TEMPO.CO, Jakarta - Nurul Ghufron mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kembali mencuat ke publik setelah namanya tercantum dalam daftar 68 calon hakim agung kamar pidana yang lolos seleksi administrasi.
Dalam pengumuman Komisi Yudisial nomor 7/PENG/PIM/RH.01.02/04/2025, nama Nurul Ghufron berada di urutan ke-43 dari 68 calon hakim agung kamar pidana yang lolos seleksi administrasi. "Dr. Nurul Ghufron, S.H., M.H. - Dosen Fakultas Hukum Universitas Jember," begitu yang tertulis di dokumen tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun perjalanan Ghufron menuju posisi strategis di lembaga peradilan ini tidaklah mulus. Ia sempat tersandung kasus etik saat menjabat di KPK, dan gagal melaju dalam seleksi calon pimpinan KPK untuk periode 2024–2029. Lalu siapa sebenarnya sosok Nurul Ghufron dan bagaimana rekam jejaknya?
Riwayat Pendidikan dan Karier Akademik
Nurul Ghufron lahir di Sumenep, Jawa Timur, pada 22 September 1974. Ia menempuh pendidikan hukum di Universitas Jember (UNEJ), lulus S1 pada tahun 1997. Gelar magister hukum diraihnya dari Universitas Airlangga (Unair) pada 2004, dan ia menyelesaikan program doktoralnya di Universitas Padjadjaran (Unpad) pada 2012.
Sejak 2003, Ghufron aktif mengajar di Fakultas Hukum UNEJ. Ia mengampu berbagai mata kuliah seperti teori hukum, filsafat hukum, tindak pidana korupsi dan pajak, serta sistem peradilan pidana. Pada tahun 2006, ia diangkat sebagai Dekan Fakultas Hukum UNEJ dan menjabat selama dua periode.
Kiprah di Komisi Pemberantasan Korupsi
Selain aktif di dunia akademik, Nurul Ghufron juga berkontribusi dalam advokasi hukum. Ia pernah menggugat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2013 tentang Mahkamah Konstitusi bersama enam dosen UNEJ lainnya. Gugatan tersebut dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK), menandai salah satu jejak pentingnya dalam pengembangan hukum tata negara.
Namanya mulai dikenal publik secara nasional saat ia terpilih sebagai Wakil Ketua KPK pada 2019. Ia menjadi salah satu pimpinan lembaga antirasuah pada masa yang penuh tantangan dan kontroversi. Di masa jabatannya, Ghufron pernah mengajukan uji materi atas UU KPK dan berhasil mengubah batas usia serta masa jabatan pimpinan KPK melalui putusan MK.
Kontroversi Etik di KPK
Sayangnya, masa jabatan Ghufron di KPK tidak lepas dari sorotan publik. Ia sempat dijatuhi sanksi etik oleh Dewan Pengawas KPK karena dinilai menyalahgunakan pengaruh dalam proses mutasi pegawai di Kementerian Pertanian. Atas pelanggaran tersebut, ia dikenai teguran tertulis dan pemotongan gaji sebesar 20 persen selama enam bulan.
Ghufron juga terlibat dalam sengketa hukum dengan Dewas KPK ketika menggugat proses etik ke PTUN, yang menyebabkan pembacaan putusan atas dugaan pelanggarannya tertunda. Ia bahkan sempat melaporkan anggota Dewas KPK, Albertina Ho, atas dugaan penyalahgunaan wewenang.
Gagal di Seleksi Capim KPK, Melaju di Seleksi Hakim Agung
Pada 2024, Ghufron kembali mencalonkan diri sebagai pimpinan KPK periode 2024–2029. Ia sempat lolos seleksi administrasi dan tes tulis, namun akhirnya gagal di tahap asesmen profil. Ketua Pansel KPK Muhammad Yusuf Ateh menyebut vonis etik sebagai salah satu alasan pencoretan nama Ghufron dari daftar 20 besar calon pimpinan.
Kini, Ghufron mencoba peruntungannya sebagai calon hakim agung. Ia dinyatakan lolos seleksi administrasi oleh KY dan berhak mengikuti tahap seleksi kualitas pada 29–30 April 2025 mendatang. Tahapan ini mencakup penulisan makalah, studi kasus hukum dan kode etik, serta tes objektif.
Para kandidat juga diwajibkan mengirimkan karya profesi dalam format PDF serta tiga surat rekomendasi dari pihak yang mengenal integritas dan kompetensi mereka, paling lambat 17 April 2025.
Amelia Rahima Sari dan Raden Putri Alpadillah Ginanjar turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.