang menemani?

Di era modern ini, kita seolah telah mendeklarasikan "perang" terhadap satu kondisi yang dianggap sebagai musuh utama produktivitas dan kebahagiaan yaitu rasa bosan. Berkat perangkat di genggaman, stimulasi eksternal tersedia 24 jam sehari. Kita tidak pernah benar-benar "sendirian" dengan pikiran kita. Namun, para ahli saraf dan psikolog kini mulai memberikan peringatan yang kontradiktif yaitu kita justru sedang menderita karena kurang rasa bosan. Rasa bosan bukan sekadar jeda yang mengganggu. Dia adalah nutrisi penting bagi kesehatan mental dan kreativitas yang mulai langka.

Bosan terjadi karena...

Definisi dasar kebosanan terjadi ketika tidak ada rangsangan eksternal yang bisa difokuskan oleh otak. Menurut dr Kim Johnson Hatchett, seorang ahli saraf bersertifikat dari Kansas City, meskipun kita merasa "kosong", otak sebenarnya tidak pernah benar-benar mati.

“Saat bosan, Anda tidak mematikan otak, Anda justru beralih ke dalam,” kata dr Lila Landowski, seorang ahli saraf dan dosen senior di University of Tasmania.

Ketika tidak ada tugas luar yang harus dikerjakan, otak beralih ke apa yang disebut para ahli sebagai Default Mode Network (DMN). Dalam kondisi ini, otak berhenti fokus pada lingkungan sekitar dan mulai memproses pikiran internal yakni melamun, refleksi diri, merenungkan kenangan, hingga membayangkan masa depan. Kondisi ini mirip dengan apa yang Anda rasakan saat berbaring diam di akhir kelas yoga, sebuah keadaan "jaga yang tenang".

Mengapa kita membutuhkan "jeda" ini? Arthur C Brooks, PhD, seorang profesor di Harvard Business Review, berpendapat bahwa kebosanan sangat diperlukan untuk menenangkan pikiran, yang pada akhirnya menuntun pada kehidupan yang lebih bermakna. Namun, mengapa sesuatu yang terasa tidak nyaman seperti bosan bisa berdampak baik?

1. Tombol "reset" mental

Di dunia yang terus-menerus membombardir kita dengan notifikasi dan berita, otak membutuhkan waktu untuk memulihkan diri. “Memberi ruang bagi pikiran untuk mengembara dan bebas dari media sosial memberikan kesempatan bagi pikiran kita untuk melakukan reset,” ujar dr Hatchett. Saat kita bosan, hormon stres seperti adrenalin dan kortisol menurun, diikuti dengan penurunan detak jantung.

Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |