TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemilihan Umum Provinsi Kalimantan Selatan Andi Tenri Sompa tidak mempersoalkan laporan Tim Hukum Hanyar (Haram Manyarah) Banjarbaru ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Andi, pelaporan ke DKPP merupakan hak konstitusional individu atau lembaga, termasuk Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia (LPRI). Andi Tenri menegaskan sah kalau Tim Hukum Hanyar melaporkan KPU Kalsel.
“Apakah isi aduannya serta-merta betul? tentunya fakta sidang yang akan membuktikan. Yang pasti KPU Kalsel mengambil keputusan berdasarkan undang-undang dan peraturan yang berlaku,” kata Andi Tenri saat dimintai konfirmasi Tempo pada Rabu, 14 Mei 2025.
Sebelumnya Ketua Tim Hukum Hanyar Muhammad Pazri mengatakan, alasan pelaporan karena mereka menduga KPU Provinsi Kalimantan Selatan mengkriminalisasi pengurus LPRI Kalimantan Selatan. LPRI merupakan lembaga pemantau pilkada Banjarbaru
“Laporan itu disampaikan pada Rabu, 14 Mei 2025, pukul 10.39 WIB, dan teregistrasi dengan nomor aduan 153/01-14/SET-02/V/2025,” kata Pazri dalam pernyataan tertulis pada Rabu, 14 Mei 2025.
Tim Hukum Hanyar menilai bahwa KPU Kalsel melanggar kode etik dan integritas dalam menyelenggarakan pemungutan suara ulang pilkada Banjarbaru pada 19 April 2025.
Pazri mengatakan ada dua pokok aduan terhadap Ketua dan Anggota KPU Provinsi Kalimantan Selatan. Pertama, KPU Provinsi Kalimantan Selatan gagal memahami makna pemantauan dan perhitungan cepat, serta bertindak melampaui kewenangannya demi kepentingan tertentu.
“Tim Hukum Hanyar yang juga selaku kuasa hukum LPRI Kalsel menilai KPU Provinsi Kalimantan Selatan keliru memahami definisi quick count dan pemantauan,” ujar Pazri. “Sehingga secara sepihak mencabut status LPRI sebagai lembaga pemantau pilwalkot 2024.”
Status LPRI dicabut KPU melalui Keputusan Nomor 74 Tahun 2025 pada Jumat, 9 Mei 2025. Pencabutan ini dijadikan dasar untuk menggugurkan legal standing LPRI Kalsel dalam permohonan sengketa hasil di Mahkamah Konstitusi.
Tim Hukum Hanyar menilai langkah KPU Provinsi Kalimantan ini merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu sebagaimana diatur dalam Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017.
“KPU Kalsel dianggap tidak objektif, tidak akurat dalam mengkaji laporan, serta tidak memberi ruang klarifikasi kepada pihak LPRI Kalsel,” ujarnya.
Tim Hukum Hanyar menduga Keputusan KPU Provinsi Kalimantan Selatan mencabut status lembaga pemantau LPRI karena ada konflik kepentingan untuk mencekal sengketa hasil PSU Banjarbaru ke Mahkamah Konstitusi. KPU Kalsel, kata Pazri, berupaya menggugurkan legal standing LPRI di MK.
Pada 24 Februari lalu, Mahkamah memerintahkan agar dihelat PSU di Banjarbaru. Hakim konstitusi Enny Nurbaningsih mengatakan, tindakan KPU Kota Banjarbaru yang tak mencantumkan kolom kotak kosong pada surat suara bertentangan dengan undang-undang.
Pilkada Banjarbaru merupakan pilkada yang dilakukan dengan calon tunggal, alias hanya terdapat satu pasangan calon. Maka dari itu, Mahkamah meminta agar PSU dilaksanakan dengan menyedikan kolom kotak kosong pada surat suara.
Mahkamah menilai, KPU Kota Banjarbaru tidak memberikan kebebasan kepada para pemilih untuk memberikan pilihan lain selain kepada pasangan calon nomor urut satu, yaitu Erna Lisa Halaby-Wartono.
Pada pelaksanaan PSU di Banjarbaru, LPRI merilis hasil hitung cepat di 403 TPS. Hasilnya, kotak kosong menjadi pemenang pada PSU ini dengan torehan 52.239 suara atau 54 persen, unggul dari duet Erna Lisa Halaby-Wartono yang meraih 44.716 suara atau 46 persen.
Namun, hasil ini berbeda dengan hasil hitung resmi KPU, di mana duet Erna-Wartono unggul dengan torehan 56.043 suara unggul dari kotak kosong yang meraih 51.415 suara.
Ketua DPD LPRI Kalimantan Selatan Syarifah Hayana kemudian dilaporkan ke kepolisian atas perkara dugaan pelanggaran dalam PSU Banjarbaru.
Ketua KPU Kalimantan Selatan Andi Tenri Sompa mengatakan LPRI melanggar karena melakukan penghitungan cepat dan merilis hasilnya ke media. Menurut dia, sebagai lembaga pemantau yang sebelumnya terakreditasi, LPRI semestinya memahami akan regulasi tugas dan fungsi.
"Berdasarkan rekomendasi Bawaslu Banjarbaru dan hasil telaah internal KPU Kalimantan Selatan, maka diputuskan status LPRI sebagai lembaga pemantau pemilu dicabut," kata Andi Tenri.
Andi Adam Faturahman berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Pilihan editor: Banyak Jalur ke Bangku Kuliah Selain UTBK