Kenalkan Wastra Lokal, Kainnesia Jadi Bukti Nyata Dampak Strategis Pendampingan UMKM oleh Pertamina

2 hours ago 1

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Dalam satu dekade terakhir, wastra Indonesia atau kain tenun tradisional kian mendapatkan tempat di hati masyarakat, tak hanya di dalam negeri, tetapi juga hingga ke pasar internasional. Di balik geliat industri ini, nama Kainnesia mencuat sebagai salah satu pionir yang berhasil memadukan nilai budaya, inovasi, dan pemberdayaan ekonomi secara inklusif.

Pasca-dinobatkan sebagai juara program Pertapreneur Aggregator besutan Pertamina pada tahun 2024 lalu, Kainnesia mendapatkan pendampingan secara intensif selama hampir satu tahun, dan kini mencatatkan pertumbuhan signifikan. VP CSR & SMEPP Management Pertamina, Rudi Ariffianto menyampaikan program Pertapreneur Aggregator merupakan bagian dari inisiatif sosial dan ekonomi Pertamina yang bertujuan memberdayakan pelaku UMKM di berbagai sektor, termasuk wastra tradisional.

Ia mengungkap kunjungan yang dilakukan ke mitra binaannya yakni Kainnesia di Yogyakarta ini menunjukkan hasil yang sangat menggembirakan.

"Kita datang hari ini untuk memastikan program monitoring dan juga evaluasi terhadap mitra binaan kita yang sudah kita lakukan pembinaan dalam jangka waktu hampir satu tahun melalui program Pertapreneur Aggregator, apakah sudah berjalan efektif atau perlu ada improvement," ujar Rudi di sela-sela kunjungannya di Kainnisia, Senin (15/9/2025).

Meski baru mendapatkan pendampingan, Rudi menilai Kainnesia telah menjelma menjadi agregator UMKM yang sukses menjalankan perannya sebagai jangkar bagi para penenun lokal. Hal yang paling menggembirakan, menurutnya, adalah ketika mengetahui  jumlah mitra yang terus bertambah. Bahkan kini jumlahnya mencapai 200-400 perajin dan penenun aktif yang tersebar di berbagai provinsi di Indonesia.

Kemitraan yang dibangun ini menjadikan mereka bagian dari ekosistem bisnis yang sehat dan berkelanjutan. Tak hanya jumlah, pendapatan para perajin yang tergabung pun mengalami peningkatan signifikan. Rudi mengatakan sebagian di antaranya mampu meraup penghasilan di atas rata-rata UMR, bahkan mendekati standar gaji operator migas.

"Perajin-perajin yang ada di dalam satu ekosistem yang sama ini kemudian bersama-sama untuk bisa melakukan bisnis. Dalam hal ini mengembangkan usaha terkait dengan kain tenun dan juga mengembangkan beberapa varian produk yang lain. Kemudian mendapatkan prevenue yang bagus dan mereka mendapat pendapatan yang cukup untuk berkembang, bahkan reratanya bisa di atas UMR di atas Rp 5 juta ada yang sampai Rp 10 juta," ungkapnya.

"Kalau saya kasih gambaran operator migas di lapangan itu 9 juta, ini perajin penenun yang ada di Kainnisia bisa menghasilkan langkah yang sama. Tentu saja sangat menggembirakan," ucapnya menambahkan.

Pendampingan Strategis dari Mentor Pertamina

Kesuksesan Kainnesia tak lepas dari tangan para mentor dalam program Pertapreneur Aggregator. Salah satunya adalah Diah Yusuf, mentor yang mendampingi UMKM selama 7-8 bulan secara intensif, baik secara daring maupun luring. Melalui pendekatan menyeluruh dari sisi strategi bisnis, marketing, branding, hingga operasional, para mentor mendorong Kainnesia untuk tidak hanya mempertahankan nilai budaya, tetapi juga meningkatkan marketability produk.

"Di awal (mendampingi) kita ingin tahu sebenarnya mereka punya goals apa sih. Karena kalau tidak ada driver, tidak ada ambisi untuk UMKM bertumbuh, akan susah," kata Diah.

Diah mengatakan Kainnesia memang tidak sekadar menjual produk, melainkan mengusung nilai budaya yang kuat. Namun, lewat pendekatan mentor, mereka diajak melihat potensi pasar yang lebih luas tanpa meninggalkan akar budaya. 

Dari situ, lahirlah beragam inovasi produk yang kini menjadi andalan Kainnesia mulai dari fashion ready-to-wear berbahan tenun, aksesoris, hingga produk home decor. Semuanya berangkat dari analisa kebutuhan pasar yang dipadukan dengan kekuatan lokal yang dimiliki oleh para penenun daerah.

"How big is the market. Itu yang selalu kita ingatkan, marketing seberapa besar sehingga kita harus effort disitu. Jadi untuk Kainnisia kita amati beberapa keunggulan mereka makanya kemudian kita trigger mereka untuk menciptakan beberapa inovasi yang sebelumnya tidak ada di sini dan setelahnya ada kemudian menjadi produk unggulan dari produk Kainnesia. Tentunya eksistensi dan capability dari owner sendiri akan menjadi pemicu suatu usaha itu bisa berhasil," ungkapnya.

Pendampingan ini kemudian menghasilkan roadmap bisnis lima tahun ke depan yang kini menjadi panduan pertumbuhan Kainnesia dalam menjangkau pasar dan memperluas lini produk ke sektor home decor hingga corporate gift.

"Walaupun pendampingan ini baru jalan delapan bulan, mereka tetap bisa meneruskan perjalanannya sampai dengan lima tahun ke depan dengan yang sudah kita berikan di awal," ungkapnya.

Perjalanan Kainnisia 

Di balik nama besar Kainnesia, terdapat sosok Nur Salam, Founder dan CEO yang memulai segalanya dari perjalanan pribadi menjelajahi Indonesia. Saat diwawancarai Republika, Nur menceritakan dari perjalanannya ini, ia kemudian menemukan ketertarikannya terhadap kekayaan budaya dalam bentuk tenun yang menyimpan cerita khas tiap daerah.

Setiap motif yang ia temui membawa cerita yang berbeda-beda. Ketertarikan itu kemudian ia bagikan melalui media sosial dan mendapatkan sambutan yang luar biasa dari masyarakat.

"Saya keliling Indonesia dan saya menemukan keindahan alam dan juga keindahan budaya yang disajikan dalam bentuk kain tenu. Dari situlah saya mencoba mengenalkan kain tenun ini melalui media sosial dan kita mendapatkan sambutan baik dari teman-teman dan masyarakat," kenangnya.

Dukungan masyarakat ini kemudian membuka jalan Kainnesia untuk bertemu langsung dengan para penenun daerah, yang banyak di antaranya membutuhkan bantuan agar karyanya dikenal lebih luas.  Alhasil sejak didirikan 2017 silam, Kainnesia telah menjadi rumah bagi wastra Nusantara yang bukan hanya memperkenalkan kekayaan budaya Indonesia, namun juga menghadirkan inovasi fesyen dan kerajinan tangan dari kain tenun.

Seiring  berjalannya waktu, Nur mengatakan Kainnesia perlahan menjelma menjadi penghubung antara para pengrajin lokal dengan pasar nasional maupun global. Kini, kemitraan Kainnisia mencakup ratusan penenun dari berbagai wilayah Indonesia. Bahkan, hampir di setiap provinsi telah terdapat perwakilan Kainnesia. Wilayah seperti Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Barat menjadi pusat mitra terbesar, sementara daerah lain menjalin kemitraan lebih kecil namun tetap aktif hingga saat ini.

"Dari awal 2017 kami hanya bekerja sama dengan 10 penenun di daerah Lombok, Kalimantan, dan Sumatera Utara. Hingga akhirnya kami bisa bekerja sama dengan 200 sampai 400 penenun dan pengrajin, kami menjadi aggregator UMKM," ujar Nur.

Manfaat Nyata Pasca Ikut Program Pertapreneur Aggregator

Salah satu pendorong utama pertumbuhan Kainnesia adalah dukungan dari program Pertapreneur Aggregator oleh Pertamina. Melalui program ini, Nur menyampaikan Kainnesia mendapatkan pendanaan sebesar Rp 100 juta untuk mendukung pembelian alat produksi seperti mesin jahit, alat tenun, dan perlengkapan studio konten. Dukungan ini juga mencakup pelatihan intensif selama setahun dalam aspek pemasaran, branding, hingga pengembangan produk.

Ia juga mengungkap Kainnesia bisa mengikuti berbagai event dalam dan luar negeri berkat fasilitasi Pertamina. Mulai dari Osaka World Expo, Korea Import, hingga Melbourne Australia dan Inacraft Indonesia. Hasilnya, pesanan dari luar negeri pun mengalir. Salah satu pesanan terbesar datang dari Malaysia senilai 50 ribu dolar AS untuk produk sarung.

"Kami mencoba untuk melakukan pekerjaan tugas dan mengerjakan segala hal masukan dari para mentor dan alhamdulillah-nya sambutan dari customer terhadap apa yang kita lakukan itu sangat baik. Dari perkembangan secara sales-nya, secara marketing-nya, secara branding-nya itu semuanya alhamdulillah sudah meningkat. Pertamina selalu memfasilitasi kami untuk mengikuti event-event dalam negeri maupun luar negeri untuk pameran, itu sangat membantu," ucap Nur.

Perjalanan ini tentu penuh tantangan. Nur tak menepis bahwa kolaborasi dengan para penenun terkadang mengalami kendala, terutama dalam pembuatan produk inovatif. Proses trial and error menjadi hal yang lumrah, mengingat semua produk dibuat dengan tangan dan memerlukan komunikasi intensif untuk mencapai hasil terbaik.

"Tantangan bermitra dengan para penenun, bagaimana berkolaborasi untuk mencoba produk inovasi, butuh dua sampai lima kali baru benar-benar bagus hasilnya," ujarnya.

Sustainability dan Regenerasi Jadi Kunci Masa Depan Wastra Indonesia

Kainnesia tak hanya bicara bisnis, namun juga keberlanjutan. Dalam kesempatan ini, Nur juga menyampaikan bahwa dalam proses produksinya, mereka meminimalisir limbah melalui pemanfaatan sisa bahan untuk dibuat aksesori serta menggunakan pewarna alami yang ramah lingkungan. Selain itu, semua proses dikerjakan secara manual demi mengurangi emisi karbon.

"Dalam prosesnya kami mengusung sustainability. Dari kain tenun yang kita buat, tidak semuanya kita pakai dalam bentuk baju, masih ada sisanya dan sisa itulah yang kita gunakan untuk aksesoris," ungkapnya. 

"Kami mencoba untuk mengurangi limbah, setiap pewarnaan pun kita mencoba untuk menggunakan pewarna yang ramah lingkungan," ucapnya.

Tak berhenti di situ saja, kesadaran akan tantangan regenerasi juga menjadi perhatian. Nur mengungkapkan banyak penenun kini berusia lanjut, sehingga Kainnesia menggagas program Swantara (Sekolah Wastra Nusantara) untuk mencetak generasi penenun muda. Dengan segala pencapaian dan semangat keberlanjutan ini, Kainnesia tidak hanya menjadi merek fashion, namun juga simbol kolaborasi, pelestarian budaya, dan penggerak ekonomi kreatif lokal.

Perjalanan ini belum selesai, dan Nur memastikan bahwa Kainnesia terus membuka pintu bagi mitra baru dari berbagai penjuru Indonesia untuk bersama-sama membawa wastra Nusantara mendunia.

"Kami membuat program bernama Swantara. Ini juga didukung oleh Pertamina untuk terus melanjutkan estafet generasi muda yang ikut dalam sekolah wastra tersebut," kata dia.

Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |