Remaja, Ini Alasan Kalian Belum Saatnya Jalani Kehamilan

8 hours ago 3
RepublikaIbu hamil (ilustrasi) Sumber:Republika

INFOREMAJA -- Dokter spesialis kandungan dan konsultan fertilitas lulusan Universitas Indonesia, dr. Upik Anggraheni, Sp.OG, menjelaskan bahwa kehamilan di usia remaja (termasuk 19 tahun) sebenarnya tidak disarankan. Kehamilan remaja berisiko tinggi menimbulkan berbagai komplikasi, baik untuk ibu maupun bayi.

Menurut dr. Upik, usia 19 tahun masih tergolong remaja, di mana tubuh dan organ reproduksi perempuan belum sepenuhnya matang untuk menjalani kehamilan dan persalinan dengan aman, meskipun sudah mengalami menstruasi.

“Tulang panggul, termasuk tulang belakang dan tulang ekor, masih bisa tumbuh sampai usia 20–21 tahun. Kalau panggul belum berkembang sempurna, bisa terjadi kondisi yang disebut Disproporsi Sefalopelvik (CPD), yaitu ukuran kepala bayi tidak sebanding dengan ukuran panggul ibu. Akibatnya, proses persalinan bisa lama dan meningkatkan risiko harus melahirkan lewat operasi sesar (SC),” jelasnya, belum lama ini.

Selain itu, di bawah usia 20 tahun, organ reproduksi seperti rahim dan ovarium mungkin belum berfungsi optimal karena sistem pengatur hormon (poros hipotalamus-hipofisis-ovarium) belum matang sepenuhnya.

Remaja hamil juga lebih rentan mengalami tekanan darah tinggi selama kehamilan yang bisa berkembang menjadi preeklamsia, yaitu kondisi serius dengan tekanan darah tinggi dan kerusakan organ, terutama ginjal. Preeklamsia bisa membahayakan nyawa ibu maupun janin.

Selain faktor fisik, dr. Upik juga menyoroti soal asupan gizi. Banyak remaja belum memiliki cadangan nutrisi yang cukup, terutama zat besi. Kekurangan zat besi dapat menyebabkan anemia, yang berisiko membuat bayi lahir prematur, berat badan rendah, bahkan menyebabkan stunting di kemudian hari.

“Saat hamil, kebutuhan nutrisi meningkat drastis. Kalau kekurangan zat besi, risiko anemia naik, yang bisa menyebabkan kelahiran prematur, berat badan bayi rendah, dan perdarahan setelah melahirkan,” tambah dr. Upik, yang berpraktik di RS Pondok Indah, Jakarta.

Berbagai komplikasi tersebut bisa meningkatkan risiko kematian ibu karena perdarahan pascamelahirkan dan proses persalinan yang lebih sulit dibandingkan dengan ibu berusia 20–35 tahun.

Tidak hanya bagi ibu, bayi dari ibu remaja juga lebih berisiko mengalami kelahiran prematur, berat badan lahir rendah (BBLR), serta gangguan pernapasan, pencernaan, penglihatan, dan perkembangan jangka panjang.

“Bayi yang lahir dari ibu remaja lebih rentan mengalami BBLR (berat badan lahir di bawah 2.500 gram). Ini bisa disebabkan oleh kurangnya nutrisi ibu atau masalah pada plasenta. Bayi BBLR sering memerlukan perawatan intensif di NICU,” jelasnya lagi.

Kalau memang terjadi kehamilan di usia remaja, dr. Upik menyarankan untuk segera melakukan pemeriksaan kehamilan (prenatal) sejak awal dan rutin kontrol. Dokter akan melakukan skrining dan deteksi dini terhadap kemungkinan komplikasi serta memantau kondisi janin lewat USG berkala.

Selain perawatan medis, remaja hamil juga perlu mendapatkan edukasi tentang nutrisi yang tepat, cara menjaga gaya hidup sehat, mengelola stres, serta dukungan psikologis bila dibutuhkan.

Yang tak kalah penting, dukungan dari orang tua, keluarga, dan pasangan sangat dibutuhkan — baik secara emosional, finansial, maupun logistik — demi keselamatan ibu dan bayi.

Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |