TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam rekomendasinya meminta ada evaluasi terhadap Proyek Strategis Nasional Ketahanan Pangan dan Energi di Kabupaten Merauke (PSN Merauke), Papua Selatan, karena ada risiko pelanggaran HAM dalam pelaksanaannya.
Rekomendasi Komnas HAM pada 17 Maret 2025 itu sebagai respons atas pengaduan Yayasan Pusaka dan LBH Pos merauke mengenai berbagai pelanggaran HAM dalam pelaksanaan PSN Merauke. Sebelumnya juga ada deklarasi Konsolidasi Solidaritas Merauke yang menyebut proyek tersebut merampas sumber penghidupan, identitas masyarakat dan rasa aman masyarakat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Eksekutif, Satya Bumi, Andi Muttaqien menilai rekomendasi Komnas HAM itu harusnya menjadi alarm keras bagi pemerintah pusat untuk menghentikan PSN Merauke. "Pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di Merauke telah terkonfirmasi dengan adanya Rekomendasi Komnas HAM tersebut," kata dia melalui keterangan tertulis, Selasa, 15 April 2025.
Andi menjelaskan, bukti lapangan dan cerita masyarakat lokal, serta rekomendasi Komnas HAM itu memperkuat alasan untuk dihentikannya PSN di Merauke. Rekomendasi Komnas HAM berupa evaluasi pelaksanaan proyek strategis nasional tidak akan berjalan maksimal jika aktivitas PSN masih terus berjalan. "Pemberhentian ini juga berlaku untuk PSN di berbagai daerah di Indonesia."
Menurut Andi, laporan Satya Bumi mencatat kasus pelanggaran HAM juga terjadi di PSN Pulau Rempang, Kepulauan Riau dan PSN Air Bangis, Sumatera Barat. Ia juga meminta pemerintah memulihkan hak masyarakat adat dan menjamin kesejahteraan mereka. Sejak terbitnya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 15 Tahun 2024 tentang Satuan Tugas Percepatan Swasembada Gula dan Bioetanol di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan, perampasan hak masyarakat dan kerusakan alam mulai terjadi.
"Upaya pemulihan hak masyarakat dan memberikan jaminan kesejahteraan dapat menjadi bukti bahwa pemerintah mencapai tujuan bernegara yang tertulis dalam Undang-Undang Dasar 1945 tentang menjamin kesejahteraan umum," kata Andi. "Namun jika hal ini tidak dilakukan, maka segala bentuk klaim nasionalis dan mengutamakan kepentingan rakyat yang disampaikan pemerintah hanyalah jargon bahkan bualan."
Satya Bumi juga meminta penarikan aparat dan militer dari lokasi PSN di Merauke. Menurut Andi, keberadaan aparat di wilayah PSN dan menjadi alat perusahaan itu menciptakan ketakutan bagi masyarakat. Ia menilai pemerintah seperti melihat Papua sebagai tanah kosong sehingga mengabaikan hak mereka yang ada di dalamnya. "Tujuan pemerataan kesejahteraan adalah omong kosong di saat masyarakat, sebagai penerima manfaat, justru merasa terancam dan menghadapi kehidupan yang semakin sulit," kata dia.