REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengamat energi dari Energy Watch Indonesia, Ferdinand Hutahaean, menilai keberhasilan pemerintah dalam menjalankan program co-firing di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) menjadi bukti bahwa transisi energi menuju sumber terbarukan dapat dilakukan secara bertahap, terukur, dan berdampak langsung bagi masyarakat. Co-firing adalah pembakaran dua jenis bahan bakar sekaligus.
Karena itu, co-firing dinilai sebagai langkah paling rasional untuk mengurangi ketergantungan terhadap batu bara tanpa mengorbankan keandalan pasokan listrik. Dengan mencampurkan bahan bakar biomassa dan batu bara di PLTU, emisi karbon dapat ditekan secara signifikan.
Tidak ada kode iklan yang tersedia.Ferdinand menjelaskan, program ini tidak hanya memperkuat bauran energi baru terbarukan (EBT), tetapi juga memberikan dampak nyata terhadap perekonomian masyarakat. Pemanfaatan biomassa yang bersumber dari limbah pertanian, perkebunan, dan hasil hutan rakyat telah menciptakan rantai nilai baru di tingkat desa.
“Selain mendorong transisi energi, co-firing juga menjaga kelestarian lingkungan karena mampu mengubah lahan yang sebelumnya kritis menjadi lebih hijau dan produktif,” ujarnya.
Ia menilai, capaian tersebut menunjukkan bahwa sistem pasokan biomassa nasional mulai berjalan dengan baik. Co-firing, kata Ferdinand, bukan hanya efisien, tetapi juga mampu menjaga stabilitas suplai listrik sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap batu bara.
Ferdinand menekankan, keberhasilan program ini juga membuka ruang luas bagi tumbuhnya ekonomi kerakyatan. Keterlibatan masyarakat dalam penyediaan bahan bakar biomassa menjadikan energi terbarukan bukan sekadar isu lingkungan, tetapi juga instrumen pemerataan ekonomi.
Lebih lanjut, ia menyebutkan capaian program co-firing menunjukkan hasil yang signifikan. Hingga akhir September 2025, berdasarkan data PLN, pasokan biomassa untuk kebutuhan co-firing telah mencapai sekitar 1,7 juta ton, mendekati target kumulatif 2,2 juta ton, dan diperkirakan akan melampaui target tahunan sebesar 3 juta ton.
Data PLN juga menunjukkan, hingga 1 Oktober 2025, total volume biomassa yang telah terkontrak mencapai 4,7 juta ton, dengan tambahan 820 ribu ton dalam proses pengadaan. Jika seluruh kontrak terealisasi, total pasokan biomassa hingga akhir tahun diproyeksikan mencapai 5,5 juta ton atau sekitar 185 persen dari target tahunan.
Dari hasil kajian, pengembangan program Bioenergi Desa (BIODES) memiliki potensi ekonomi yang menjanjikan. Dengan Net Present Value (NPV) sebesar Rp 557,4 juta dan Internal Rate of Return (IRR) mencapai 45,54 persen, proyek ini dinilai layak secara finansial dan menarik bagi investor.

3 hours ago
2











































