TEMPO.CO, Semarang - Kepala Penerangan Daerah Militer IV Diponegoro Letnan Kolonel Inf Andy Soelistyo menilai pengakuan awak pers mahasiswa Universitas Islam atau UIN Walisongo Kota Semarang mengenai teror merupakan keterangan sepihak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Karena sampai hari ini juga kami atau pihak Polisi Militer belum menerima laporan terhadap apa yang disampaikan rekan-rekan pers mahasiswa," katanya pada Sabtu, 26 April 2025.
Sejumlah awak pers mahasiswa UIN Walisongo Kota Semarang mengaku mendapat teror. Intimidasi terjadi setelah mereka memberitakan anggota Tentara Nasional Indonesia mendatangi diskusi di kampus tersebut.
Andy menjelaskan, kehadiran anggota TNI ketika acara diskusi tersebut merupakan tugas monitoring. "Dikaitkan dengan adanya pamflet undangan diskusi yang bertuliskan terbuka untuk umum," ujar Andy.
Kedatangan Sersan Satu Rokiman dalam diskusi bertema "Fasisme Mengancam Kampus: Bayang-Bayang Militer bagi Kebebasan Akademik" yang digelar Kelompok Studi Mahasiswa Walisongo bukan untuk intervensi. "Tak ada bukti Babinsa melakukan Intervensi yang berakibat batalnya diskusi," sebutnya.
Terkait adanya permintaan penghapusan berita yang diterbitkan pers mahasiswa UIN Walisongo dia mempersilakan untuk melapor. "Kami mohon bisa melapor kepada Polisi Militer atau Kepolisian agar apa yang disampaikan bisa dibuktikan secara scientifik dengan digital forensik," tutur Andy.
Sejumlah jurnalis mahasiswa mengaku mendapat pesan singkat dan telepon untuk menghapus berita soal kedatangan anggota TNI di kampus tersebut.
Seorang anggota TNI menghubungi kru Surat Kabar Mahasiswa Amanat, Moehammad Alfarizy, pada Rabu, 16 April 2025. Seorang yang kemudian diketahui adalah Sersan Satu Rokiman itu meminta berita yang ditulis Moehammad agar tidak dimuat.
Sehari sebelumnya, Moehammad menulis berita tentang anggota TNI yang mendatangi diskusi di Kampus UIN Walisongo pada Senin, 14 April. Diskusi itu digelar Kelompok Studi Mahasiswa Walisongo. Diskusi mengangkat tema "Fasisme Mengancam Kampus: Bayang-Bayang Militer bagi Kebebasan Akademik."
Meohammad mengaku dihubungi tentara tersebut melalui pesan singkat dan telepon. "Terus dia langsung bilang mempermasalahkan foto," ujarnya. Setelah berdiskusi dengan redaksi permintaan menghapus berita itu tak dikabulkan.