Biofuel di Eropa Diduga Berasal dari Ekspor Palsu Limbah Pabrik Minyak Sawit

2 days ago 5

TEMPO.CO, Jakarta - Studi oleh lembaga advokasi energi dan transportasi bersih di Eropa, Transport & Environment (T&E), menemukan pemanfaatan limbah pabrik minyak sawit untuk produksi biofuel di negara-negara Eropa jauh melebihi data pasokan limbah itu yang tersedia secara global. Hasil studi tersebut menimbulkan pertanyaan apakah perusahaan minyak besar di Eropa sedang melakukan greenwashing atas klaim bahan bakar terbarukan mereka.

Selama satu dekade terakhir ini perusahaan minyak besar Eropa menggunakan Palm Oil Mill Effluent (POME), residu produksi minyak goreng dari kelapa sawit, untuk produksi biosolar atau biasa disebut HVO. Mereka mempromosikannya sebagai bahan bakar ramah iklim, atau 'renewable diesel' dengan klaim pengurangan emisi gas rumah kaca hingga 95 persen dibandingkan penggunaan solar dari bahan bakar fosil.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di antara bahan baku limbah lainnya seperti minyak goreng bekas pakai dan lemak hewani, POME digunakan dalam seperempat biofuel yang dikonsumsi di Uni Eropa pada 2023. Alternatif berbasis limbah atau residu minyak sawit ini sekarang malah menyumbang 40 persen dari seluruh produksi biofuel di Uni Eropa

Tapi, diduga telah terjadi penyimpangan yang meluas dalam penjualan maupun penggunaan limbah cair dari pabrik minyak kelapa sawit yang datang terutama dari Malaysia dan Indonesia tersebut. Hasil studi T&E mendapati laporan pemanfaatan limbah tersebut jauh melampaui daripada total volume limbah itu yang mungkin tersedia secara global. Hal ini, seperti dikutip dari hasil studi yang dipublikasikan dalam situs T&E pada 9 April 2025, menunjukkan kemungkinan ekspor palsu POME dan penipuan dalam rantai pasokan.

Sunarno, 49 tahun, menurunkan tandan buah segar kelapa sawit saat panen di perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kampar, di provinsi Riau, 26 April 2022. Kini, pemerintah melarang ekspor untuk semua produk crude palm oil, red palm oil (RPO), RBD palm olein, pome, dan use cooking oil. REUTERS/Willy Kurniawan

Atas temuannya itu, T&E mendesak Uni Eropa untuk menghapus insentif penggunaan POME dan memperketat pengawasan terhadap biofuel berbasis limbah serta penjualannya di seluruh negara anggotanya. Temuan tersebut menunjukkan bahwa perusahaan bahan bakar fosil mungkin salah menggambarkan keberlanjutan produk mereka.

Laporan lembaga yang berpusat di Brussel, Belgia, itu menemukan sebanyak lebih dari 2 juta ton POME digunakan untuk memproduksi HVO di Eropa sepanjang 2023 lalu. Padahal, ketersediaan globalnya diperkirakan hanya 1 juta ton pada periode yang sama. Bahkan, T&E mengklaim tingkat pengumpulan aktual kemungkinan jauh di bawah 1 juta ton karena infrastruktur yang buruk dan persaingan dari produksi biogas.

Cian Delaney dari T&E menengarai banyak produk POME yang datang sebenarnya minyak sawit yang disamarkan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran serius mengenai apakah solar terbarukan atau HVO ini sehijau yang dikatakan. Itu sebabnya Cia mengatakan, “Kita perlu menghapus insentif kebijakan yang memungkinkan bahan baku biofuel yang meragukan masuk Eropa sebagai bahan bakar yang dianggap berkelanjutan."

Menurut data T&E, negara-negara Spanyol, Italia, Inggris, dan Jerman adalah konsumen terbesar biofuel berbasis POME tahun lalu. Sepertiga biofuel Spanyol berasal dari POME, sementara di Italia hampir 20 persen. 

Penggunaan POME di Jerman melonjak antara 2021 dan 2022, dan tetap tinggi meskipun terjadi penurunan harga dan peningkatan impor. Penggunaan POME juga meningkat tiga kali lipat di Inggris. Tapi peningkatan persentase tertinggi adalah di Irlandia dan Belgia yang keduanya telah bergabung dengan Jerman dan Belanda dalam menyerukan penyelidikan oleh Komisi Uni Eropa.

Arah Energi Terbarukan (RED II) Uni Eropa, yang diperbarui pada 2018, telah menetapkan penghentian penggunaan biofuel berbasis minyak sawit pada 2030 karena perannya dalam deforestasi. Penetapan itu, dikombinasikan dengan larangan nasional di negara-negara seperti Austria dan Prancis, menyebabkan penurunan 80 persen produksi biofuel dari minyak sawit konvensional pada akhir 2023 dari puncaknya yang pernah mencapai 3 juta ton pada 2019.

Namun, peralihan ke alternatif berbasis limbah – termasuk POME – dianggap telah membuka kerentanan baru. T&E juga menunjukkan kelemahan dalam sistem sertifikasi dan verifikasi klaim keberlanjutan. Meskipun aturan yang lebih ketat diperkenalkan pada 2022, aturan tersebut masih sangat bergantung pada audit kertas dan skema sukarela. 

T&E mengatakan, minyak sawit kini mungkin memasuki Eropa dengan nama lain – dan memperingatkan bahwa permintaan yang meningkat telah mendorong harga POME hingga 90 persen dari harga minyak sawit. Laporan tersebut menambahkan bahwa perusahaan minyak Eropa menghabiskan sekitar €2 miliar untuk POME pada 2023. Itu dua kali lipat biaya untuk BBM Solar.

Disertakan pula untuk menguatkan kecurigaan dalam hasil riset itu bahwa Indonesia, produsen minyak sawit terbesar di dunia, baru-baru ini melaporkan ekspor POME yang melebihi perkiraan kapasitas nasional. Laporan T&E mendukung kecurigaan bahwa ekspor palsu mungkin terjadi.

T&E menyerukan diakhirinya insentif khusus untuk biofuel berbasis POME dan aturan sertifikasi dan keterlacakan yang lebih ketat untuk memastikan pemanfaatan limbah yang asli. Tanpa reformasi, T&E memperingatkan, Uni Eropa berisiko merusak tujuan iklimnya dengan mengandalkan biofuel yang mungkin tidak berkelanjutan seperti yang diklaim.

Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |