Tangkapan layar saat Chiko Radityatama Agung Putra menyampaikan permohonan maaf terkait dugaan penyebaran foto serta video sensual hasil editan kecerdasan buatan atau Al dengan menggunakan wajah sejumlah siswi SMAN 11 Semarang.
REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- SMAN 11 Semarang masih belum bersedia terbuka dan berkomentar banyak soal kasus penyebaran foto serta video deepfake tak senonoh yang diduga dilakukan alumnus mereka, yakni Chiko Radityatama Agung Putra. Terdapat sejumlah siswi alumni SMAN 11 Semarang yang wajahnya diduga diedit dan ditempelkan pada foto serta video vulgar oleh Chiko.
Saat kembali disambangi awak media pada Jumat (17/10/2025), SMAN 11 Semarang masih menolak berkomentar soal kasus Chiko. "Pak Kustri bilang bahwa kasus ini sudah ditutup. Silakan bisa wawancara langsung dengan pihak dinas, karena sekolah sudah menyerahkannya ke sana," kata Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMAN 11 Semarang M. Noor Wachid Affandi.
Pak Kustri yang dimaksud oleh Affandi adalah Kepala Bidang Pembinaan SMA Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Jawa Tengah (Jateng), Kustrisaptono. Namun ketika dikonfirmasi, Kustrisaptono menyanggah kasus Chiko telah ditutup. "Wah tidak tahu kalau informasi ini," ujarnya.
Dia memastikan pihaknya masih melakukan penanganan terhadap kasus penyebaran foto dan video deepfake yang diduga dilakukan Chiko. "Kita penguatan situasi kondusivitas sekolah dan sudah ada koordinasi dengan DP3AP2KB untuk pendampingan," kata Kustrisaptono.
Sebelumnya Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Jateng, Ema Rachmawati, mengatakan, saat ini pihaknya tengah menginvestigasi dan mendata terduga korban yang wajahnya diedit menggunakan kecerdaaan buatan atau AI oleh Chiko, lalu ditempelkan ke foto serta video vulgar. "Masih identifikasi dan investigasi, masih kumpulkan korban-korban," kata Ema ketika ditanya perihal kasus Chiko, Kamis (16/10/2025).
Menurut Ema, karena para terduga korban telah berstatus alumni, hal itu menjadi penyebab mengapa DP3AP2KB tidak bisa melakukan pendataan dengan cepat. "Karena korban-korban yang kuliah masih midsemester, jadi belum bisa ketemu. Mereka minta waktu," ujarnya.
Dia menambahkan, saat ini DP3AP2KB juga masih menjalin koordinasi dengan Disdikbud Jateng. "Karena tidak semua korban mau hadir, jadi masih kita sisir satu per satu," ucapnya.