REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) membuka peluang percepatan Program Penjaminan Polis (PPP) asuransi pada 2027, setahun lebih cepat dari mandat Undang-Undang P2SK yang menargetkan program berjalan 2028. Anggota Dewan Komisioner Bidang PPP LPS, Ferdinan D. Purba, mengatakan percepatan bisa dilakukan jika Rancangan Perubahan UU P2SK disahkan pada 2025 dan aturan turunan berupa Peraturan Pemerintah (PP) terbit akhir triwulan I 2026.
“Menurut Undang-Undang P2SK, program ini mulai berjalan 2028. Jika dipercepat 2027, LPS telah siap menerapkan (PPP),” ujarnya di Acara Literasi Keuangan dan Berasuransi, Sabtu (6/12/2025).
PPP akan diformalkan lewat PP, sementara ketentuan teknis seperti batas nilai penjaminan dan produk yang dijamin akan ditetapkan lebih rinci setelahnya. LPS menilai program ini penting untuk memperkuat perlindungan pemegang polis sekaligus memulihkan kepercayaan publik terhadap industri asuransi.
Purba menyebut pengalaman LPS di sektor perbankan menunjukkan program penjaminan mampu mendorong kenaikan kepercayaan dan pertumbuhan dana masyarakat. “Keberadaan PPP merupakan bagian dari recovery & resolution framework untuk menghadapi kemungkinan kegagalan perusahaan asuransi, berdasar pengalaman LPS selama ini dalam menjalankan program penjaminan simpanan, kepercayaan masyarakat terhadap perbankan meningkat. Dana pihak ketiga (DPK) perbankan juga naik,” jelasnya.
Sebagai gambaran, data LPS mencatat pertumbuhan dana pihak ketiga perbankan rata-rata naik dari 7,7 persen sebelum LPS beroperasi menjadi 15,3 persen setelah program penjaminan simpanan berjalan. Contoh negara lain seperti Malaysia juga menunjukkan premi asuransi tumbuh lebih tinggi setelah program penjaminan polis diterapkan.
Dalam rancangan PPP, LPS menyiapkan tiga skema. Pertama, jaminan klaim polis jika perusahaan asuransi bermasalah, sehingga klaim tetap dibayar penuh atau sebagian. Kedua, pengalihan portofolio ke perusahaan yang sehat agar manfaat polis tetap berjalan.
Ketiga, pengembalian polis bila pengalihan tidak bisa dilakukan, dengan pembayaran sesuai batas penjaminan. Nilai yang diperkirakan dijamin berada di kisaran Rp500 juta hingga Rp700 juta atau sekitar 90 persen dari rata-rata nilai polis nasional.
“Skema ini akan otomatis dilakukan oleh LPS tanpa perlu pilihan dari pemegang polis,” ujar Purba.
Percepatan PPP juga diharapkan menahan dampak krisis kepercayaan yang membuat penetrasi asuransi Indonesia masih rendah. Hingga akhir 2024, penetrasi asuransi baru 1,40 persen, tertinggal dari negara ASEAN lain.
Direktur Eksekutif Surveilans, Data, dan Pemeriksaan Asuransi LPS Suwandi menilai salah satu penyebabnya adalah rentetan kasus gagal bayar yang berujung pencabutan izin usaha. “Kasus-kasus yang melibatkan Perusahaan asuransi memang cukup menekan penetrasi industri asuransi. Sejak 2016 hingga 2025, sudah ada 19 perusahaan asuransi yang dicabut izin usahanya oleh OJK,” kata Suwandi.
Dengan PPP, LPS berharap kepercayaan masyarakat pulih karena ada kepastian perlindungan saat perusahaan asuransi bermasalah. Target akhirnya, industri tumbuh lebih sehat dan minat masyarakat berasuransi ikut meningkat.

1 hour ago
2













































