loading...
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus ambang batas presiden atau presidential threshold. Foto/Dok.SINDOnews
JAKARTA - Pakar Kepemiluan Titi Anggraini menganggap, sejatinya tidak ada argumentasi hukum yang baru dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas presiden atau presidential threshold.
Menurutnya, putusan tersebut hanya mencermati secara saksama dinamika dan kebutuhan penyelenggaraan negara, yakni MK menyatakan bahwa saat ini merupakan waktu yang tepat bagi lembaga itu untuk bergeser dari pendirian sebelumnya.
"Hal itu mempertimbangkan banyaknya pengujian pasal ambang batas pencalonan presiden yang diajukan ke MK, yaitu sampai 33 pengujian lebih," ungkapnya, Sabtu (4/1/2025).
"Lalu kecenderungan adanya upaya membatasi jumlah calon yang mengakibatkan terbatasnya pilihan bagi pemilih dan berakibat terjadi polarasisasi di tengah-tengah masyarakat, maka MK menganggap hal itu sebagai open legal policy yang bertentangan dengan moralitas, rasionalitas, dan mengandung ketidakadilan yang intolerable," imbuh Titi.
Dia menilai, gugatan yang diajukan Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, Enika Maya Oktavia dkk patut disyukuri dan dirayakan semua pihak.
Oleh karena itu, partai politik diharapkan mulai menyiapkan kader-kader terbaiknya sebagai calon-calon potensial untuk Pilpres 2029.
"Namun, terlebih dahulu partai harus memastikan partai politik mereka bisa lolos menjadi perserta pemilu pada Pemilu 2029 mendatang," ujarnya.
Follow WhatsApp Channel SINDOnews untuk Berita Terbaru Setiap Hari
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya