RUU Perubahan Iklim Janjikan Pengaturan Hak Lingkungan bagi Penyandang Disabilitas

5 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Rancangan Undang Undang Perubahan Iklim memuat mengenai hak lingkungan yang sehat dan baik bagi berbagai kelompok masyarakat di Indonesia. Menurut Anggota Komite II Dewan Perwakilan Daerah atau DPD RI, Graal Taliawo, pengaturan hak dalam RUU Perubahan Iklim juga mengikutsertakan hak lingkungan bagi penyandang disabilitas.

"Mengenai ketentuan normatif, UU Perubahan Iklim ini memiliki Pasal 28H yang mengatur mengenai hak lingkungan hidup yang baik dan sehat buat semua masyarakat tanpa terkecuali, kemudian pasal 33 bagaimana negara memiliki tanggung jawab untuk memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam, termasuk lingkungan di dalamnya untuk bagaimana mendatangkan kepentingan masyarakat," kata Graal dalam Webinar 'Pentingnya Dampak Perubahan Iklim Bagi Penyandang Disabilitas' yang diselenggarakan Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS), Selasa, 29 April 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Graal yang juga menjabat sebagai Panitia Perancang Undang-Undang DPD Maluku Utara, Indonesia sebenarnya telah memiliki beberrapa aturan teknis untuk memitigasi perubahan iklim. Namun, peraturan teknis tersebut dirasa tidak cukup lantaran banyak daerah memiliki kondisi kritis sebagai dampak perubahan iklim. Graal mencontohkan, daerah di Maluku Utara, seperti Tobelo. 

"Banyak rumah warga yang hampir tenggelam karena naiknya permukaan air laut, tentu problem yang sangat besar ini tidak cukup jika diatur atau disiasati dengan peraturan teknis saja, harus ada peraturan besar di atasnya," kata Graal. 

Indonesia telah meratifikasi dua peraturan PBB mengenai perubahan iklim, khususnya pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK). Kedua aturan tersebut adalah Paris Agreement yang diratifikasi melalui pembentukan Undang Undang Nomor 16 Tahun 2016 dan Kyoto Protocol melalui Undang Undang Nomor 17 Tahun 2004.

Perubahan iklim memberikan dampak yang beragam bagi semua kelompok Masyarakat, termasuk penyandang disabilitas. Bahkan penyandang disabilitas merupakan kelompok paling rentan atas dampak perubahan iklim. 

Dalam forum yang sama, Ketua Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS), Yeni Rosa Damayanti mengatakan terdapat tiga dampak perubahan iklim yang paling rentan dialami penyandang disabilitas. Pertama, kerentanan keselamatan saat evakuasi. Bagi orang yang tidak memiliki kedisabilitasan, menyelamatkan diri sekejap dengan berpindah tempat adalah hal yang biasa dan memungkinkan untuk dilakukan. Namun bagi penyandang disabilitas, menyelamatkan diri sendiri dalam sebuah bencana dapat menjadi hal yang sulit dilakukan. 

Yeni mencontohkan bagi penyandang disabilitas pengguna kursi roda yang tinggal hanya berdua dengan ibunya yang sudah tua. "Saat bencana, siapa yang menyelamatkan bila tetangga di sekitarnya sibuk menyelamatkan diri? Atau penyandang disabilitas mental yang sering diumpetin keluarganya, disembunyikan dari pergaulan umum, sering saat ada kebakaran luput dari perhatian umum, dan ditemukan sudah dalam keadaan meninggal," kata dia 

Kedua, kerentanan ekonomi. Menurut Yeni, bencana alam yang memberikan dampak rusaknya sebuah wilayah mengharuskan penduduknya pindah tempat tinggal maupun mata pencarian. Hal itu dapat mendatangkan masalah bagi kelompok disabilitas.

Bagi orang yang tidak memiliki disabilitas, menurut Yeni, berpindah tempat dan mata pencaharian akan menjadi sebuah solusi. Namun, bagi orang dengan disabilitas, berganti pekerejaan atau tempat mata pencaharian berarti memutus rantai penghidupan.

"Karena kesempatan kerja untuk mereka tidak banyak, lingkungan baru belum tentu juga dapat menerima mereka untuk bekerja, jadi tidak mudah bagi disabilitas kalau disuruh untuk berpindah tempat," kata Yeni.

Kerentanan ketiga yang dialami penyandang disabilitas adalah kerentanan pasca bencana  Menurut Yeni, kerentanan ini hampir mirip dengan kerentanan ekonomi. Namun, kali ini terkait dengan aksesibilitas tempat tinggal. Seperti korban bencana yang harus dipindahkan ke tempat tinggal baru yang aksesibilitasnya kurang. "Misalnya rumah barunya tidak memiliki standart aksesibilitas seperti di rumah lamanya, ini akan membuat mereka semakin terisolasi dan membahayakan hidupnya," ujarnya.

Lantaran itulah, kelompok disabilitas menyampaikan beberapa aspirasinya dalam pembahasan Rancangan Undang-undang Perubahan Iklim. Aspirasi ini disampaikan bersama Aliansi Rakyat Untuk Keadilan Iklim (ARUKI).

Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |