Perundingan Nuklir ke-5 AS-Iran Fokus pada Pengayaan Uranium

7 hours ago 1

TEMPO.CO, Jakarta - Putaran kelima negosiasi tidak langsung antara Amerika Serikat dan Iran mengenai program nuklir Teheran dimulai pada Jumat 23 Mei 2025 di Roma, menurut media pemerintah Iran Press TV seperti dilansir Anadolu.

Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi memimpin delegasi Iran ke ibu kota Italia, sementara utusan Timur Tengah Presiden AS Donald Trump, Steve Witkoff, memimpin delegasi negaranya bersama Michael Anton, direktur perencanaan kebijakan Departemen Luar Negeri AS.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Iran dan AS melanjutkan diplomasi nuklir bulan lalu untuk menjembatani kesenjangan pada pengayaan uranium Teheran, dengan Oman bertindak sebagai mediator.

Menteri Luar Negeri Oman Badr Al-Busaidi menjadi penengah negosiasi tersebut karena kesultanan di Jazirah Arab tersebut telah menjadi lawan bicara tepercaya oleh Teheran dan Washington dalam pembicaraan tersebut.

Meskipun pihak berwenang belum memberikan lokasi untuk pembicaraan tersebut, perundingan putaran sebelumnya di ibu kota Italia berlangsung di Kedutaan Besar Oman di Roma.

Pejabat AS hingga Presiden Donald Trump bersikeras Iran tidak dapat terus memperkaya uranium sama sekali dalam kesepakatan apa pun yang dapat mencabut sanksi terhadap ekonomi Teheran yang sedang berjuang.

Namun, Menlu Abbas Araghchi pada Jumat pagi bersikeras secara daring bahwa tidak ada pengayaan yang berarti "kami TIDAK memiliki kesepakatan."

"Mencari jalan menuju kesepakatan bukanlah ilmu roket," tulis Araghchi di platform sosial X seperti dilansir Arab News. "Saatnya memutuskan."

“Kami tidak akan mencapai kesepakatan sama sekali” jika Amerika Serikat ingin mencegah Iran memperkaya uranium, Araghchi menegaskan.

Pembicaraan yang dimulai pada April tersebut merupakan kontak tingkat tertinggi antara kedua musuh, sejak Amerika Serikat keluar dari perjanjian nuklir penting tahun 2015 selama masa jabatan pertama Trump.

Sejak kembali menjabat, Trump telah menghidupkan kembali kampanye "tekanan maksimum" terhadap Iran, mendukung pembicaraan tetapi memperingatkan tindakan militer jika diplomasi gagal.

Sementara dilansir Al Arabiya, Iran menginginkan kesepakatan baru untuk meringankan sanksi Barat yang telah menghantam ekonominya.

Putaran terakhir pembicaraan, di ibu kota Oman, Muscat, berakhir dengan pertengkaran publik mengenai pengayaan uranium.

Utusan AS Steve Witkoff mengatakan Washington "bahkan tidak dapat mengesahkan satu persen pun" pengayaan uranium -- sebuah posisi yang disebut Teheran sebagai garis merah, dengan mengutip hak-haknya berdasarkan Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir.

Perundingan itu berlangsung menjelang pertemuan pengawas nuklir PBB, Badan Energi Atom Internasional (IAEA) yang berpusat di Wina, pada Juni, dan berakhirnya perjanjian 2015 pada Oktober.

Kesepakatan 2015, yang dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA), bertujuan untuk meredakan kecurigaan Barat bahwa Iran tengah mengupayakan kemampuan senjata nuklir, sebuah ambisi yang terus-menerus dibantah oleh Teheran.

Sebagai imbalan atas pembatasan program nuklirnya, Iran telah menerima keringanan sanksi internasional. Namun, kesepakatan itu digagalkan pada 2018 ketika Trump secara sepihak menarik Amerika Serikat dan memberlakukan kembali sanksi.

Setahun kemudian, Iran menanggapi dengan meningkatkan aktivitas nuklirnya.

Iran kini memperkaya uranium hingga 60 persen -- jauh di atas batas kesepakatan sebesar 3,67 persen tetapi di bawah tingkat 90 persen yang dibutuhkan untuk hulu ledak nuklir.

Read Entire Article
International | Nasional | Metropolitan | Kota | Sports | Lifestyle |