Reportase Mendiskreditkan Pesantren, ini 12 Logika Pesantren Khas Kaum Santri

4 hours ago 2

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sebuah tayangan stasiun televisi mendadak memicu gelombang kemarahan dari berbagai kalangan, terutama para santri dan alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, serta komunitas pesantren se-Indonesia.

Narasi yang menyertai cuplikan aktivitas santri dianggap merendahkan dan tidak etis, khususnya saat menyoroti kehidupan di pondok pesantren dan mengaitkannya dengan Kiai Sepuh KH Anwar Mansur. Kontroversi ini memuncak menjadi kecaman luas di media sosial dan seruan boikot, memaksa pihak Trans7 untuk menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada keluarga besar pesantren.

Pemberitaan tersebut gagal mengangkat pesan substansial yang sejatinya sangat luhur dalam kehidupan pesantren. Berikut ini adalah sejumlah logika pesantren khas kaum santri yang belum tentu ada dalam kehidupan di luar pesantren.

1. Takzhim kepada guru, keluarga, dan koleganya

Dalam kitab ta’limul muta’allim, ini disebut suhbatul ustaz. Santri menghormati guru, keluarga, dan koleganya. Logika pesantren tentang menghormati guru adalah sebuah cara pandang yang tidak hanya bersifat etis, tetapi juga metafisik. Penghormatan bukan sekadar norma sopan santun, melainkan kunci pembuka keberkahan ilmu.

Dalam tradisi pesantren, ilmu dianggap sebagai cahaya atau anugerah ilahi yang tidak bisa didapatkan hanya dengan kecerdasan otak, melainkan harus disertai dengan adab dan kerendahan hati kepada guru.

Guru dilihat sebagai perantara atau pewaris para nabi yang bertugas menyampaikan ilmu agama dan membentuk karakter santri. Oleh karena itu, menghormati guru secara total, termasuk patuh pada nasihatnya dan menghindari hal-hal yang tidak disukai, menjadi bagian tak terpisahkan dari ikhtiar santri dalam mencari ilmu yang bermanfaat.

Logika ini juga menekankan bahwa hubungan antara santri dan guru tidak sebatas interaksi di kelas, melainkan ikatan batin yang mendalam. Santri dilatih untuk selalu husnudzon (berprasangka baik) terhadap setiap tindakan guru, bahkan ketika mereka mendapatkan teguran atau hukuman.

Sikap ini bertujuan untuk menjaga hati santri agar tidak dipenuhi kekecewaan atau prasangka buruk, yang diyakini dapat menghalangi masuknya ilmu ke dalam hati. Seperti yang diajarkan dalam kitab Ta'lim Muta'allim, kepuasan hati seorang guru (ridha) menjadi syarat mutlak agar ilmu yang diberikan dapat menjadi berkah dan tidak menjadikan santri sombong.

Pada akhirnya, menghormati guru dalam logika pesantren adalah sebuah investasi spiritual jangka panjang. Santri meyakini bahwa dengan memuliakan guru, mereka juga memuliakan ilmu itu sendiri, yang pada gilirannya akan mendatangkan kebaikan dan kemudahan dalam hidup.

Mendoakan guru, seperti yang dicontohkan oleh Imam Ahmad yang selama 40 tahun mendoakan gurunya Imam Syafi'i, menjadi praktik nyata dari logika ini. Jadi, menghormati guru bukan tentang kepatuhan buta, melainkan tentang membangun fondasi spiritual yang kuat agar ilmu yang didapat tidak hanya berguna di dunia, tetapi juga menjadi bekal di akhirat.

Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |