TEMPO.CO, Jakarta - Kekerasan seksual dan pencabulan terhadap santri di lingkungan pondok pesantren kembali terjadi. Kali ini, seorang pria berinisial AIA (26 tahun) ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan pencabulan terhadap sejumlah santri di salah satu Ponpes di Tulungagung, Jawa Timur.
Kapolres Tulungagung Ajun Komisaris Besar Mohammad Taat Resdi mengatakan, tersangka bertugas sebagai pembina kamar di pondok pesantren tersebut. Pria asal Sumatera Selatan ini telah mengakui perbuatan cabulnya terhadap 12 santri laki-laki yang masih berusia antara 8-14 tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tindakan asusila ini menambah daftar panjang kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan pesantren, yang seharusnya menjadi tempat aman bagi para siswa atau santri menuntut ilmu agama. Berikut ini rangkuman beberapa kasus pencabulan santri yang sempat mencuat ke publik.
1. Kiai dan Anaknya di Trenggalek Cabuli Belasan Santriwati
Kepolisian Resor Trenggalek, Jawa Timur, menangkap seorang kiai dan anak –yang menjadi pengasuh sekaligus pemilik pondok pesantren– sebagai tersangka pencabulan terhadap belasan santri. "Iya, statusnya sudah tersangka," kata Kepala Polres Trenggalek Ajun Komisaris Besar Polisi Gathut Bowo Supriyono di Trenggalek, Jumat, 15 Maret 2024
Penetapan status tersangka dilakukan penyidik setelah melakukan serangkaian pemeriksaan awal dan menemukan dua alat bukti yang cukup kuat, yakni aduan dan kesaksian empat korban pencabulan, serta pengakuan kedua saksi terlapor saat diinterogasi Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) Polres Trenggalek.
Sebelumnya, M, 72 tahun; dan anaknya berinisial F, 37 tahun, dilaporkan ke polisi atas dugaan tindak pencabulan terhadap sejumlah santrinya. Kapolres saat itu menduga ada belasan orang santri yang menjadi korban perbuatan cabul bapak dan anak pengasuh ponpes tersebut.
"Modusnya pengasuh pondok pesantren itu meminta kepada santrinya untuk bersih-bersih sebuah ruangan," ujar Kapolres. Ketika situasi sepi, pelaku melancarkan aksi bejatnya. Dari keterangan tersangka dan korban, aksi itu dilakukan selama rentang waktu tiga tahun dari 2021 sampai 2024.
2. Pimpinan Pesantren di Banten Cabuli Santri Sejak 2021
Pimpinan pondok pesantren di Cikande, Serang, Banten, ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan pencabulan dan pelecehan terhadap tiga santrinya. Pria berinisial K itu ditangkap oleh Kepolisian Resor Serang di Kampung Badak, Desa Gembor Udik, pada Ahad, 1 Desember 2024.
Kapolres Serang, AKBP Condro Sasongko, menyatakan K ini mencabuli tiga santrinya berulang kali sejak 2021. Perbuatan itu dilakukan di dalam pondok pesantren. "Ada dugaan pencabulan dan pelecehan seksual oleh seorang pengajar dan pimpinan pondok pesantren, sekaligus anak dari pendiri pondok pesantren," ucap Condro pada Senin, 2 Desember 2024.
Ia mengatakan tiga korban tersebut merupakan anak di bawah umur. Salah satu korban, kata dia, disetubuhi hingga hamil. Tersangka kemudian mengaborsi korban tersebut untuk menutupi perbuatannya. "Korban lain, M dicabuli dengan cara diremas payudaranya, dicium, dan tersangka menggesekkan alat kelaminnya ke kelamin korban," ujar Condro.
Condro menjelaskan motif yang digunakan oleh K. K mulanya menyuruh korban untuk membuatkan kopi, memijatnya, dan melakukan pengobatan kepada santriawati agar mau menuruti hasrat seksualnya. "Dirayu, diminta mijat, hingga dipaksa," ujarnya.
3. Pengasuh Pondok Pesantren di Sumsel Cabuli Santriwati
Seorang pengasuh pondok pesantren (Ponpes), ASP (30 tahun) ditangkap Unit Resese Kriminal Polisi Resor Muara Enim, karena diduga melakukan pencabulan terhadap santriwati di Ponpes Hidayatul Ulum, Desa Menanti, Kecamatan Lubai, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan (Sumsel).
Kepala Satuan Reserse Kriminal Ajun Komisaris Darmanson mengatakan, ASP dijemput setelah polisi menerima laporan yang dibuat oleh salah satu keluarga korban, dengan laporan dugaan perbuatan pencabulan terhadap santriwati.
"Pelaku sudah diamankan dan sedang dalam proses pendalaman di Polres Muara Enim," kata AKP Darmanson saat dihubungi Tempo melalui aplikasi perpesanan Whatsapp pada Senin, 2 Desember 2024.
Peristiwa pencabulan bermula saat terduga pelaku ASP, memanggil korban dan temannya santriwati lain berinisial WS (21 tahun), untuk datang ke kamar pelaku. Saat kedua santriwati tersebut sampai di kamar pelaku, secara tiba-tiba pelaku ASP, langsung memeluk korban dari arah depan.
Di kamar tersebut korban dan saksi dipaksa untuk memuaskan hasrat pelaku. Usai melakukan aksinya, kemudian pelaku langsung menyuruh saksi dan korban kembali lagi ke pondoknya untuk tidur.
4. Pencabulan di Pondok Pesantren Ad-Diniyah Jakarta Timur
Polres Jakarta Timur menetapkan dua tersangka dalam kasus pencabulan di Pondok Pesantren Ad-Diniyah, Pondok Kelapa, Duren Sawit, Jakarta Timur. Kapolres Jakarta Timur Komisaris Besar Nicolas Ary Lilipaly mengatakan masing-masing tersangka berinisial MCN, 26 tahun; dan CH, 47 tahun. MCN merupakan guru sedangkan CH merangkap sebagai pemilik di pondok pesantren itu.
“MCN mencabuli korban sejak 2021-2024. Untuk tersangka CH juga melakukan pencabulan di lokasi yang sama. CH sempat kabur hingga akhirnya menyerahkan diri,” kata Nicolas melalui keterangan resminya, Selasa, 21 Januari 2025.
Adapun jumlah korban dalam kasus ini sebanyak lima orang. Mereka adalah santri yang tinggal di pondok pesantren itu. MCN mencabuli tiga korban yang masing-masingnya berumur 18, 17, dan 15 tahun. Sedangkan CH mencabuli dua santri berumur 17 tahun.
Polisi masih menyelidiki kasus pencabulan ini, perihal ada atau tidaknya penambahan korban di pondok pesantren itu. “Kami masih mendalami apakah keuda pelaku punya komitmen yang sama atau tidak untuk mencabuli,” kata Nicolas.
5. Pencabulan di Ponpes Tulungagung
Tim Penyidik di Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kepolisian Resor Tulungagung mendalami kemungkinan keterlibatan pelaku lain dalam dugaan pencabulan terhadap sejumlah santri di salah satu pondok pesantren di Tulungagung, Jawa Timur. Saat ini polisi baru menetapkan satu tersangka, yaitu AIA, 26 tahun.
Kapolres Tulungagung Ajun Komisaris Besar Mohammad Taat Resdi mengatakan, penyidikan masih berlangsung secara paralel. Tujuh dari 12 korban telah diperiksa secara mendalam, sedangkan lima lainnya dijadwalkan menyusul. Tidak tertutup kemungkinan jumlah korban akan bertambah. “Juga kemungkinan ada unsur pembiaran dari lingkungan sekitar," ujarnya.
Penyidik juga tengah menelusuri modus yang digunakan pelaku terhadap para korban. Berdasarkan kesaksian awal, pelaku tidak hanya memanfaatkan posisinya sebagai pembina kamar, namun juga melakukan tekanan psikologis dan ancaman agar para santri tidak melawan atau melapor.