TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo mengatakan momentum peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day kali ini dirayakan ketika Indonesia sedang tak baik-baik saja. Kondisi ini tergambarkan dengan belum terealisasinya janji kampanye Presiden Prabowo Subianto yang ingin menciptakan jutaan lapangan kerja untuk masyarakat Tanah Air.
“Kampanye Pemilu 2024, Omnibus Law Cipta Kerja, dan optimisme bonus demografi ternyata hanya mimpi dan ilusi semata. Kenyataannya, kondisi ketenagakerjaan Indonesia semakin muram dan terus menerus kelam,” kata Wahyu melalui keterangan tertulisnya, Kamis, 1 Mei 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Wahyu, pemutusan hubungan kerja (PHK) hampir terjadi di pelbagai sektor industri. Badai PHK ini dia prediksi akan semakin parah menyusul efek perang dagang imbas kebijakan kenaikan tarif impor dan resiprokal yang dibuat Presiden Amerika Serikat Donald Trump. “Kondisi ini akan meningkatkan angka pengangguran,” ucap Wahyu.
Sedangkan dalam konteks lokal, kata Wahyu, ekonomi Indonesia juga terpantau lesu setelah kebijakan efisiensi anggaran yang dikeluarkan Presiden Prabowo Subianto awal tahun lalu. Efisiensi ini bertujuan demi mewujudkan janji kampanye Prabowo untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG).
“MBG mengakibatkan kemerosotan aktivitas ekonomi di sektor riil dan sektor jasa. Berdampak serius juga pada sektor ketenagakerjaan,” ujar Wahyu.
Kemudian, Wahyu menilai kebijakan efisiensi anggaran juga menambah eskalasi kasus bagi pekerja migran Indonesia yang tersebar di berbagai belahan dunia. Sebab anggaran untuk membantu ratusan ribu orang muda Indonesia yang masih terjebak di luar negeri karena tertipu saat melamar kerja, harus terpotong demi program ambisius Prabowo.
“Kebijakan efisiensi anggaran telah memangkas peruntukan dana yang seharusnya berguna untuk advokasi pekerja migran yang sedang mengalami masalah,” ucap Wahyu.