TEMPO.CO, Jakarta - Seorang mantan juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat di era pemerintahan Presiden Joe Biden, Matthew Miller, yang selalu membela Israel dari tuduhan kejahatan perang, kini mengatakan Israel "tanpa diragukan lagi" telah melakukan kejahatan perang di Gaza.
Ini menandai perubahan signifikan dari pernyataan selama ia menjabat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Miller menyampaikan komentar tersebut selama wawancara dengan podcast Trump 100 di Sky News yang ditayangkan pada Senin seperti dikutip Anadolu.
Ketika ditanya langsung apakah ada genosida di Gaza, tempat Israel telah membunuh lebih dari 54.000 warga Palestina sejak Oktober 2023 dan menimbulkan risiko kelaparan, Miller mengatakan dia tidak yakin itu merupakan genosida. Namun, ia menyatakan kepastian tentang kejahatan perang.
"Saya tidak berpikir itu genosida, tetapi saya pikir, tanpa diragukan lagi, benar bahwa Israel telah melakukan kejahatan perang," kata Miller.
Seperti dikutip ABC News, ketika pewawancara Mark Stone berkata kepadanya: "Anda tidak mengatakan hal itu dari podium [konferensi pers Departemen Luar Negeri]," Miller berkata, "Ya, karena ketika Anda berada di podium, Anda tidak mengungkapkan pendapat pribadi Anda. Anda mengungkapkan kesimpulan dari pemerintah Amerika Serikat."
Ia mengatakan pemerintah AS belum secara resmi menyimpulkan Israel melakukan kejahatan perang.
Namun, Miller membedakan antara kebijakan negara yang sistematis dan tindakan militer individu. Ia menyatakan bahwa tentara Israel melakukan kejahatan perang dalam insiden tertentu dan bukan sebagai bagian dari kebijakan pemerintah yang disengaja.
"Ada insiden individu yang merupakan kejahatan perang, di mana anggota militer Israel telah melakukan kejahatan perang," katanya.
Ia mengkritik langkah-langkah akuntabilitas Israel, dengan mengatakan: "Kami belum melihat mereka meminta pertanggungjawaban dari sejumlah besar anggota militer." Ia menambahkan bahwa masih "pertanyaan terbuka" apakah mereka akan pernah melakukan itu.
Miller mengatakan hal yang "akan selalu saya tanyakan pada diri saya sendiri" adalah apakah ada hal lain yang dapat dilakukan Gedung Putih untuk menekan Israel agar menyetujui gencatan senjata lebih cepat.
"Saya pikir terkadang mungkin ada," katanya mengakui.
Pemerintahan Biden mengusulkan kesepakatan gencatan senjata Mei lalu, yang dilaksanakan pada Januari, tetapi dibatalkan ketika Israel melanjutkan serangan udara di Gaza pada Maret.
"Sekarang, sulit — Israel bukan satu-satunya … pihak dalam negosiasi ini. Anda melihat Hamas berulang kali mengubah tujuan," katanya.
"Tetapi Anda melihat Netanyahu juga mengubah tujuan, dan saya pikir ada saat-saat ketika kami (AS) seharusnya lebih keras padanya."
Miller adalah wajah Departemen Luar Negeri AS selama dua tahun terakhir masa jabatan kepresidenan Joe Biden, dengan menggelar konferensi pers rutin di Washington. Kadang-kadang, pengunjuk rasa pro-Palestina berkumpul di luar rumahnya, karena geram atas pernyataannya yang selalu membela Israel dan membungkam jurnalis pro-Palestina dalam konferensi pres.
Seperti Biden, Miller secara terbuka mengkritik langkah-langkah untuk meminta pertanggungjawaban Israel atas dugaan kejahatan perang, seperti keputusan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) untuk mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi para pemimpin Israel pada November lalu.
Surat perintah tersebut, yang masih berlaku, menuduh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan menteri pertahanan Yoav Gallant melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dan menggunakan kelaparan sebagai metode peperangan.
Pemerintahan Presiden Donald Trump sejak itu telah menjatuhkan sanksi kepada jaksa ICC dan menuduh pengadilan tersebut melakukan "tindakan tidak sah dan tidak berdasar yang menargetkan Amerika dan sekutu dekat kita, Israel".
Mahkamah Internasional (ICJ) secara terpisah menyidangkan kasus genosida terhadap Israel, yang diajukan oleh Afrika Selatan.