TEMPO.CO, Jakarta - Polda Jawa Barat mengungkapkan bahwa korban yang diperkosa oleh Priguna Anugerah Pratama dipilih secara acak. Pelaku tidak menargetkan korbannya terlebih dahulu sebelum melakukan aksinya.
"Enggak, dia gak punya target (korban)," kata Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Jabar Komisaris Besar Surawan ketika dihubungi Tempo lewat sambungan telepon pada Senin, 14 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Surawan, Priguna melakukan tindakan tersebut ketika dia merasa memiliki kesempatan. Terutama bila dirinya merasa aman dan tidak takut tindakannya akan dipergoki secara mendadak oleh orang lain. "Tergantung ada tidaknya kesempatan," ucap Surawan.
Oleh Polda Jabar, Priguna dijerat dengan pasal berlapis dengan ancaman pidana maksimal 17 tahun penjara. Ia ditangkap pada tanggal 23 Maret 2025 lalu dan langsung dilakukan penahanan.
“Tersangka sudah ditangkap dan ditahan tanggal 23 Maret, saat ini masih proses sidik,” kata Surawan lewat pesan singkat ketika dihubungi pada Rabu, 9 April 2025.
Hingga saat ini ada tiga korban pemerkosaan yang berhasil diungkap oleh Polda Jabar. Korban pertama yang diketahui adalah FH, 21 tahun. Pelaku membius korban terlebih dahulu sebelum melakukan kekerasan seksual terhadapnya.
Dua korban lain berusia 21 dan 31 tahun. Kekerasan seksual terhadap kedua korban terjadi pada 10 dan 16 Maret. Menurut keterangan Polda Jabar, pelaku melakukan kekerasan seksual terhadap mereka dengan dalih melakukan analisis anestesi.
“Dua orang korban melaporkan ke rumah sakit, sudah diminta keterangan,” ujar Surawan.
Unpad telah memberhentikan Priguna dari program PPDS. “Karena telah melakukan pelanggaran etik profesi berat dan pelanggaran disiplin, yang tidak hanya mencoreng nama baik institusi dan profesi kedokteran, tetapi juga telah melanggar norma-norma hukum yang berlaku,” kata pihak Unpad dalam keterangan tertulis bersama RSHS Bandung, Rabu.
Kementerian Kesehatan, yang menaungi RSHS Bandung, memastikan telah mengambil langkah tegas. Aji Muhawarman, Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes, mengatakan Kemenkes telah meminta Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) untuk segera mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) pelaku. Pencabutan STR akan otomatis membatalkan Surat Izin Praktek (SIP) pelaku sebagai dokter, menurut keterangan Kemenkes pada Rabu.
Nabiila Azzahra ikut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.