TEMPO.CO, Jakarta - Selama enam hari pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) 2025, panitia Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB) mencatat setidaknya terdapat 50 pelaku kecurangan. Tak hanya itu, panitia juga menemukan 10 orang yang bertindak sebagai joki.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jumlah peserta yang terlibat kurang lebih 50, jumlah jokinya kurang lebih 10 keterlibatan," kata Ketua Tim Penanggungjawab Panitia SNPMB 2025 Eduart Wolok dalam konferensi pers di Jakarta pada Selasa, 29 April 2025 seperti dikutip dari Antara.
Eduart menjelaskan bahwa kecurangan dilakukan dengan berbagai cara, seperti penggunaan kamera tersembunyi di kacamata, alat bantu dengar canggih, hingga aplikasi perekam layar, dan remote desktop yang dikendalikan dari jarak jauh.
Ia menambahkan, pelaku juga memakai proxy untuk menyambungkan komputer ke jaringan luar. Meski panitia telah menyiapkan metal detector di tiap lokasi, namun sejumlah modus tetap lolos karena pelaku memakai teknologi yang lebih canggih.
"Tentu di poin ini bisa saja terindikasi sudah ada di lokasi UTBK yang kami temukan ada keterlibatan orang dalam," ujarnya.
Joki Peserta UTBK
Eduart berujar salah satu modus kecurangan lainnya adalah praktik perjokian, di mana peserta ujian digantikan oleh orang lain. Modus ini dilakukan dengan memalsukan foto peserta serta dokumen seperti surat keterangan Kelas XII dan ijazah, agar joki bisa mengikuti ujian menggantikan peserta sebenarnya.
"Ini yang menarik, jaringan perjokian lintas provinsi. Jadi bisa saja kasus didapatkan (di salah satu lokasi UTBK), setelah dilacak, komunikasi yang terbangun itu dari kota ini, kota ini, dan kota ini," ucap Eduart.
Keterlibatan Lembaga Bimbel
Eduart Wolok juga menyebut adanya ribuan peserta yang terindikasi sebagai anomali, dengan dugaan keterlibatan salah satu lembaga bimbingan belajar dalam kasus tersebut. "(Dicurigai) Keterlibatan ada salah satu lembaga pembinaan belajar di Yogyakarta yang memobilisasi peserta," katanya.
Ia menjelaskan peserta ujian anomali tersebut dicurigai, sebab domisili, asal sekolah, kampus tujuan, dan lokasi UTBK semuanya berada di daerah yang saling berjauhan. Contohnya, adanya peserta yang merupakan lulusan SMA di Semarang, memilih kampus tujuan di Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Gadjah Mada (UGM), namun melaksanakan UTBK di Medan.
Namun demikian, pihaknya menemukan peserta dengan data anomali serupa di lokasi lainnya, di mana peserta tersebut tidak hadir saat ujian dan kebetulan dalam waktu yang sama terdapat masalah pada komputer yang seharusnya digunakan oleh peserta tersebut.
"Ada keterlibatan jaringan yang memanfaatkan UTBK untuk kepentingan bisnis tertentu dan sebagainya. Ini disinyalir, sekali lagi ini dugaan, karena itu bukan bagian kami untuk memutuskan itu," katanya.
Ia menambahkan, kecurigaan terhadap salah satu lembaga bimbel semakin kuat karena lembaga tersebut masih mengadakan bimbingan hingga 5 Mei 2025, padahal UTBK hanya berlangsung dari 23 April hingga 3 Mei 2025.
"Padahal lazimnya kalau dulu kita bimbel yang benar itu satu Minggu menjelang pelaksanaan UTBK kan selesai," ujarnya.
Dalam mengatasi kecurigaan ini, pihaknya tengah melakukan investigasi lebih lanjut dengan kolaborasi bersama pihak berwajib untuk memastikan apakah kasus ini harus diselesaikan dengan hukuman pidana demi memberikan efek jera.
"Semua ini nggak akan ada andaikan memang peserta UTBK dan orang tua dari peserta UTBK itu memang merasa sadar betul bahwa tes UTBK SNBT ini adalah tes yang harusnya dilalui dengan penuh kejujuran dan integritas," ucap Eduart Wolok.
Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Pilihan editor: Sekolah Rakyat Akan Menggunakan Kurikulum Multi Entry-Multi Exit