Suara Petani Kendeng di Uni Emirat Arab

3 hours ago 4

Halo, kawan Pal.

Kali ini saya mau sedikit bercerita tentang Sharjah Biennial, pameran seni rupa akbar dua tahunan atau biennale di Emirat Sharjah, Uni Emirat Arab. Pameran ini digelar pertama kali pada 1993 dan menjadi salah satu agenda penting biennale internasional yang membuat negara di jazirah Arab ini menjadi salah satu pusat budaya dunia kontemporer.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ini pameran besar, kawan Pal. Saking besarnya, karya yang dipamerkan tersebar di berbagai museum dan gedung di kota dan daerah sekitarnya. Bahkan ada karya instalasi yang dipasang di sebuah dusun di gurun yang kosong karena sudah lama ditinggal penduduknya. Ibrahim Soetomo, kurator seni rupa Salihara, berada di sana sejak Maret 2025 dan menuliskan laporannya untuk Tempo.

Biennale tahun ini, yang berlangsung selama 6 Februari–15 Juni 2025, juga penting dan relevan bagi kita karena mengangkat isu mutakhir, terutama yang terjadi di kawasan Global Selatan, kawasan Bumi selatan, tempat Indonesia termasuk di dalamnya. Isu membentang dari gejala kesenian hingga kehidupan penduduknya.

Kawan Pal, pameran ini menampilkan lebih dari 650 karya dari hampir 200 peserta. Sebanyak 12 seniman dan peneliti yang terlibat berasal dari Indonesia. Peneliti? Ya, semua karya yang dipamerkan ini berangkat dari hasil penelitian. Itu bisa dilakukan seniman sendiri maupun berkolaborasi dengan para ahli.

"Concrete Thread Repertoire", misalnya, adalah hasil kerja kolektif seniman, peneliti, dan masyarakat yang memaparkan arsip perlawanan dan aktivisme masyarakat di beberapa daerah konflik di Indonesia, dari Kendeng dan Wadas di Jawa Tengah hingga Lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. Karya ini juga menunjukkan bahwa kata seni tidaklah secara eksklusif milik seniman, tapi masyarakat juga dapat melakukan kerja kreatif yang simbolis, langsung, dan massal.

Instalasi "My Ancestors were Sailors" karya Restu Ratnaningtyas berkisah tentang Puspita Bahari, komunitas perempuan nelayan di Demak yang mendobrak tabu dan dominasi patriarki di dunia nelayan di tengah ancaman naiknya air laut ke permukaan. Karya ini lahir setelah Restu menelusuri kawasan Pantura dan berakhir di Demak, tempat dia bertemu komunitas tersebut. Instalasi itu berupa lukisan, keramik, tirai, kotak musik, memento, hingga catatan yang merekam sejarah dan kehidupan perempuan nelayan di sana.

Kawan Pal, biennale ini mendekatkan kembali kesenian dengan masyarakat dan, sebaliknya, masyarakat dengan kesenian. Karya seni di pameran ini telah mengangkat suara yang terbungkam, dari nelayan perempuan di Pantura hingga protes petani Kendeng.

Apakah kau tertarik untuk menyaksikan karya-karya di Sharjah?

Pilihan editor:

Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |