Respons BI soal QRIS Diprotes USTR: Kartu Kredit AS Masih Dominan

4 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia (BI) menanggapi keluhan Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) terkait Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS). Sistem pembayaran digital asal Indonesia tersebut dianggap sebagai salah satu hambatan perdagangan bagi kedua negara sebagaimana tertuang dalam National Trade Estimate (NTE) Report on Foreign Trade Barriers 2025.

Gubernur BI Perry Warjiyo menyebut QRIS dikembangkan dengan mengadopsi standar global. Dia mengatakan bahwa kode QR nasional Indonesia tersebut dibangun dengan menerapkan standar European Master VIsa yang ditambah kode pemrograman (coding) bahasa Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"QR Indonesia Standard adalah standar versi Indonesia yang kita adopsi dari standar global," kata Perry dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur BI, pada Rabu, 23 April 2025.

Dia menjelaskan, QRIS dirilis pada 17 Agustus 2019 dan dibuat bersama Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI). "Itu standar yang di-develop oleh industri dengan pedoman-pedoman yang dikeluarkan oleh BI, dan menjadi kesepakatan sesuai kepentingan nasional," ucap Perry.

Menurut dia, QRIS diciptakan untuk mendukung inklusi masyarakat. Selain itu, kode QR tersebut telah terhubung dengan sejumlah negara setelah dikembangkan sistem pembayaran berbasis kode QR lintas negara.

Sementara itu, Deputi Gubernur BI Filianingsih Hendarta mengungkapkan bahwa QRIS tidak hanya dapat digunakan di Indonesia, tetapi juga lintas batas negara. "Cross border-nya juga terus meningkat. Negara yang sudah bisa menggunakan, yaitu Singapura, Malaysia, dan Thailand," ujar Filianingsih.

Dia pun mengklaim bahwa sudah ada beberapa negara yang juga bakal menerapkan sistem pembayaran QRIS dalam waktu dekat. "Akan segera dengan Jepang, Korea Selatan, India, Jepang, dan juga mungkin nanti Tiongkok dan Arab Saudi," kata Filianingsih.

Pada kesempatan berbeda, Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti mengatakan kerja sama Indonesia dengan negara lain melalui QRIS atau sistem pembayaran cepat lainnya bergantung pada kesiapan masing-masing negara, termasuk dengan pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. 

“Jadi, kami tidak membeda-bedakan. Kalau Amerika siap, kita siap, kenapa tidak?” ucap Destry dalam acara Edukasi Keuangan bagi Pekerja Migran Indonesia di Gedung Dhanapala, Jakarta, pada Senin, 21 April 2025. 

Menurut dia, penggunaan Visa dan Mastercard yang berasal dari Negeri Paman Sam hingga kini masih dominan di Indonesia. “Sampai sekarang, kartu kredit yang selalu direbutin Visa dan Mastercard kan masih juga dominan. Jadi, itu tidak ada masalah sebenarnya,” ujar Destry. 

Namun, dia tak menjelaskan lebih lanjut mengenai langkah yang bakal ditempuh BI untuk merespons kritikan AS tersebut. 

Sebelumnya, melalui NTE Report Foreign Trade Barriers 2025 yang dirilis pada Senin, 31 Maret 2025, USTR melayangkan protes atas penggunaan QRIS yang diatur dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur BI Nomor 21/18/PADG/2019 tentang Implementasi Standar Nasional Quick Response Code untuk Pembayaran. 

“Perusahaan-perusahaan AS, termasuk penyedia pembayaran dan bank, mencatat kekhawatiran bahwa selama proses pembuatan kebijakan kode QR BI (QRIS), pemangku kepentingan internasional tidak dikabari mengenai sifat perubahan potensial. Selain itu, mereka tidak diberikan kesempatan untuk menjelaskan pandangan tentang hal tersebut,” tulis USTR dalam laporannya.  

Ilona Estherina dan Anastasya Lavenia Y berkontribusi dalam penulisan artikel ini. 
Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |